Fabian langsung turun terburu-buru dari rooftop, dia sama sekali tidak mau gadis itu salah paham kepadanya. Fabian melihat Ranty yang sudah turun tangga dan dia berhenti untuk terus menuruni anak tangga tersebut.
Dia menghela nafas panjang dan berhenti mengejar Ranty, lagipula untuk apa dia mengejar Ranty? Memangnya dia siapa dan harus memberi penjelasan kepada Ranty?
"Sayang, kamu kok?" Diana muncul dari atas dan memegang pundak Fabian.
Fabian hanya melihat gadis itu dan tersenyum kecil, "Seharusnya kita nggak pernah ketemu lagi." Gumam Fabian lalu langsung pergi.
Diana yang ditinggalkan hanya terdiam sambil keheranan, apa maksud Fabian? Dan, untuk apa laki-laki itu mencium dirinya di atas sana?
***
Ranty mengatur nafasnya yang memburu karena harus menuruni beberapa anak tangga dengan terburu-buru.
Ranty terdiam, masih sedikit syok melihat orang berciuman secara panas itu dengan mata kepala nya sendiri. Ini pertama kali baginya dan melihat seseorang agresif seperti tadi.
Gadis itu langsung pergi menjauh dari tangga dan pergi ke kelasnya.
Ranty melihat semua sahabat nya sudah berkumpul di depan kelas dan Layla yang memangku laptop berwarna biru muda dengan stiker oppa Korea yang sudah dipastikan milik Cindy.
"Abis darimana? Tadi katanya mau ke kelas tapi kok pas di kelas lo nya nggak ada?" Tanya Amelia dan Ranty hanya terdiam.
Tatapan nya melihat Layla yang masih sibuk mengutak-atik laptop Cindy, Ranty hanya bisa menatap nya sendu. Dia benar-benar merasa kasihan kepada sahabatnya itu, setelah melihat apa yang Fabian lakukan di rooftop tadi malah jadi dia yang ikut sakit.
Bagaimana kalau Layla lihat?
Apalagi Diana kan cewek popular yang terkenal karena keseksian dirinya, dan Ranty tidak mau sampai Layla melihat apa yang dia lihat hari ini di rooftop kampus.
"Ranty? Hey babe." Amelia berdiri lalu menatap Ranty yang masih terdiam melamun.
Layla mengangkat kepalanya dan melihat Ranty yang sedang menatapnya.
"Ranty!" Amelia menggoyangkan tubuh Ranty dan gadis itu melihat Amelia dengan tatapan lemas. Dan kemudian tubuhnya ambruk.
"Ranty! Yaampun kok nih anak pingsan!" Ujar Amelia dan sahabat-sahabat nya langsung membantu Ranty.
"Farel! Farel tolong!" Cindy berhasil menemukan Farel yang kebetulan lewat.
Farel yang dipanggil langsung berlari menghampiri mereka dan terkejut melihat Ranty yang sudah terbaring. "Kenapa?" Tanya Farel.
"Pingsan! Cepetan bawa ke ruang kesehatan!" Ujar Cindy panik dan dengan cepat Farel langsung menggendong tubuh Ranty dan langsung berlari menuju ruang kesehatan.
Fabian yang sedang berjalan di sekitaran kampus langsung terhenti saat melihat Amelia, Cindy dan Layla serta Farel sedang berlarian sambil panik.
Ada apa?
Mereka semua berlari melewati Fabian, dengan sangat jelas dia bisa melihat seseorang yang digendong oleh Farel.
Ranty.
Gadis itu pingsan dan Farel langsung berlari secepat kilat layaknya Ranty kritis.
Fabian ikut panik, kenapa Ranty bisa pingsan? Dia ingin ikut, tapi tidak ada hak untuk ikut kesana dan juga karena Layla dia tidak bisa terlalu dekat dengan gadis itu.
Fabian hanya bisa menatap kepergian mereka dengan tatapan sedih, andai dia bisa menemani Ranty dan ada di posisi Farel. Dia berharap Ranty bisa sembuh dan tidak kenapa-kenapa.
***
"Dia kenapa?" Tanya Farel panik kepada dokter yang sudah siap siaga berada di ruang kesehatan kampus.
