Episode 4

2148 Kata
" Kau sudah bangun baby girl? " Suara itu membuatku terdiam. Aku mencoba mengingat-ingat apa yang terjadi sebelum aku pingsan dan aku menyesal ketika mengingat apa yang terjadi sebelum aku pingsan. " Ada yang kau butuhkan? " tanyanya lagi. Aku memilih bungkam. Melihatnya membuatku merasa marah. Kenapa aku harus bertemu dengan pria gila seperti ini? " Maid akan datang sebentar lagi membawakanmu makan. Besok kita akan melakukan pernikahan!" Dia gila! Tidak, jika orang gila masih punya otak maka dia orang yang terlahir tanpa otak sehingga tidak mampu berfikir baik. Memangnya siapa yang akan menikahinya? Lebih baik aku menjanda seumur hidup daripada aku harus menikah dengannya. Aku menaikan selimutku hingga menutupi seleuruh tubuhku, bahkan kepalaku. " jangan seperti intu baby girl! Kau bisa kehabisan nafas!" Perduli setan! Aku bahkan lebih bersyukur jika harus kehabisan nafas sekarang. Tidak masalah jika aku tidak lagi bisa menikmati dunia luar, mungkin salah satu cara mengakhiri hidup bisa kufikirkan dari sekarang. Aku menatap keseluruhan ruangan megah ini. Tempat ini berbeda dari semalam. Pria itu berdiri menatapku dengan menyenderkan punggunggya di tepi pintu. Bahkan untuk menatap matanya membuatku marah pada diriku sendiri. Ruangan ini pastilah kamar pria itu nelihat sebuah potret gambar wajahnya yang bersar di dinding depan ranjang dengan wajah yang terlihat tampan-- tidak! Dia tidak tampan! Dia iblis! Beberapa pelayan dan beberapa orang yang pastilah bukan pelayan masuk kedalam ruangan ini, pelayan itu menyajikan makanan yang sama sekali tidak menarik minatku. Aku ingin makan sate! Tapi terdengar lucu jika disaat seperti ini aku mengharapkan sebuah sate. Beberapa orang yang berpakaian rapi duduk disofa menatapku dengan pandangan yang iba. Aku tidak butuh belas kasihan mereka karena merekalah yang harus dikasihani. Jika aku mati maka aku akan menghantui mereka sampai mereka tidak bisa hidup tenang. Jika aku bisa bebas maka aku akan menyewa dukun untuk menyantet mereka, biar paku keluar dari mulut dan perut mereka. Oh tidak, itu terlalu ringan! Mereka harus mendapatkan yang setimpal! " Apa yang kau fikirkan baby girl? Dahimu berkerut hebat!" Pria itu kembali bersuara, kini dia ikut duduk mengamatiku yang hanta menampakan kepalaku. " Namanya leonel, orang yang akan bertangung jawab dengan semua kerugianmu. Berapa yang kau inginkan? " kata salah satu dari mereka. Menjijikan! " Kau bisa meminta apapun, bahkan jika kau menginginkan kebebasanmu. Itu tidak masalah. Atau sebuah pernikahan? Aset perusahaan atau apapun yang kau minta sebagai ganti rugi dengan apa yang dia lakukan padamu!" Kata seorang perempuan. Seksi! Tapi terlihat menjijikan. Semua yang berada ditempat ini menjijikan! " Berapa nominal yang kau inginkan?" Kata perempuan itu lagi. Nominal? Setelah semua penyikasaan yang membuatku hancur seperti ini mereka bertanya berapa nominal yang aku inginkan? Bahkan semua harta mereka tidak akan aku anggap cukup meskipun kurasa mereka sanggat kaya raya. Rasa marah berlahan membuat diriku merasa berani. Bahkan saat itu aku sadar bahwa nyawaku tidak harganya. Prmbunuhan, cambukan juga tarian sek yang dia pertontonkan tepat dihadapanku, yang lebih hina ketika dia mengambil paksa kesucianku, dan sekarang mereka bertanya berapa nominal yang ku inginkan? Aku melihat sekeliling, mengalihkan pandanganku dari 5 orang yang sekarang memandangku. Menatap sekeliling ruangan yang terlihat mewah dan elegan. Mencari-cari sebuah kata yang mewakilkan bahwa kalian tidak bisa membeli kebebasan seseorang. Tapi aku salah, mungkin dibawah mereka sebuah kebebasan dan nyawa tidak ada artinya. Terasa menyakitkan juga suatu