Another You 1
Hello... Welcome to ‘Another You’, lovely to see you all. I hope you guys loved and enjoy it! And i wish you can tap ‘LOVE’ on this story, thx. X- author DM2112
Happy Reading. . .
***
London, Inggris.
~
Aku memacu mobilku dengan kecepatan tinggi berharap bisa menyalurkan rasa amarahku.
"Nick, turunkan kecepatannya!"
Aku tidak mendengarkan ucapan wanita yang duduk di sampingku. Alexa Cara, wanita yang sudah aku persunting semenjak 5 tahun yang lalu.
"Nick! Kau mendengarku, bukan?"
Dan malam ini adalah tepat hari anniversary pernikahan kami. Dimana hari yang seharusnya menjadi malam kebahagiaan kami, namun langsung dihancurkan oleh rasa keputusasaan Alexa yang sangat tidak aku sukai.
"Stop! Lex, kau sudah menghancurkan makan malam kita. Kau menghancurkan malam anniversary kita. Kau menghancutkannya dengan semua omong kosongmu itu. Apakah kau tidak sadar dengan semua itu?”
"Kau tidak mengerti, Nick. Jika kita menggunakan ibu pengganti, aku memiliki harapan, Nick. Bukannya hanya aku, tetapi kita."
"Kita sudah lama bersama, Lex. Kenapa baru sekarang kau meributkan hal ini? Dan lima tahun itu baru sebentar. Masih banyak di luar sana pasangan yang masih lebih lama dari usia pernikahan kita dan belum memiliki anak."
"Tetapi aku sudah tidak kuat mendengar teman-temanku yang selalu berbagi cerita tentang anak-anak mereka."
"Kalau begitu jangan berteman dengan mereka. Mudah, bukan?"
"Kau tidak mengerti, Nick. Aku yang merasakan semua sindirian mereka, dan itu sangat menyakitkan."
"Just wait, Lexi! Apakah kau tidak ingin menunggu sampai kau bisa mengandung?"
Aku bisa mendengar suara tangisan yang diredam olehnya. Aku tidak akan semarah ini jika Alexa tidak terus menerus menyinggung tentang ibu pengganti karena di-5 tahun pernikahan kami, ia juga belum mengandung anak. Tetapi aku yakin suatu saat nanti Alexa akan mengandung dan kami akan memiliki seorang anak.
Tetapi terkadang ia yang tidak mengerti dengan masalah waktu dan hal akan sebuah kesabaran, sehingga membuatnya menjadi terlihat sedikit egois seperti ini.
"Aku membutuhkan dukunganmu, Nick. Aku ha-"
"Shut the f*cked up, Lex! Aku tidak..."
Dengan secepat kilat, ucapanku pun langsung tergantikan dengan teriakan Alexa dan aku bisa merasakan mobil yang sedang aku kendarai ini terguling. Airbag yang menggembung pun tidak berarti karena aku bisa merasakan kencangnya kepalaku yang terbentur pada bagian bagian mobil lainnya. Serpihan pecahan kaca juga bisa aku rasakan yang menyayat wajahku.
Telingaku begitu berdengung dan pandanganku juga sudah mulai kabur. Tapi aku berusaha untuk keluar dari mobil yang aku yakini pasti sudah tidak terbentuk. Dengan merangkak, aku keluar dari celah yang aku sendiri tidak tahu melalui bagian mana.
Setelah tanganku menyentuh aspal jalanan, aku memaksa tubuhku untuk sepenuhnya bisa keluar dari dalam mobil. Aku memegangi kepalaku yang terasa sakit sekali ketika sudah berhasil keluar dari dalam mobil.
"Lex... Lexi..." Panggilku sambil berusaha memperjelas penglihatanku. "Lexi, kau mendengarku bukan?"
Ingin sekali rasanya aku berdiri, namun aku tidak bisa merasakan kedua kakiku. Rasa panik semakin aku rasakan disaat Alexa tidak menjawabku dan aku juga mulai mencium bau bahan bakar yang bocor.
"Lexi, kau mendengarku bukan? Kau harus keluar sekarang juga, Lexi!"
Aku tidak bisa membantu Alexa dengan kedua kakiku yang tidak bisa aku rasakan. Dan aku juga tidak bisa melihat keberadaanya dari luar sini karena tertutup oleh bagian bawah mobil yang kini sudah berada di atas.
"Sh*t! Lexi, kau harus keluar dari sana!"
Ucapanku terasa sia-sia disaat aku melihat api kecil yang mulai menyala. Aku memaksa kedua kakiku untuk bergerak. Aku ingin menyelamatkan istriku yang terjebak di dalam sana, tetapi aku tidak bisa. Api kecil yang kini sudah membesar tetap tidak bisa menjadi pemicu agar kakiku bisa digerakkan juga.
"Lexi, kau harus keluar dari sana sekarang juga sayang! Alexa!"
Tepat disaat terakhir kali aku memanggil namanya, api itu langsung membesar dan mulai membakar badan mobil. Aku menutupi bagian wajahku yang sedikit terkena panasnya uap api dengan lenganku.
Air mataku langsung menetes disaat aku tidak bisa berbuat apa-apa. Alexa masih berada di dalam mobil yang sudah terbakar itu, namun aku tidak bisa menyelamatkannya.
Dengan rasa sakit kepala yang aku rasakan, aku tetap berusaha membuka mataku untuk melihat setiap kejadian bagaimana api itu semakin melalap habis mobilku.
"Maafkan aku, Lexi. Maafkan aku," ucapku dengan begitu menyesal.
Air mataku semakin menetes bersamaan dengan kondisi lemah yang aku rasakan. Mataku yang sedang menyaksikan besarnya kobaran api di hadapanku pun mulai terpejam. Dan suara sirine yang datang dari kejauhan menjadi hal terakhir yang aku dengar sebelum aku menyambut ketidaksadaranku.
***
Sakit. Itulah yang aku rasakan ketika aku merasa kesadaran. Aku merasakan sakit yang teramat sangat di sekujur tubuhku. Cahaya yang cukup tajam langsung masuk saat aku membuka mataku. Suara pendeteksi detak jantung juga menyambut indera pendengaranku.
"Hey, man. Kau terlihat... tidak begitu buruk."
Aku sedikit tersenyum ketika mendengar suara Liam yang berada di kursi di sebelah ranjang dimana aku terbaring. Liam Blake, ya kami Blake bersaudara. Usia kami hanya terpaut satu tahun, maka dari itu kami lebih seperti menjadi anak kembar dari pada kakak beradik.
"Lee, kau sudah mendapat informasi dari kepolisian bagaimana kecelakaan ini bisa terjadi, bukan?" tanyaku kepada Liam.
"Kita tidak perlu membahas hal itu, okay?"
"Tidak. Aku ingin mengetahuinya. Aku merasakan setiap kejadian itu, tetapi aku tidak tahu bagaimana hal itu bisa terjadi. Ceritakanlah."
"Kau yakin?"
"Ya."
"Kau melanggar lalu lintas, Nick. Kecepatanmu di atas rata-rata dan kau menerobos lampu merah. Dan ketika kau melewati persimpangan lampu merah, ada sebuah bis yang sedang melaju dengan kencang juga dari arah kananmu. Dan bis yang tidak sempat mengerem karena mobil kau sudah berada di depannya, membuat kecelakaan tersebut tidak bisa dihindari lagi. Mobil kau pun langsung tertabrak dan setelah itu, mungkin kau sudah tahu kelanjutannya. Hal yang sangat beruntung karena saat itu jalanan sedang dalam keadaan sepi, jadi tidak ada korban lain selain mobil kau yang hancur karena terguling dan bagian depan bis yang hanya sedikit rusak.”
"Sudah berapa hari aku berada di sini?"
"Satu Minggu. Keadaanmu setelah kecelakaan begitu kritis, Nick. Dan... aku ikut bersedih atas kepergian Alexa."
"Sh*t! Aku sungguh menyesal, Lee."
Rasa penyesalan kembali aku rasakan ketika mengingat Alexa. Jika saja aku tidak bodoh, pasti kecelakaan ini tidak akan terjadi dan aku tidak akan kehilangan Alexa.
"Hey, sudahlah. Ini murni kecelakaan, dan kau juga pasti tidak menginginkan hal ini terjadi, bukan?"
"Aku melihatnya, Lee. Aku melihat api itu membakar mobilku dengan Alexa ada di dalamnya."
"Nick, kau harus merelakan kejadian ini okay? Aku yakin Alexa juga sudah bahagia di sana."
"Ya. Jika aku tidak bodoh dan ingin mendengarkan keinginannya, pasti kejadian ini tidak akan terjadi dan Alexa akan bahagia bersamaku."
"Nick, stop! Please, kau harus terima semua ini."
Disaat aku sedang menyesali kebodohanku, aku pun baru tersadar jika aku tidak bisa merasakan separuh tubuh bagian bawahku. Aku tidak merasakan apa-apa dari pinggul hingga ujung kakiku. Hal yang sama ketika kecelakaan itu baru terjadi.
"Lee, aku tidak bisa merasakan kakiku." Ucapku yang mulai panik.
"Hey, tenang dulu okay?"
"Bagaimana aku bisa tenang jika aku tidak bisa merasakan kedua kakiku?"
"Aku akan memanggilkan dokter. Please, calm down Nick."
Setelah Liam keluar dari kamar ini, aku berusaha untuk mendudukkan diriku yang terasa begitu sulit. Hal yang aku paksakan ini justru membuat kepalaku menjadi sakit. Tidak lama kemudian, Liam kembali datang bersama dengan seorang dokter pria di belakangnya.
"Selamat siang, tuan Blake. Bagaimana kondisi anda?" tanya dokter itu sambil memeriksa denyut nadi di tanganku.
"Saya tidak bisa merasakan separuh tubuh saya. Dari pinggul sampai ujung kaki saya mati rasa."
"Saya minta anda bisa sedikit tenang, tuan. Saya akan menjelaskan kenapa anda bisa seperti ini. Saya mendapat informasi jika pada saat kecelakaan mobil yang anda kendarai terbalik hingga mengalami kerusakan yang sangat parah. Dan mungkin pada saat kejadian, kepala anda mengalami benturan. Benturan yang menjadikan anda mendapat trauma di bagian kepala dan membuat anda mengalami cedera tulang belakang. Dengan berat hati saya harus menyampikan jika anda mengalami kelumpuhan paralisis, tuan Blake."
"Sa-saya lumpuh?"
"Tetapi ini hanya sementara, tuan. Anda bisa menjalani therapy untuk menyembuhkan cedera yang anda alami. Dengan bantuan mengkonsumsi obat, menjalankan therapy dengan rutin, anda bisa kembali normal lagi tuan. Saya..."
Aku tidak ingin mendengarkan lagi apa yang dokter itu katakan. Aku pantas mendapatkannya. Aku pantas mendapatkannya karena aku tidak bisa menolong Alexa. Aku tidak bisa menyelamatkan istriku yang terjebak di dalam kobaran api itu.
Ini adalah balasan yang pantas aku dapatkan, disaat aku tidak ingin mendengarkan keinginan istriku. Aku pantas menjadi pria lemah dan lumpuh, karena aku tidak bisa menjadi suami yang pantas untuknya.
***
Aku menatap foto pernikahanku bersama Alexa dengan pandangan kosong. Sudah 2 Minggu aku berada di rumah sakit dan keadaanku mulai membaik. Dokter juga sudah memperbolehkanku untuk pulang dan menjalankan pemulihan di rumah. Dan saat inilah, aku berada di dalam kamarku dan Alexa dengan duduk di kursi roda. Aku menatap wajah bahagia Alexa di dalam foto pernikahan kami dengan senyuman kecil. Aku tidak menyangka jika perdebatan terakhir kami kemarin, adalah percakapan terakhirku dengannya.
“Nick, kapan kau akan keluar dari kamarmu?” tanya Liam yang aku lihat baru masuk ke dalam kamar ini.
“Entahlah. Rasanya aku sudah tidak ingin melanjutkan hidupku lagi.”
“C’mon, man. Kau harus bangkit. Di sana Alexa pasti akan sangat marah jika kau seperti ini.”
“Apa yang harus aku lakukan lagi disaat aku sudah tidak berguna seperti ini? Dan jangan pernah membawa-bawa Alexa lagi.”
“Jangan bicara seperti ini. Nick. Apa kau tega dengan perusahaan yang sudah sisah payah kita bangun. Aku membutuhkanmu dan banyak orang yang menggantungkan hidupnya dengan kita.”
“Kau bisa mengendalikannya sendiri.”
“Tetapi kau pemimpinnya, Nick. Bagaimana sebuah perusaan berjalan jika tidak ada pemimpin yang memimpin anak buahnya? Aku tidak berdiri sendiri.”
“Kalau begitu kau saja yang menjadi pemimpinnya. Kau sama ahlinya denganku ketika berada di depan client, bahkan kau lebih cerdas dariku. Kau memiliki tubuh dan fisik yang sempurna. Kemampuanmu berada di atasku. Lee. Jadi, dimana kata ‘kau tidak bisa berdiri semdiri’, jika kau saja sudah melampauiku?”
“Kau merendahkan dirimu sendiri dan itu juga salah satu sifat yang Alexa tidak sukai.”
“Aku ingin sendirian.”
“Nick, ka-“
“Aku ingin sendirian, Liam! Keluar dari sini sekarang.”
“Kau tidak me-“
“Get out! NOW!”
Aku mengusap wajahku dengan kasar bersamaan dengan tertutupnya pintu kamar dengan sedikit dibanting oleh Liam. Aku tahu Liam hanya ingin membantuku untuk bangkit dari keterpurukan yang sedang aku alami ini. Tetapi kehilangan seseorang yang sangat aku cintai di dalam hidupku untuk selama-lamanya itu sama sekali tidaklah mudah.
***
To be continued . . .