"Cuma kecapean aja, mungkin dia selama ini banyak pikiran dan fisik nya juga lemah. Jadinya ya pas dia udah nggak kuat ambruk deh." Ujar dokter Billa menjelaskan nya dan Farel menghela nafas lega.
"Syukurlah, makasih ya kak." Ujar Farel dan dokter Billa hanya tersenyum, "Ya biarkan dia istirahat disini dulu ya Farel." Ujar dokter Billa lalu Farel mengangguk.
Farel melihat ketiga sahabat Ranty yang sudah panik, "Nggak apa-apa, yuk balik ke kelas masing-masing. Biarin Ranty disini dia perlu istirahat." Ujar Farel dan ketiga sahabat nya itu mengangguk.
"Tolong jagain dia ya kak." Ujar Amelia dan dokter Billa mengacungkan ibu jarinya.
Farel bersama teman-teman nya keluar dari ruang kesehatan, sebelum dia menutup pintu ruang kesehatan dia melihat Ranty yang berbaring disana.
"Sebenarnya, apa yang lo pikirin Ran?" Gumam Farel lalu menutup pintu ruang kesehatan rapat-rapat.
***
Fabian jalan menuju ruang kesehatan dan sampai disana. Dia membuka pintu ruang kesehatan dan melihat tidak ada dokter Billa disana.
Fabian masuk ke dalam dan melihat ada Ranty yang sedang berbaring disana. Fabian berdecak, kemana Dokter Billa? Kalau ada orang jahat dan berlaku yang tidak tidak kepada Ranty bagaimana?
Fabian menarik kursi dan duduk di sebelah ranjang Ranty. Dia melihat gadis itu yang belum sadar dari pingsan nya.
Wajahnya yang cantik, membuat Fabian merasa sangat tenang saat melihat Ranty yang sedang memejamkan matanya. Rasanya, dia tidak salah menyukai orang.
Fabian mengambil satu earphone nya saat musik kesukaan nya terputar, lagi dari Carpenters yang berjudul Close To You terputar, dan dia langsung memakaikan satu earphone itu kepada Ranty.
Satu earphone lagi dipakainya sendiri.
Lagu terputar dengan sangat tenang, Fabian yang mendengarkan itu setiap harinya merasa sangat senang, dan dia harap Ranty juga ikut senang dan tenang mendengar lagu itu.
Ranty tersadar perlahan dan langsung mendengarkan lagu yang sangat dia cari selama ini, Ranty terdiam. Matanya belum terbuka dengan sempurna dan dirinya masih setengah sadar tapi lagu itu terdengar jelas.
Siapa?
Siapa yang memberikan nya lagu ini?
Lagu yang telah lama hilang dari ingatan nya? Siapa? Siapa yang membawa kenangan itu kembali?
Ranty membuka matanya samar-samar. Dia ingin tau, dia ingin lihat siapa yang memberikan nya lagu ini, karena dia rindu orang yang memberikan lagu ini waktu dia kecil, dan dia lupa orang itu.
Ranty ingin menangis rasanya namun matanya masih terasa sangat berat. Dia tidak bisa membuka mata cepat dan melihat siapa yang datang kesini.
Fabian melepas earphone nya kembali dan melihat bahwa dia sudah dikirimkan pesan oleh dosen nya.
Lagu itu behenti terputar, seseorang mematikan nya. Ranty terdiam, jangan dimatikan lagu itu, tolong tetap terputar.
Ranty menoleh ke samping, melihat bayangan seseorang pria yang sedang merapikan jaketnya lalu langsung pergi keluar ruang kesehatan.
Tolong jangan pergi.
Ranty masih melihat kearah pintu yang sudah tidak ada orang dan tertutup rapat, hingga beberapa menit kemudian pintu kembali terbuka, dokter Billa masuk dan langsung terkejut melihat Ranty yang sudah sadar.
"Ranty, kamu sudah sadar?" Ujar dokter Billa dan langsung menghampiri Ranty.
Gadis itu hanya terdiam, "Siapa?" Tanya nya dengan suara serak.
"Apa? Apa yang siapa?" Tanya dokter Billa heran.
"Laki-laki tadi." Ujar Ranty dan dokter Billa hanya terdiam, tidak ada yang datang dan kenapa Ranty bilang ada laki-laki.
"Mungkin kamu berhalusinasi karena baru aja siuman. Yuk, habis ini kamu minum obat, makan lalu kembali ke kelas ya." Ujar dokter Billa dan Ranty hanya terdiam.
Dia menatap ke langit-langit. Siapa laki-laki itu?
***
Ranty keluar dari ruang kesehatan dan melihat semua teman-teman nya sudah menyambut gadis itu, Ranty melihat Amelia yang langsung memeluk Ranty ketika gadis itu keluar.
"Gue pikir lo kenapa kenapa soalnya lo pingsan tepat di depan mata gue, lo tau kan? Gue tuh bener-bener kaget banget." Ujar Amelia bahkan terdengar ingin menangis.
"Sekarang udah sehat kan Ran?" Tanya Layla dan Ranty langsung tersenyum dan mengangguk.
"Kecapean aja gue." Ujar Ranty dan Layla ikut tersenyum lega karena sahabatnya baik-baik aja.
Cindy mendekat ke arah Ranty, "Lo tau nggak?" Tanya Cindy dan Ranty langsung melihat gadis itu.
"Apa?" Tanya nya dan Cindy langsung terkekeh.
"Farel panik banget pas lo pingsan tadi, gila udah kayak nolongin tuan putri yang lagi sekarat gara-gara keracunan apel." Ujar Cindy lalu terkekeh dan Ranty hanya bisa tertawa kecil.
Masa iya Farel sampai segitunya?
"Dan dia berkali-kali kayak ngunjungin lo terus, kayak kau tau keadaan lo Ran, sering banget dia bulak balik pas lo masih belum sadar." Kompor Amelia dan langsung membuat Ranty terdiam.
"Farel? Sering ke ruang kesehatan?" Tanya nya dan ketiga sahabatnya mengangguk.
"Dia kayaknya panik dan khawatir banget." Ujar Layla dan Ranty langsung terdiam seribu bahasa.
Kalau hanya Farel yang mengunjungi nya pas dia di ruang kesehatan tadi berarti tak lain dan tak bukan laki-laki yang datang dan memberikan nya sebuah lagu itu adalah Farel.
"Kalian serius? Nggak ada lagi selain Farel yang dateng ke ruang kesehatan pas gue pingsan?" Tanya nya masih mau menolak kalau bukan Farel yang melakukan ini.
Dia tidak mau jatuh ke dalam perasaan Farel terlalu jauh.
Cindy berdecak, "Ya siapa lagi sih cowok yang deket sama lo kalau bukan Farel? Ya pasti dia doang lah, kecuali lo banyak yang sukain. Lah lo aja nggak buka diri ke orang gimana mau ada gebetan, satu-satunya cowok yang deket banget sama lo disini ya cuma si Farel." Ujar Cindy dan Ranty langsung mengangguk setuju.
Dia hanya dekat dengan Farel disini, dan sangat tidak mungkin ada orang yang masuk kecuali Farel dan memberikan nya lagu itu.
"Farel dimana sekarang?" Tanya Ranty.
"Lagi ada kelas, lebih baik sekarang kita makan yuk, gue udah laper banget nih." Ujar Layla dan langsung menarik tangan Ranty pergi menuju kantin.
Amelia dan Cindy tertawa lalu langsung mengikuti mereka dari belakang.
***
"Terimakasih ya Fabian, sekarang kamu silahkan kerjakan aktivitasmu yang lain." Ujar Pak Jaka dan Fabian hanya tersenyum lalu menunduk sopan saat Pak Jaka pergi.
Fabian melihat ponselnya sudah penuh dengan spam chat dari Reno yang lapar minta makan. Heran, anak itu kan udah besar, kenapa masih minta makan dengan dirinya. Memang Fabian ibunya.
"Ayoo Ranty!!!" Lengkingan suara Layla terdengar sambil meneriaki nama Ranty, sontak membuat Fabian langsung melihat kearah suara.
Dia melihat Layla yang sedang menarik tangan Ranty paksa, dia melihat gadis itu masih sedikit pucat.
Fabian terus memperhatikan Ranty hingga akhirnya gadis itu menghilang di balik tembok.
Fabian menghela nafas lega.
Syukurlah Ranty sudah membaik dan dia sangat-sangat lega akan itu. Melihat Ranty setidaknya tersenyum kecil itu sudah membuat dirinya lega.
Saat melamun dia menerima panggilan masuk dari Reno, dengan cepat Fabian menjawab telepon dari Reno. "Gue mau ketemuan!" Ujar Fabian langsung dan Reno menyebutkan tempat dimana mereka biasa berkumpul.
Tanpa basa-basi Fabian langsung pergi kesana.
***
"HAH!" Reno hampir saja tersedak es batu saat Fabian bilang kalau dirinya kepergok sedang ciuman panas di rooftop bersama Diana, dan yang memergoki nya adalah Ranty.
"Pelan-pelan kunyuk!" Omel Fabian lalu langsung mencubit tangan Reno kencang, tidak peduli dengan teriakan laki-laki itu.
"Wah!" Kini Reno menahan tawa, Fabian seharusnya tidak cerita kepada laki-laki ember macam Reno. Dia menyesal sudah jujur dan numpang cerita dengan sahabat setan nya ini.
"Apa?" Tanya Fabian kesal.
"Lo lagian ciuman nggak tau tempat, aturan mah lo check in tuh hotel sekalian. Eh ni malah di rooftop, ya semua mahasiswa bisa ke sana, lo nya aja yang bego bi!" Ujar Reno lalu tertawa sekencang-kencangnya.
Fabian hanya meratapi kebodohan nya itu, apalagi dirinya yang mulai mencium Diana terlebih dahulu.
"Tapi, lo suka sama Diana?" Tanya Reno pada akhirnya bisa serius.
"Hah?"
"Lo suka sama Diana? Masih ada rasa?" Tanya nya dan Fabian terdiam.
"Enggak, gila aja lo gue masih suka sama Diana, mau ditaruh dimana buka gue? Gue dulu udah dikhianatin sama dia, kok jadi gue yang keliatan sedih." Ujar Fabian lalu tertawa pelan.
Reno meneguk es kopi nya sampai habis dan melihat Fabian, "Terus kenapa lo cium duluan?"
Fabian langsung terdiam, seperti ada pisau yang menancap dan dia baru sadar akan hal itu, kenapa dia mau mencium Diana yang bahkan hatinya masih bimbang.
"Nah, bego kan?" Dugaan Reno benar kalau Fabian memang bodohnya sampai ke tukang belakang.
"Dengan begini, lo ngasih harapan lagi ke si Diana bego, lo tuh nyadar nggak si? Sikap lo yang terlalu baik ke cewek buat cewek jadi salah paham, sekarang liat si Diana jadi ngerasa lo suka lagi sama dia kan? Bego banget sih, jadi manusia yaampun lo temen gue bukan si anjir? Kenapa sih jadi kayak gini? Lo tuh kalau mau bertindak mikir dulu bego!" Omel Reno dan Fabian hanya melihatnya seperti orang dungu.
"Ren,"
"Hm?"
"Gimana caranya biar Ranty nggak salah paham sama gue? Gue nggak mau pandangan gue di dia jadi aneh aneh." Ujar Fabian dan Reno langsung terkekeh.
"Liat lo ciuman kayak gitu mah orang mana nggak mikir sehat sih? Lo pasti udah kotor di mata dia Bi, bener deh gue." Ujar Reno dan Fabian semakin takut dibuatnya.
Babi satu ini, bukanya cari solusi malah semakin nakut-nakutin.
"Gue harus gimana! Saran kek bego, lo malah nakut nakutin gue, gimana kalau dia jadi mandang gue aneh?" Tanya Fabian dan Reno kembali berpikir.
"Gue ada ide." Ujar Reno dan Fabian langsung terdiam, tertarik dengan ide dari Reno.
"Apa?"
Reno mendekatkan dirinya kepada Fabian dan langsung membisikkan satu ide kepada Fabian.
"Kenapa lo nggak deketin dan tembak Ranty aja?" Bisiknya dan Fabian langsung terdiam.
Ide yang paling gila yang pernah Fabian bayangkan.