penghinaan setelah semua ini dan mereka bertanya berapa yang harus mereka bayar. Pandanganku berhenti disalah satu pinggang pria itu, baiklah ini mungkin lebih baik. Setidaknya aku ingin mereka tahu seperti apa rasanya ketika nyawamu tidakbada harganya. Aku melepas selimutku, lalu berjalan turun mendekati mereka disofa. Aku tahu aku tidak berpakaian sama sekali bahkan noda darah kesucianku masih tersisan sedikit disekitar pahaku. Tapi ini lebih baik, setidaknya mereka tahu seperti apa tubuh kecilku sekarang. Luka memar dipunggung, luka cambuk disekujur tubuhku, dan semua hal menyedihkan ini. Aku berdiri tepat didepan pria yang bernama leonel. Menatapnya dengan pandangan datar dan kurasa hanya pandangan kosong inilah yang kupunya sejak aku berada ditempat ini. " Berdirilah!" Kataku pelan, tapi cukup untuk membuatnya terdengar. Dia menatapku intens, pandangan mata yang tajam sangat berbanding terbalik dengan pandangan mataku yang kosong. Pria itu berdiri pelan. Menjulang tinggi kokoh dihadapnku, seperti memperjelas bahwa aku sanggatlah rapuh dihadapannya. Dan semua perlawanan ku akan kalah sebelum aku memulainya. Dengan pelan juga aku mengulurkan tangganku seolah-olah aku hendak memeluknya. " Cih, murahan! " kudengar salah satu dari mereka berkata. Murahan? Dan, aku berhasil mengambil pistol dipinggangnya, mengacungkan tepat dikepalanya membuat ke 4 orang temannya seketika bangkit dari tempat duduknya. Pria itu memejamkan matanya. Aku menarik pelatuknya. Lantas apa? Apa membunuhnya akan membuatku lega dari semua ini? Apa membunuhnya bisa membuatku lupa dengan apa yang telah kualami? " Kau tahu, aku hanya gadis kecil yang bahkan ketika menginjak seekor semut aku merasa bersalah, tapi sekarang aku tidak tahu siapa diriku. Kau bertanya berapa harga yang perlu kau bayar bukan dan apapun itu kau akan menurutinya? Aku menginginkan nyawamu untuk kesucianku!" Kataku. Satu butir bening air mata menetes begitu saja. Apa aku benar-benar menginginkan kematiannya? " Nona, put the g*n down! Please! " salah satu temannya berusaha mendekat. Aku mengeleng pelan. " Jangan mendekat atau aku akan ketakutan! Aku tidak pernah ingin menjadi pembunuh! Aku hanya ingin.... tidak pernah mengalami apa yang 4 bulan ini terjadi tapi memaafkanmu sanggat tidak mungkin. Suatu penghinaan ketika kau bertanya berapa harga yang perlu kau bayar!" Air mataku semakin turun deras. Ayah, apa yang harus kulakukan? Tapi aku tidak ingin menjadi pembunuh! Aku teringat kata ayahku, jika seseorang membuat kesalahan dan kau tidak tahu apa yang harus kau lakukan, meskipun kesalahan orang itu sangat besar maka ingatlah, untuk melepaskan dan mengikhlaskan segala hal yang telah dia lakukan. Kau tidak perlu memaafkan apa yang telah dia lakukan, yang perlu kau lakukan adalah melupakan apa yang dia lakukan. Dan waktu adalah alat yang paling baik untuk melupakan segala kesalahan bahkan perasaan. Karena kita bukan Tuhan yang bisa memutuskan tanpa menimbulkan kerugian. Aku menyerahkan pistol itu ketemannya, percuma. Aku tidak bisa membuat diriku sendiri melepaskan peluru itu. Karena aku tahu, jika aku membunuhnya maka aku tidak akan memafkan diriku sendiri karena membunuh! Tapi dia pantas mendapatkannya! Aku terlalu bingung, ini membingungkan! Luka dipunggungku dan sekujur tubuhku kembali terbuka, aku kembali menangis. Apa tidak ada yang bisa kulakukan selain menangis? Jadilah kuat Arsy! Pelan aku menghapus air mataku, lalu berjalan menjauh dari kelima orang yang masih diam mematung tidak tahu harus berbuat apa. Mengambil salah satu kemeja yang mungkin kemeja pria itu dilemari besar dan mengenakannya. Membuat darah dipunggungku seketika menempel dan mengotori kemeja itu. Tapi aku