Desa Berkabut

1447 Kata
“Sudah dari pertama kali kamu sampai di halaman ini. Aku sedang duduk santai di sebuah dahan pohon saat kamu membuat keributan.” Xonxo melompot turun dan menyingkirkan ranting pohon yang tidak sengaja menempel ketika melompat. “Maaf sudah mengganggumu,” kata Wanda merasa tidak enak. Xonxo mendekati Wanda, “Badanmu harus tegak saat menarik tali, santai tapi tegak. Lebih baik berlatih dengan satu sasaran sampai berhasil?” “Kamu mau mengajariku?” tanya Wanda.        “Aku juga tidak begitu mahir tapi masih lebih baik darimu,” ujar Xonxo. Xonxo merapal mantra hingga muncul busur panah dari kayu kemudian bersiap membidik dan melepaskan anak panah. Anak panah meluncur mulus mengenai sasaran. “Jarak ini termasuk pendek, bila jarak lebih jauh pasti bidikanku tidak seakurat ini.” Xonxo tertawa garing. Wanda mempraktekkan saran Xonxo untuk berdiri tegak. Mulutnya membulat tidak percaya karena anak panahnya mengenai sasaran pada percobaan pertama. Ini pertama kalinya dia bisa mengenai sasaran dengan sebegitu tepat. Xonxo menyuruhnya mundur beberapa langkah dan mencoba kembali. Kali ini tembakannya meleset, tapi tetap merasa senang karena dari tujuh percobaan ada tiga yang mengenai sasaran. Rupanya Xonxo benar, dia memang hanya perlu lebih fokus saja. Dua jam menuju matahari terbenam saat mereka mengakhiri latihan. Wanda sudah menampakkan kemajuan, paling tidak dia bisa mengenai sasaran walaupun tidak selalu tepat di tengah. “Terima kasih sudah mau mengajari,” ucap Wanda dengan tulus. “Ini karena kamu murid yang cepat belajar,” pujinya sambil menggaruk kepala. “Lebih baik kita kembali ke kamar, sudah hampir waktunya makan malam. Bukankah kita tidak boleh keluar saat malam.” Wanda mendahului berjalan masuk ke penginapan. Mereka berdua langsung masuk kamar masing-masing untuk membersihkan diri. Wanda melirik ke ranjang dengan heran karena Velia masih belum bangun, dari dirinya mulai mandi sampai selesai mandi posisinya masih sama seperti saat ditinggalkan pertama kali. “Vel, bangun. Makan dulu,” kata Wanda sambil menggoyangkan lengan Velia. Velia mengeliat lalu mengusap mata kemudian matanya membuka sempurna karena mendengar kata makan. Itu adalah kata ajaib Velia. Dia membasuh muka dan menyusul Wanda yang sudah lebih dulu turun ke ruang makan. “Selamat siang, putri tidur,” ejek Xonxo. “Siang, pangeran kodok,” balas Velia. “Kalian berdua cocok jadi pasangan,” goda Wanda membuat mata Xonxo berbinar, tapi Velia malah mengerucutkan bibir. “Mending Harlan kemana-mana, Wan.” Velia menjawabnya dengan santai sambil mengunyah ayam goreng. Wanda tersenyum tipis saat menyadari perubahan raut muka Xonxo, rupanya cowok itu sudah jatuh cinta pada Velia tanpa mereka berdua sadari. Meskipun seolah-olah cowok itu membenci dan selalu mengolok Velia, tapi itu adalah bentuk perhatian yang terselubung karena merasa tertarik dengan sosok Velia. “Sudah hampir senja,” panggil cewek pelayan yang tadi mengantarkan mereka ke kamar. Mereka bertiga mengikuti cewek pelayan yang bernama Qee menuju ruang makan, terlihat para tamu sudah memulai makan malam tanpa menunggu mereka. “Jangan keluar saat malam hari,” pesan Qee tanpa bosan. “Memang kenapa nggak boleh?” tanya Wanda ingin tahu. “Jangan banyak bertanya, turuti saja perkataanku!” ujar Qee. Qee kemudian mengantar Wanda dan Velia sampai depan pintu kamar. Begitu pula yang terjadi dengan Xonxo, ternyata semua tamu diperlakukan sama oleh para pelayan yang bertugas melayani. Mereka mendengar suara pintu dikunci dari luar, pelayan-pelayan ini benar-benar berniat