Ranty masuk ke dalam kamarnya dengan wajah lesu, dia sudah tidak ada semangat sejak dirinya pergi jalan-jalan bersama Farel tadi. Apa yang Farel katakan tadi sangat menghancurkan hatinya.
Dia duduk di pinggir ranjang, menutup wajahnya dengan telapak tangan, hatinya kini terasa sangat sakit. Bagaimana tidak, seseorang yang seharusnya mencintai dia malah mencintai orang lain.
Saat itu juga air matanya tumpah, dia sudah tidak tahan dengan rasa sesak di dalam hatinya. Rasanya dia ingin berteriak kepada Farel kalau dia suka dan cinta kepada laki-laki itu. Tapi, lagi-lagi kenyataan sangat pahit.
Malu rasanya saat sudah berharap setinggi mungkin namun kenyataan yang di dapat tidak sesuai, seolah jatuh diatas kasur yang berduri.
"Ranty, kamu nggak mau makan?" Teriak ibunya dari luar kamar. Ranty langsung mengangkat kepalanya dan menghapus air matanya cepat.
"Iya nanti aku keluar." Ujar Ranty cepat dan langsung berdiri, menaruh tas nya dan menguncir rambutnya.
Dia keluar kamar dan langsung menyantap makan malam bersama keluarga nya.
***
Fabian membanting ponselnya keatas kasur. Dia langsung merebahkan dirinya diatas sana. Hal gila yang barusan terjadi memang membuatnya semakin tidak bisa tidur.
Gadis itu mencium Fabian, tepat di bibir. Dan Fabian langsung merasa tidak suka, karena ada seseorang yang dia suka melihat hal itu. Fabian langsung mengacak rambutnya.
Bisa-bisanya dia diam saja dan cukup lama saat Layla mencium dirinya! Rasa kesal dan juga malu bercampur menjadi satu.
"Udah gila ya?" Reno tiba-tiba masuk ke dalam kamar Fabian hanya memakai celana dalam saja.
"Gila gi- YAAMPUN BEGO!" Fabian langsung menutupi matanya saat melihat penampakan Reno yang hanya memakai celana dalam di depan matanya.
"LO YANG GILA PAKE CELANA LO SETAN!" Ujar Fabian dan langsung melempari Reno dengan bantal besar miliknya. Laki-laki itu malah tertawa dan mengambil kerupuk di toples diatas meja belajar Fabian.
"Sok ah, biasanya juga kita lebih." Ujar Reno sudah gila.
"Pake celana atau lo gue bunuh sekarang juga." Ancam Fabian dan Reno langusng berdecak, "Nggak seru si babi mah." Ujarnya dan langsung mengambil boxer nya diatas kursi lalu memakainya.
Fabian baru membuka mata saat Reno memberitahukan kalau dirinya sudah selesai memakai celana.
"Dasar orang gila, masuk kamar orang yang sopan malah pake celana dalem doang." Ujar Fabian lalu melihat Reno yang sudah berbaring di ranjang nya.
"Gue denger tadi katanya lo dicium sama Layla?" Tanya Reno dan Fabian langsung menoleh cepat kearah laki-laki itu.
"Darimana lo tau bi?" Tanya Fabian dan laki-laki babi itu hanya tertawa. "Ada lah." Ujarnya menyebalkan.
Mereka diam sebentar sampai akhirnya Reno membuka suara,
"Dia liat dong bi." Ujar Reno dan Fabian langsung terdiam, rasanya kepalanya kembali pecah dan rasa kesalnya kembali meluap.
"Ya mau nggak mau liat lah, gue aja pusing gimana mau jelasin ke dia. Tapi, gue sama dia nggak sedeket itu, jadi susah buat ngejelasin apa yang terjadi." Ujar Fabian dan Reno langsung duduk diatas ranjang.
Reno mendesis, "Hm, Kira-kira dia sekarang mandang lo kayak gimana ya?" Tanya nya sambil bergumam.
Fabian yang baru tersadar akan hal itu langsung kaku, benar apa kata Reno bagaimana pandangan gadis itu kepada Fabian?
"Makin jelek dah gue di mata dia bi." Ujar Fabian lalu langsung menutupi wajahnya malu.
Reno yang disana hanya terbahak, "Mampus lo bi, makan tuh cinta." Ujarnya lalu tertawa kencang membuat Fabian semakin malu dan ingin membakar dirinya sendiri.
***
"Ciee yang abis jalan sama Farel." Ledek Cindy ketika Ranty duduk di kantin kampus, Ranty hanya menggeleng dan tidak mau membahas laki-laki itu sekarang.
"Jadian nggak?" Tanya Amelia dan Ranty langsung menatap Amelia tajam. "Oke friendzone jadinya." Ujar Amelia langsung paham dan Ranty hanya bisa diam.
"Emang ya, susah kalau udah berurusan sama cinta mah." Ujar Layla dan yang lain langsung terbahak, kecuali Ranty yang hanya diam.
Rasanya hari dia dia tidak ada semangat untuk memulai aktivitas, ternyata patah hati membawa pengaruh besar di dalam hidupnya.
"Indri sini gue aja yang bawain." Mendengar nama itu membuat Ranty langsung menoleh dan melihat seorang gadis sangat cantik sedang berjalan mencari meja yang kosong.
Teman perempuan nya menawarkan bantuan kepada Indri dan gadis itu menggeleng, "Gausah, gue aja ya." Ujarnya lembut lalu tersenyum.
"Liat deh si Indri, cantik banget ya? Kagum deh sama dia, aura dia tuh anggun gitu lho." Ujar Cindy sambil menatap kagum Indri yang sekarang sudah duduk dan menikmati makanan nya dengan sangat anggun.
Ranty langsung ikut melihat Indri dan benar apa kata Cindy, gadis itu memang sangat cantik dan anggun, berbicara nya sangat halus dan dia yakin kalau sikap Indri juga sangat baik, tapi dia kesal! Kenapa harus Indri yang disukai Farel?
"Hm, gue duluan deh ya. Mau ada kelas soalnya." Ujar Ranty lalu langsung mengambil tas nya.
"Hati-hati Ran!" Ujar Amelia dan Ranty hanya tersenyum secukupnya lalu pergi.
Dia tidak mau berada di kantin lama-lama, nanti dia malah semakin panas karena adanya Indri disana.
"Ranty." Seseorang memanggilnya dan Ranty tau itu suara siapa.
Ranty menghentikan langkahnya dan melihat Farel yang sudah tersenyum manis kearahnya. "Nih susu." Ujar Farel sambil memberikan s**u cokelat kepada Ranty.
Gadis itu melihat s**u kotak yang ada di tangan Farel lalu langsung mengambilnya.
"Gimana? Udah berhasil deketin Indri?" Tanya Farel dan rasanya Ranty ingin melempar laki-laki itu dengan s**u cokelat ini.
Tapi, yang keluar sekarang hanya senyuman manis dari bibir Ranty, "Belum nih, belum ada waktu buat ngomong sampai Indri." Ujar Ranty dan Farel mengangguk.
"Kalau dapetin nomornya bisa?" Tanya Farel dan Ranty hanya bisa terdiam.
Ini bisa dibunuh nggak sih? Kenapa Farel jadi semakin tidak tau diri?
"Rel," Ranty memanggilnya.
"Ya ?"
"Kenapa lo nggak usaha sendiri aja? Lo yang mau pacaran sama dia kan? Masa gue sih Rel yang minta deketin gitu, kalau dia nggak nyaman gimana?" Tanya Ranty dan Farel langsung terdiam. Ya benar juga apa kata Ranty.
"Seharusnya lo berusaha kan Rel, masa lo jadi cowok mau enaknya aja, proses deketin nya juga harus lo yang lakuin sendiri dong. Masa lo nyuruh gue Rel." Ujar Ranty jadi sok bijak, entah apa yang ada di kepalanya.
Dia benci, tapi dia malah mendorong Farel untuk lebih dekat dengan Indri, bahkan membuka pikiran laki-laki tersebut.
Farel terdiam sesaat, berusaha mencerna apa kata-kata Ranty dan akhirnya tersenyum lebar.
Dia memegang kedua pundak Ranty, "Emang otak lo encer ya Ran." Ujar Farel lalu Ranty mendengus dan tertawa pelan.
Dia menarik nafasnya mantap, "Yak! Bener apa kata lo Ran, gue kudu berusaha sendiri, gue laki-laki nggak mau gue dicap pengecut sama Indri, gue harus bisa deketin dia." Ujar Farel penuh semangat.
Ranty yang melihat itu hanya tersenyum miris, ya miris bagi dirinya sendiri.
"Gue harus rencanain ini, gue harus bisa deketin Indri." Ujar Farel lagi semangat.
Ranty menghela nafas dan melepaskan kedua tangan Farel di pundaknya. "Udah ngocehnya? Mau sampai kapan lo diem disini terus ngomong doang gede?" Tanya Ranty dan laki-laki itu langsung terdiam.
"Iya, bener juga makasih ya Ran, lo emang sahabat gue yang paling baik." Ujar nya lalu kemudian mengacak pelan rambut Ranty dan pergi.
Ranty terdiam disana, dia hanya bisa tersenyum miris, kenapa dirinya menyedihkan seperti ini?
Ranty melihat Farel yang sudah berjalan jauh, ya sepertinya dia gagal lagi dalam urusan percintaan.
***
Fabian naik ke atas rooftop kampus sambil membawa gitar Reno, anak babi itu minta dititipkan sebentar. Kalau bukan gitar kesayangan Reno sudah daritadi Fabian membuangnya.
Hari ini pikiran nya kacau dan entah kenapa rasanya ingin loncat saja dari rooftop ini, tapi dia masih punya akal sehat dan tidak mungkin melakukan hal itu.
Fabian menyandarkan gitar Reno di tembok dan duduk di sampingnya. Rasanya sangat enak diatas rooftop, sepi tidak ada siapapun dan bisa menenangkan diri disana.
"Fabian! Ternyata kamu ada disini." Fabian langsung berdiri karena terkejut setelah mendengar suara Diana. Dia melihat gadis itu dari kejauhan.
"Kamu kenapa kesini?" Tanya Fabian dan gadis itu langsung berlari memeluk Fabian.
"Jangan tinggalin aku please, aku tau aku salah, tapi jangan tinggalin aku Fabian. Kita udah pacaran selama enam tahun, aku tau kamu marah makanya kamu duain aku." Ujar Diana sambil memeluk erat tubuh Fabian dan menangis disana.
Fabian yang terkejut karena gadis itu memeluk nya tiba-tiba langsung membalas pelukan gadis itu.
Bisa dibilang, Diana adalah mantan yang masih sangat dia sayang sampai saat ini, tapi dia tidak mau berhubungan dengan Diana lagi, entah apa alasanya.
"Kamu jangan tinggalin aku ya?" Diana melepas pelukan nya dan menatap Fabian.
Fabian hanya bisa menatap balik tanpa menjawab, dan itu membuat Diana langsung sedih.
"Fabian ya, kamu jangan tinggalin aku, aku sayang sama kamu." Ujarnya sedikit merengek dan kembali memeluk Fabian.
Laki-laki itu hanya terdiam, bingung mau menjawab apa karena dirinya pun tidak tau harus mengatakan apa.
"Fabian? Kok kamu diam aja?" Ujar Diana masih memeluk Fabian.
"Aku," Fabian membuka suara.
Diana langsung melepaskan pelukan mereka dan melihat Fabian dengan tatapan mata penuh dengan harapan.
Fabian menghela nafas.
"Aku nggak bisa." Ujar Fabian pelan.
Diana langsung terlihat agak sedikit kesal, dia berjalan menjauh menuju ke pinggir rooftop dimana disana ada banyak sekali kain putih yang sedang dijemur.
Fabian mengikuti diana yang dibalik kain putih itu, "Ya, nyatanya aku nggak bisa." Ujar Fabian.
"Siapa sih yang kamu harapin? Siapa yang kamu tunggu?" Tanya Diana ketika laki-laki itu sudah ada di hadapan nya.
"Nggak ada Dee, nggak ada yang aku tunggu." Ujar Fabian mencoba menjelaskan.
"Terus kenapa kamu nggak mau nerima aku masuk lagi ke dalam hidup kamu? Yan! Aku tuh masih sayang sama kamu, kamu ngerti nggak sih?" Tanya Diana sedikit membentak dan Fabian langsung terdiam.
"Dee, bukan itu maksud ku, kamu tau kan aku itu nggak lagi nunggu seseorang." Ujar Fabian mencoba menjelaskan lagi.
"Oke, buat aku percaya sama kamu." Ujar Diana dan Fabian langsung diam.
"Maksud kamu?"
"Buat aku percaya sama kamu, kalau kamu nggak lagi nunggu seseorang, kamu sayang kan sama aku Yan, aku tau di dalam hati kamu, kamu masih punya perasaan sama aku." Ujar Diana dan Fabian tidak bisa membantah itu, dia memang masih menyayangi Diana, sangat.
Dia sendiri bingung, kenapa Tuhan menciptakan hatinya seperti ini, yang mampu menyayangi atau mecintai beberapa orang sekaligus.
"Iya." Jawab Fabian pelan.
Diana tersenyum, "Kalau gitu buktiin." Ujar Diana dan Fabian langsung terdiam heran.
"Buktiin gimana?"
"Cium aku!"
"Hah?"
Fabian terdiam, apa maksud dari Diana? Mencium gadis itu?
"Maksud kamu?"
Diana berdecak lalu mendekatkan tubuhnya kepada Fabian. "Cium aku kalau kamu beneran nggak ada yang lain!" Ujar Diana dan Fabian langsung terdiam.
"Tuh kan kamu mah nggak pe-hmmp." Ucapan Diana terpotong karena tiba-tiba Fabian langsung menyambar bibirnya.
Dalam hati Diana senang, dengan pelan dia membalas ciuman Fabian dan akhirnya mereka terlibat dalam ciuman panas disana.
***
Ranty naik ke atas tangga, dia menaiki dia anak tangga sekaligus agar cepat sampai di atas rooftop kampus, melihat Indri tadi rasanya darahnya langsung mendidih karena marah.
Ranty membuka pintu rooftop pelan, dia langsung bisa melihat langit yang berwarna biru cerah membuat hati gadis itu seketika menjadi tenang.
Dia berjalan sampai di balkon, dan menghirup udara sebanyak-banyaknya.
Rasanya hatinya sangat tenang, karena ketika melihat langit semua yang ada dipikirkan nya seakan hilang.
Ranty menunduk ke bawah dan terkejut saat melihat ada sebuah gitar yang bersender di dinding.
Gitar siapa? Apa pemilik nya meninggalkan gitar itu disini?
Ranty mengedarkan pandangan nya dan melihat ada orang di balik kain putih yang sedang di jemur disana. Dengan perlahan Ranty mendekati kain putih itu.
Dia berdiri tepat di hadapan kain putih itu, jadi mereka hanya dihalangi oleh kain putih itu.
"Hmmmh." Ranty mendengar suara aneh, dia terdiam.
Hingga, tiba-tiba angin bertiup sangat kencang dan kain putih yang menjadi penghalang itu terbang.
Dengan mata kepala nya sendiri Ranty melihat Fabian dengan seorang gadis sedang berciuman panas disana.
Mereka masih tidak menyadari bahwa Ranty melihat perbuatan mereka dan asik dengan aksi mereka. Ranty mundur perlahan, karena ini saat yang tepat bagi dia kabur.
Namun, sialnya gitar yang disandar di dinding tidak sengaja tersenggol dan akhirnya terjatuh dan membuat suara cukup keras.
Mereka berdua langsung melepas pautan bibir mereka masing-masing dan melihat kearah Ranty yang sekarang hanya bisa melongo seperti orang bodoh.
Fabian membulatkan matanya lebar-lebar, sedangkan Diana menatap Ranty sebal.
"Maaf, nggak ada niatan menganggu kalian, saya permisi." Ujar Ranty gemetar lalu berusaha mendirikan gitar yang tadi jatuh lalu pergi dari rooftop meninggalkan Fabian dan Diana disana.
"Ganggu kita aja ya." Ujar Diana dan Fabian hanya terdiam, lemas rasanya tertangkap basah seperti itu.
"Aku pergi duluan." Ujar Fabian cepat dan langsung menyambar gitar itu dan pergi dari rooftop.