tidak ingin tubuh telanjangku terekspos begitu saja. Aku membuka salah satu pintu jendela, pemandangan laut langsung terlihat dimataku, begitu luas, dan menakutkan. Apakah dibawah laut itu ada hiu? Jika aku terjun pasti hiu itu akan langsung menyantapku. Terjun dari tempat ini mungkin menyenangkan. Dengan begitu aku tidak perlu meminta waktu untuk bekerja melupakan semua kejadian ini. Dengan kematian aku tidak perlu mengingat semua hal gila ini! " Baiklah, nona, kau bertanya apa yang kuinginkan bukan? Aku hanya ingin adiku perempuan satu-satunya mendapatkan pendidikan yang bagus dan tempat kerja yang bagus. Juga..." dengan rapuh aku menaiki jendela itu, tidak ada balkon! Tapi ini cukup. Berdiri dengan tenang ditengah jendela lebar, menatap bawah yang mungkin berjarak 25m di laut, apa aku akan langsung mati jika aku terjun kebawah? Mereka menatapku panik terlebuh pria itu, menatapku dengan penuh penyesalan dan kepanikan. Tidak, aku tidak boleh terkecoh. Aku tidak mampu melanjutkan hidupku setelah apa yang kualami. Mungkin ini yang terbaik. Ersya, aku menyangimu! " Tollong urus pemakamanku!" " No.. no... no... don't..... " itu adalah kata terakhir yang kudengar dari pria itu. Dan aku terjun bebas. Berharap ada batu karang dibawah laut itu sehingga aku langsung bisa mati terbentur. Atau ada banyak hiu yang menginginkanku! Air laut yang terasa asin, menyegarkan sekaligus menenangkan. Ini... mungkin yang terbaik. Ayah, ibu, aku menyangi kalian. Dan sebelum mataku benar-benar tertutup kenapa aku melihat seseorang menarik tangganku? **** Surga atau neraka? Aku berharap aku bisa masuk surga dan melihat adikku bahagia. Gelap! Lucu, sudah tentu pastinya aku masuk neraka karena tempat inu sangatlah gelap. Tapi, kenapa terasa menyakitkan? Remuk. Perih. Baiklah ini tidak masuk akal tapi aku merasa pusing! Harusnya aku sudah tidak mampu merasakan sakit bukan? Tunggu, siapa yang memberitahuku jika mati kita tidak bisa merasakan apapun? Oh, mungkin ini siksa kubur untukku! Dimana malaikatnya? Atau aku belum dikuburkan sehingga aku tidak bertemu dengan malaikat maut? Bagaimana jika tubuhku dimakan hiu jadi mereka tidak bisa menguburkanku? Kenapa semakin pusing? " Kakak bodoh! Kenapa kau seperti itu kak! Ya Tuhan! Kau harus bertangungjawab! " Suara siapa itu? Kakak? Aku belum mati? Kenapa sulit rasanya untuk membuka mata? " Aku tahu, aku tidak bisa berfikir jernih luis!" Suara pria itu! Aku belum mati? Tubuhku tersentak, kurasakan perih dilengan kiriku, jarum infus dan peralatan rumah sakit yang menempel di tubuhku, aku benci rumah sakit! Kenapa aku tidak mati saja! Dengan bruntal aku melepas selang-selang yang menacap ditanganku. Tapi tanggan besar menahanku. Pria itu! Aku ingin memakinya, memukulnya atau melemparnya kekolam ikan piranha! " b*****t! b******n, kenapa kau menolongku! Kenapa aku belum mati! Kenapa? Aku membencimu! Aku membencimu!" Tanpa sadar aku memakinya dalam bahasa indonesia, membuat dia juga teman-teman yang rasanya sangat setia terhadapnya bingung. " Hei, rileks baby girl. Tenang, jangan banyak bergerak dulu honey!" Aku menamparnya keras ketika dia memaksaku untuk tetap berada ditempat tidur. Bodoh! Ketinggian 25m belum tentu bisa membunuhku, terlebih dibawah sana air! Aku menyesal kenapa waktu itu tidak kugunakan pistolnya untuk menembak kepalaku! " Kakak, tenanglah.. kalian keluar! Kak nel, kau pun keluar! Cepat!" Gadis kecil yang mungkin seumuran dengan Ersya mendorong keluar tanggan pria itu lalu mengunci pintunya. " Baby girl, hanya kau perempuan satu-satunya yang mampu menampar leonel. Aku menyukai itu! Tampar dia sepuasmu, oke!" Kata salah satu temannya. Aku membuang wajahku ketika pria itu masih berada tepat