mengurung tamu agar tidak menyelinap keluar saat malam. “Ini aneh, apa kita perlu menyelidikinya?” tanya Wanda sambil menempelkan telinga ke daun pintu untuk menguping. “Sudahlah, Wan. Kita tidur saja,” ajak Velia. “Vel, kita ke kamar Xonxo saja untuk menyusun rencana.” Wanda beranjak dari tempat tidur saat suasana menjadi sunyi. Wanda menduga semua orang sudah masuk ke dalam kamar masing-masing. “Terserah kamu sajalah, kalau aku menolak pasti kamu paksa sampai aku menyetujuinya.” Velia mengikuti Wanda yang mengendap-endap mendekati pintu. “Terkunci, aku harus pakai mantra pembuka,” ujar Wanda, beberapa kali mencoba tetapi pintu itu masih saja tertutup rapat. “Ini tidak berhasil, mantra pelindung apa yang mereka gunakan?” Wanda menoleh untuk memberi kode pada Velia agar ikut mencoba membuka pintu. “Mantra pelindung ya? Biar aku pikirkan sejenak.” Velia memegang pintu untuk merasakan mantra yang mengaliri dalamnya. “Ini tidak akan berhasil, aku bahkan tidak bisa mendeteksi mantranya. Kita kembali tidur saja, mungkin memang berbahaya bila berada di luar kamar.” Velia melemparkan diri ke atas kasur, beberapa detik kemudian napasnya terdengar teratur tanda dia sudah tidur. “Dasar tukang tidur.” Wanda akhirnya ikut menarik selimut karena tidak ada hal lain yang bisa dilakukan. Tengah malam Wanda terbangun karena mengigil kedinginan, baru kali ini merasa sangat kedinginan padahal tidak ada musim salju di Gimozelona tapi rasanya seperti di luar sedang turun salju. “Vel, dingin sekali ya?” tanya Wanda sambil melirik tempat tidur. Wanda melompat bangun saat tidak melihat Velia di atas tempat tidur lalu bergegas mengecek kamar mandi tapi tidak terlihat juga. Wanda yang berjalan menuju ke pintu merasa heran karena pintu sedikit terbuka. Ada di mana Velia? “Xonxo, Velia menghilang.” Wanda menghubungi Xonxo. “Bagaimana bisa?” “Aku tidak tahu, pintu kamar terbuka padahal tadi pas aku minta tolong buat buka dia bilang tidak bisa membukanya.” “Kita harus mencarinya, aku takut dia celaka mengingat sikap cerobohnya, tapi bagaimana cara aku membuka pintu ini?” “Aku akan melacak mantra di pintuku lalu aku bantu kamu keluar setelah mengetahui mantranya.” Wanda menempelkan tangan di pintu untuk merasakan mantra dan merasakan sihir pembuka memang Velia yang membuka pintu. Setelah mendapatkan mantra pembuka, Wanda menuju kamar Xonxo untuk membebaskan mantra hingga Xonxo bisa keluar. “Kita harus mencari ke mana?” tanya Xonxo. Wanda melihat ada hantu yang melintas, dia berlari mengejarnya membuat Xonxo heran karena tiba-tiba berlari begitu saja kemudian menghadap ke sebuah lukisan. Saat ini Wanda menatap balik hantu yang cemberut karena diikuti. Wanda terus saja mengajaknya tersenyum karena besar kemungkinan para hantu tahu pergerakan tamu di Jasmine, “Permisi, saya mau tanya. Apa kamu melihat teman yang datang bersamaku? Tadinya kami tidur di kamar tetapi dia tiba-tiba menghilang.” Hantu laki-laki muda sudah sangat terkejut saat Wanda mencegat perjalanannya. Sekarang jadi semakin terkejut karena baru kali ini ada pelanggan yang menyapa. “Cewek pendek berambut kemerahan? Dia berjalan keluar Jasmine dan ini bukan pertanda baik, mengingat para Harvest turun bersamaan dengan datangnya kabut dan hawa dingin.” Hantu itu buru-buru menghilang saat mereka mendekati pintu masuk penginapan. “Kita dilarang keluar saat malam tiba,” cegah Xonxo sambil memegang tangan Wanda yang sudah terulur untuk membuka pintu. “Hantu itu mengatakan kalau Velia sudah keluar penginapan. Ini berbahaya.” “Ini berbahaya juga untukmu.” Xonxo hendak mengusulkan kalau mereka mencari Qee atau pemilik penginapan yang lebih tahu tentang daerah ini agar tidak tersesat, terlebih saat ini kabut sedang turun. “Tapi Velia itu temanku, kita harus menolongnya.” Wanda membuka pintu yang sama sekali tidak terkunci. Wanda merasakan hawa dingin semakin menusuk tulang walaupun tubuhnya sudah terbungkus dengan jaket dan jubah yang cukup tebal. Cewek itu menyalakan tongkat sihir hingga dapat melihat lebih jelas. “Lory? Kamukah itu?” Samar-samar Wanda melihat Lory berjalan mendekat dengan memegang tongkat sihir, seperti posisi siap untuk menyerang. Wanda melancarkan serangan dengan mantra pembeku tapi lawannya bisa mengelak dengan mudah bahkan saat ini dia merasakan hantaman keras hingga membuat tubuhnya terpental. Wanda segera bangkit untuk melakukan serangan dan berhasil menggores pipi kiri Lory. Xonxo sendiri juga menghadapi Hananto yang menyerang tapi dengan mudah ditangkisnya, dia sedikit heran karena Hananto yang memiliki elemen petir bisa menyerang dengan elemen lain.Xonxo yang diliputi amarah berusaha menjatuhkan lawannya bahkan menggunakan tenaga dengan berlebihan tapi hasilnya sepadan karena lawannya terkapar di tanah. Namun ini bukanlah akhir pertarungan karena tanpa Xonxo duga, Hananto mengurungnya dalam kubah es yang makin lama makin dingin. Mereka bertarung sampai menjelang pagi, Wanda mulai lelah dengan serangan tak terduga menumbangkannya. Wanda terkapar di tanah berusaha untuk bangun, lawannya pun sudah mulai kelelahan. Saat lawan lengah dia menyerang dengan menggunakan jaring es, Lory terkurung dalam jaring yang terikat kuat pada batang pohon yang besar. “Ya ampun, apa yang sudah terjadi?” teriakan pemilik penginapan terdengar di telinga Wanda. Kabut mulai menipis membuatnya merasa lega karena semua orang sudah keluar jadi bisa membantunya mengatasi Lory. Xonxo sendiri juga berjuang melepaskan diri dari jerat yang mengukungnya hingga tidak bisa bergerak. Saat kabut menghilang sepenuhnya dan digantikan oleh sinar matahari pagi terlihat pelayan-pelayan sedang berusaha melepaskan seseorang dari batang pohon karena mantra Wanda. Namun bukan Lory yang mereka lepaskan melainkan Xonxo. Xonxo sendiri  juga terkejut karena orang yang terkapar di tanah bukan Hananto tetapi Wanda. “Bagaimana bisa seperti ini? Yang aku lawan adalah Lory tapi mengapa Xonxo yang berada di sana?” Wanda tampak panik, mengira kehilangan Lory. “Itu yang ingin aku tanyakan juga, yang aku lawan tadi adalah musuh bebuyutan keluarga kami tapi mengapa kamu yang ada di sana?” Xonxo juga tak kalah terkejut. “Ini semua karena Harvest, mereka adalah siluman rubah yang mengincar jiwa para pria agar tetap muda. Harvest muncul dengan menyebar ilusi melalui kabut dan hawa dingin, maka dari itu kami selalu mengunci pintu dan melarang orang keluar pada malam hari. Kalau tertangkap oleh siluman rubah ekor maka jiwanya akan dihisap hingga orang itu kehilangan nyawa,” tutur pemilik penginapan. “Jadi kami berdua bertarung sejak tadi? Bukan bertarung dengan musuh masing-masing?” Wanda terlihat syok sekali. “Ya, itu betul sekali.” Pemilik penginapan membenarkan pernyataan Wanda. “Kami terkena ilusi karena masuk dalam kabut?” tanya Xonxo yang dijawab anggukan kepala oleh semua orang. “Lalu bagaimana nasib Velia?” Wanda mulai histeris mengingat perlakuan Harvest pada mangsa-mangsanya. “Kami tidak tahu bagaimana nasib temanmu karena ini pertama kalinya Harvest menangkap seorang cewek. Jangan-jangan dia bukan seorang cewek?” tambah Qee.  
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN