Happy Reading . . .
***
Satu tahun berlalu, kecelakaan dimana dengan bodohnya aku membuat istriku menjadi celaka hingga membuatnya meninggal. Dan dalam satu tahun ini juga, aku hanya berdiam diri di dalam kamar, menyesali apa yang sudah aku perbuat. Aku kehilangan Alexa, wanita yang sudah menemaniku sejak 10 tahun lamanya. Ia adalah wanita yang sudah mendukungku dari aku belum menjadi apa-apa, hingga aku sudah bisa mendirikan perusahaan real estate dan properti terbesar di Inggris. Melupakannya adalah cara tersulit di dalam hidupku. Bagiku Alexa tidak akan tergantikan dan tidak ada yang menggantikan di dalam hatiku.
Aku menengokkan kepala ke pintu disaat aku mendengar suara ketukan pintu di luar sana. Sudah ke sekian kalinya Liam mengetuk pintu, namun sekalipun tidak aku hiraukan. Aku hanya sedang tidak ingin berdebat dengan siapapun. Tetapi ketika aku sedang melanjutkan kegiatan melamunku, tiba-tiba saja aku dikejutkan dengan suara kencangnya pintu yang sedang dipaksa dibuka dari luar. Dengan cepat aku pun menjalankan kursi rodaku dengan kedua tanganku menghampiri pintu.
“What the f*ck, Lee?” protesku setelah aku membukakan pintu dengan wajah penuh amarah.
“Kita ke kantor sekarang.”
“Aku tidak mau.”
“Kau harus!”
“Pergilah, Liam. Aku tidak ingin terlibat lagi dengan dunia luar. Duniaku ada di sini, bersama Alexa.”
“F*ck off, Nick. Ini sudah 1 tahun berlalu dan kau juga masih tidak ingin bangkit? Perusahaan kita sudah failed. Kau tidak ingin membantuku yang sedang berjuang seorang diri ini? Apa kau tidak kasihan denganku. Hari ini kita ada meeting dengan satu-satunya investor yang masih bertahan. Mereka adalah harapan kita, Nick. Dan kau harus membantuku meyakinkan mereka agar mereka tidak mencabut investasi mereka di perusaan kita. C’mon, Nick. I need you. Just be a man. Kau boleh putus asa karena kondisimu ini, tetapi jangan menjadi pecundang, okay? Kau bukan Nick yang aku kenal. Nick yang aku kenal adalah saudaraku yang tidak pernah kenal.dengan kata ‘putus asa’.”
“Aku ingin mengganti pakaianku dulu. Tunggulah di mobil.”
“I love you, man.”
Dengan tersenyum melihat kebahagiaan Liam itu, aku menutup pintu kamar untuk mengganti pakaian. Liam benar, mengenal keputusasaan sama sekali bukanlah diriku. Aku harus menjalani.hidupku kembali. Tetapi apakah aku bisa tanpamu di sisiku, Lexi?
Setelah 1 tahun aku mengurung diri dan sekalinya aku kembali ke kantor, kepalaku langsung dibuat pusing oleh kondisi perusahaanku yang sangatlah berantakan. Perginya para investor membuat sebagian proyek perusahaanku menjadi terhenti di tengah tahap pembangunan. Belum lagi satu-satunya investor yang tersisa di perusahaanku cukup begitu sulit aku yakinkan agar mereka tidak mundur.
Namun lagi-lagi, Liam begitu membantuku. Dia meyakinkan investor tersebut dengan kecerdasan yang dimilikinya. Dan dengan pertemuan yang begitu menguras tenaga dan pikiran, akhirmya investor itu memutuskan untui tetap bertahan bersama perusahaanku. Aku begitu senang dan bangga dengan adikku itu
“Kau luar biasa, Lee. Aku tidak tahu bagaimana jadinya tanpamu tadi,” ucapku kepada Liam setelah di ruangan meeting tinggal kami berdua saja.
“Itu yang aku rasakan ketika kemarin kau tidak berada di sisiku, Nick. Jadi, kau ingin kembali lagi bukan?”
“Ya. Aku harap kesibukkanku dengan bekerja bisa melupakan sejenak kesedihan yang aku rasakan.”
“Aku yakin kita bisa mengembalikan para investor yang meninggalkan kita.”
“Ya. Dan sekarang aku membutuhkan kafein. Kepalaku terasa pusing sekali ketika menghadapi investor tadi.”
“Apa kau ingin aku belikan kopi?”
“Aku memang lumpuh, tetapi bukan berarti aku tidak bisa apa-apa.”
“Kalau begitu pergilah ke Rameez.”
“Rameez?”
‘Aku tidak pernah mendengar nama kedai kopi itu.’
“Ya, kedai kopi yang jaraknya tidak jauh dari sini. Mereka baru buka beberapa bulan yang lalu di sana.”
“Hal apa saja yang berubah ketika sudah lama aku hanya mengurung diriku?”
“Sangat banyak, Nick. Maka dari itu kau membutuhkan sedikit jalan-jalan di luar sana.”
“Baiklah. Aku keluar dulu.”
“Setelah ini selesai aku akan menyusulmu, okay?”
Lalu aku menjalankan kursi rodaku keluar dari ruang meeting. Aku cukup merasa kesulitan ketika belum terbiasa menggunakan kursi roda dengan jarak jauh seperti ini. Setelah dengan melakukan usaha yang cukup keras, akhirnya aku sampai di kedai kopi yang Liam maksudkan. Aroma biji kopi yang sedang dipanggang langsung menyambut indera penciumanku. Dan membuatku menjadi tenang setelah merasakan tekanan ketika meeting tadi.
Ketika aku menghentikan kursi rodaku di depan kasir, mataku pun langsung terbelalak. Aku mengerjapkan mataku berkali-kali memastikan apa yang sedang aku lihat itu tidak salah. Senyuman itu, mata itu dan wajah itu adalah milik Alexa. Alexa yang sudah pergi meninggalkanku, saat ini berada di hadapanku. Ia tersenyum kepadaku, senyuman yang sama yang selalu ia berikan kepadaku.
“Alexa,” panggilku dengan lirih dan tidak sadar.
“Tuan, ada yang bisa saya bantu?”
Dengan sekejap aku pun langsung tersadar disaat wanita itu berbicara kepadaku.
“Selamat datang di Rameez, Tuan. Saya Tiffany, apa yang ingin anda pesan?”
“Berikan aku cappucino.”
“Apa anda ingin extra gula, topping atau yang lainnya?”
“Tidak.”
“Nama anda siapa Tuan?”
“Nick.”
“Baiklah. Cappucino akan segera datang, Tuan.”
Aku memperhatikan wanita itu dengan seksama. Bagaimana bisa Alexa-ku berada di sini? Semua yang ada di diri Alexa ada di dalam diri wanita itu. Hanya satu yang berbeda, warna mata coklat hazel itu bukan milik Alexa.
“Ini pesanan anda, Tuan. Selamat menikmati.” Ucapnya sambil menaruh di hadapanku sebuah papercup dengan tulisan tangan ‘Have a great day, Nick’ yang begitu cantik di gelas itu.
“Berapa semuanya?” tanyaku kepadanya.
“Sepertinya anda pelanggan yang baru pertama kali datang ke sini, Tuan. Maka dari itu anda tidak perlu membayarnya, ini kebijakan kedai kami.”
“Bagaimana kau bisa tahu aku belum pernah datang ke sini?”
“Saya sudah menjadi barista sejak kedai ini dibuka. Dan saya sama sekali belum pernah melihat anda datang ke sini, Tuan.”
“Baiklah.”
“Semoga anda menyukai kopi kami, Tuan. Dan kami mengharapkan kedatangan anda lagi di sini.”
Ketika aku sedang ingin melihat senyuman itu lebih lama lagi, konsentrasiku langsung terpecah dengan suara Liam yang tiba-tiba saja sudah berada di sampingku.
“Sepertinya kau sudah mendapatkan kopi gratismu, Nick.”. “Apakah aku akan mendapatkannya lagi, nona manis?” tanyanya kini kepada barista itu.
“Tentu saja tidak. Bosku akan marah jika aku memberikanmu kopi gratis terus.”
“Kalau begitu buatkan aku seperti yang biasa. Jangan lupa tambahkan balon di tulisanmu itu.”
“Apa kau juga ingin dengan bintang-bintang? Aku dengan senang hati...”
Aku bisa melihat ketertarikan di mata wanita itu kepada Liam. Dari caranya berbicara dengan Liam, aku sudah bisa mengetahui jika ia jatuh cinta kepada adikku. Tetapi aku tidak akan membiarkan wanita itu jatuh cinta kepada Liam, karena aku yang akan memilikimu. Memilikimu karena obsesiku terhadap Alexa.
“Nick, kau harus mencoba kopi buatan Tiffany. Buatannya adalah yang terbaik dan kau akan langsung jatuh cinta nantinya.”
‘Ya, aku akan memilikimu Tiffany. Dan akan aku pastikan jika kau akan jatuh cinta kepadaku.’
“Ini kopimu,” ucap Tiffany kepada Liam.
“Terima kasih. Apa hari ini jam kerjamu sampai malam?”
“Apakah kau ingin mengantarku pulang?”
“Sayangnya tidak.bisa. Aku harus pulang bersama Nick,”. “Ohh... hampir saja lupa. Tiffany, perkenalkan ini kakak-ku, Nick. Dan Nick, ini Tiffany.”
“Hallo, Nick. Aku tidak tahu kalau saudara Liam.”
“Ya,” balasku singkat dengan sedikit ketus. “Apa kau sudah selesai? Aku ingin kembali ke kantor,” sambungku kepada Liam.
“Ya, kita kembali ke kantor sekarang,”. “Sampai jumpa, Tiffany.”
Lalu Liam pun membantu mendorong kursi rodaku dari belakang untuk keluar dari kedai kopi tersebut.
“Lee, apa kau memiliki pikiran yang sama ketika melihat Tiffany?” tanyaku kepada Liam ketika kami sedang berada di jalan.
“Tetapi dia bukan Alexa, Nick. Ingat, jangan pernah memiliki niat jahat kepadanya karena dia hanya memiliki kesamaan saja dengan Alexa. Tiffany tidak pantas menerima hal-hal seperti itu. Dan aku akan sangat marah jika kau menyakitinya.”
“Itu bukan hanya kesamaan saja, Lee. Aku bisa melihat diri Alexa di dalam dirinya.”
“Jika aku mengatakan tidak, yang tidak Nick! Dan aku harap kau ingin mendengarkanku.”
“Apa kau jatuh cinta dengannya?”
“Hey, tentu saja tidak. Aku memiliki Selena. Aku hanya tidak ingin Tiffany merasakan hal yang tidak pantas dan tidak seharusnya ia dapatkan saja. Tiffany itu wanita yang baik, dan kau akan menjadi pria yang jahat jika kau menyakitinya.”
‘Dasar tidak peka. Kalau begitu aku akan menjadikan hal itu sebagai senjataku.’
“Maka dari itu kau tidak perlu memikirkan perasaannya, bukan? Karena itu bukanlah tugasmu.”
“Aku sudah memperingatimu, Nick. Dan jangan pernah menyesali perbuatanmu itu jika kau sudah tersadar akan kesalahanmu.”
Aku hanya tersenyum mendengar ucapan Liam itu. Aku tidak peduli jika aku sudah menyakiti hatinya suatu saat nanti. Karena yang terpenting hanyalah, aku harus bisa memiliki wanita yang begitu mirip dengan istri yang sangat aku cintai, bagaimana pun caranya.
***
To be continued . . .