diatasku. Sebelum kemudian dia melepaskan cengkramannya dengan kasar. Tapi menurut dengan perkataan gadis kecil itu dan keluar dari ruangan. " Jadi kau yang bernama luis? " tanyaku marah. Dia hanya diam lalu duduk disampingku. Aku menatapnya dengan pandangan kosong. Apa yang harus kulakukan Tuhan? Aku kembali merasakan rasa sakit hati yang teramat. Aku tahu, seorang kakak akan melakukan aoapun adal dia bisa melihat adiknya bahagia tapi tidak dengan cara mengorbankan kebahagian orang lain. Pelan kembali kulepas selang infus yang menmpel dilenganku. Aku berdiri dan mendekati tempat perempuan itu berada. Kukumpulkan seluruh kekuatanku dan... Plakkk! Satu tamparan keras mendarat diwajahnya. Aku menangis! Lagi! Kenapa aku menangis? Dia hanya diam. " Aku pantas mendapatkan tamparan itu. Maafkan kakakku, kumohon" aku mengacuhkannya. Dengan susah payah aku kembali ke ranjang. Kami sama-sama diam. Tidak ada topik yang bisa dibahas sekalipun. Hingga beberapa saat kemudian pria itu kembali masuk keruangan tempatku dirawat dengan semangkok bubur dan segelas s**u putih. Bau s**u putih yang amis membuatku ingin muntah! " Luis, biar kakak yang menangani ini. Keluar dan istirahatlah." Luis menurut, dia keluar dan aku mengalihkan pandanganku dari pria itu. Menatap kearah luar dimana cahaya senja mulai muncul memenuhi langit. Warna jingga yang cantik. Apakah ini suatu anugrah? Berapa lama aku tertidur? " Buka mulutmu, kau harus makan" Aku diam, memilih mengalihkan pandanganku dari dirinya dan makanan yang dia bawa, meskipun jujur saat ini aku sanggat kelaparan. Tapi berhadapan dengannya seketika membuat rasa muak dan mual diperutku. Tunggu, Luis sudah kembali, itu berarti seseorang yang terlihat sama denganku sudah ditemukan bukan? Aku mengeryitkan dahi, rasa penasarab menghantuiku setengah mati bagaimana rupa seseorang yang sama dengan ku. Laira? Apakah mungkin kami soaudara kembar? Bisa jadi seperti cerita difilm ketika kau memiliki kembaran dan kembranmu terpisah jauh. " Bawa aku ke orang yang bernama Laira!" Kataku pelan. Pria itu meletakan semangkok bubur yang dia bawa di meja samping. Menatapku dengan pandangan intens dan tajam. Aku balas menatapnya, memberanikan diriku sendiri untuk menatap mata tajam itu tapi aku kalah. Mata itu menakutkan, bahkan ternyata lebih menakutkan ketika dia menatapku dengan intimidasi dan intens daripada ketika dia menatapku ketika sedang marah. Pesona mata yang mengambarkan kekuasaan, keindahan dan keberanian, juga pesona mata yang melambangkan kekejaman. " Untuk apa? " " Hanya penasaran sehingga seseorang yang rasanya tidak buta bisa salah menilaiku! " kataku seraya mendesia marah. Dia menghela nafasnya kasar, lalu kembali mengambil mangkok yang berisi bubur setelah selesai memasangkan kembali selang infus ditangganku. Entah makana apa yang dia pegang yang pasti bukanlah bubur ayam. " Makanlah!" Aku masih menolak hingga dia mendorong tubuhku dengan satu tanggan dan berada tepat didepan wajahku. Nafasnya menyapu hangat sanggat terasa di pipiku. Matnya menyala merah tanda kemarahan bahwa dia tidak suka dibantah ataupun dilawan. Tapi aku bukan tikus atau anjing peliharaannya yang harus menuruti segala katanya. Aku mempunyai hidupku sendiri. Walaupun sebagian telah tercoret menjadi lukisan gelap karena pria yang saat ini berada dekat denganku. Lukisan hidup yang mati-matian kuciptakan dengan warna penuh keceriaan dan kebahagian menjadi ternoda warna hitam yang kelam bahkan tidak mampu tertembus oleh cahaya matahari. Menyedihkan! " Honey, makan atau kau ku makan! Dan aku tidak memiliki belas kasihan untuk orang yang membangkang. Jadi, buka mulutmu honey!"
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN