2 garis biru
Kedua telapak tangan Ria bergetar menatap testpack yang kini berada di tangannya.
Dua garis!! Pertanda positif bahwa saat ini Ria tengah mengandung janin.
Tubuh Ria perlahan merosot jatuh ke lantai kamar mandi rumahnya. Ria meringkuk sembari menenggelamkan wajahnya didalam sana.
Kembali teringat oleh Ria bagaimana percintaan panasnya dengan Kevin-sang kekasih. Yang bahkan dilakukan berulangkali tanpa menggunakan pengaman sama sekali.
Keringat dingin sudah membasahi sekujur tubuh Ria, apa yang harus Ria lakukan sekarang?
"Baiklah ria, kau harus tenang. Jangan panik, kau hanya perlu menghubungi Kevin" ungkap wanita cantik itu pada dirinya sendiri.
Perlahan Ria beranjak berdiri, ia merapikan rambutnya dan kemudian berjalan keluar dari dalam kamar mandi.
Ria melangkah panjang menuju kamarnya untuk mengambil ponselnya yang terletak di sana.
Dengan lihai Ria mengetikan sebuah pesan singkat untuk sang kekasih. Pesan yang berisi permintaan agar Kevin datang menemuinya saat itu juga.
Seperti biasa , kekasihnya itu langsung membalasnya dengan kalimat setuju.
Ria menghela nafas lega, sembari menunggu Kevin datang, ria berjalan menuju sofa ruang tengah.
Kurang lebih setengah jam, akhirnya suara ketukan pintu terdengar. Tanpa ragu Ria langsung melangkah membuka pintu.
Benar saja dugaan Ria, yang datang pastilah Kevin. Kevin masuk sembari melepas jaketnya.
"Ada apa sayang?" Tanya Kevin.
Ria terdiam, bibir Ria seolah kelu untuk bicara. Kevin yang melihat itu semua seketika langsung mengerutkan keningnya bingung.
"Apa kamu baik baik saja?" Kevin mengangkat sebelah alisnya
"Tidak, aku tidak baik-baik saja!" Jawab Ria
Kevin terperanjat dan sontak melangkah mendekat ke arah Ria. Kevin menyentuh lembut dahi Ria.
"Kamu sakit, apa karena cuaca yang terlalu dingin ?" Tanya Kevin dengan nada khawatir.
Terlihat sekali bahwa Kevin sangat mencintai Ria.
"Bukan" jawab Ria sambil menundukkan wajahnya
"Lalu?"
"Aku hamil kev."
Deg
Kevin tertegun bagaikan tersambar petir. Kali ini pria itu berharap bahwa ia tengah salah dengar.
"Apa kamu sedang bercanda?" Tanya Kevin seolah tidak percaya.
"Aku serius kev, saat ini aku sedang mengandung anakmu." Ria beralih mengelus perut datarnya.
"Apa selama ini kamu tidak minum pil?" Tanya Kevin
Ria menggelengkan kepalanya dan saat yang sama Kevin mengusap wajahnya dengan kedua tangannya.
"Kev, lalu gimana selanjutnya?" Sambung Ria
Kevin hanya terdiam.
Tatapannya menatap kosong kearah depan.
Tidak pernah terpikirkan oleh Kevin sebelumnya bahwa ia akan menjadi seorang ayah di usianya yang masih muda. Bahkan Kevin baru saja menginjakan kaki di bangku kelas 2 STM.
"Kev, kamu jangan diam saja!" Keluh Ria
Kevin berdecak kesal, "aku juga bingung harus apa, Ri!"
"Kev, aku belum siap jadi ibu. A---aku masih harus melanjutkan sekolahku kev, aku tidak bisa membayangkan bagaimana jika orang tua aku tau bahwa putri mereka saat ini tengah hamil, aku takut kev!"
"Yasudah begini saja, bagaimana kalau kamu aborsi saja," saran Kevin.
Yang berhasil membuat Ria membulatkan matanya sempurna.
"Kamu gila ya ! Aku ngga berani kev, aku takut. Lagian aku juga ngga teka jika harus membunuh anak ini." Ria kembali menyentuh perutnya.
"Terus kamu maunya apa, mempertahankan anak ini? Bukanya tadi kamu yang bilang kamu belum siap untuk jadi seorang ibu. Sama Ri, aku juga belum siap jadi ayah. Aku baru saja masuk kelas 2 STM bagaimana bisa aku memiliki tanggung jawab sebesar ini."
Ria menyipitkan matanya menatap Kevin .
"Tanggungan, apa maksud kamu aku dan anak ini akan menjadi beban?"
Kevin kembali menarik nafas kasar "bukan begitu maksudku Ri!"
"Terus apa kev, aku ngerti kok kamu pasti akan merasa terbebani sama aku dan anak ini, iya kan?"
"Ri,--- aku"
"Kev ini semua karena kamu! Ulah kamu! Dan aku ngga mau kalau kamu sampai ngga mau tanggung jawab ya !"
"Ria,cukup! Kamu meragukan aku?" Kevin menatap tak percaya kearah sang kekasih.
Ria tertegun, ria hanya bingung saja saat melihat Kevin menganjurkan agar dirinya aborsi.
"Aku juga ngga gila untuk ninggalin kamu. Aku sayang kamu RI!"
Kevin menyentuh kedua pundak Ria. Tangis ria seketika pecah, ria terlalu panik, sehingga ia meragukan kesetiaan Kevin padanya.
"Maafin aku kev" lirih wanita cantik itu.
Kevin paling tidak bisa melihat wanitanya menangis seperti ini. Perlahan Kevin meraih lembut tubuh Ria, dan mendekapnya dengan begitu erat.
"Semua akan baik-baik saja, kamu jangan takut ya. Kalo kamu ngga mau aborsi kita akan cari jalan keluar lainya." Ungkap Kevin
Yang di balas anggukan paham oleh Ria. Beberapa detik kemudian , ria menarik ulur tubuhnya dari dekapan Kevin .
"Bagaimana jika kamu nikahi aku kev?" Pinta Ria.
Kevin seketika tertawa kecil dan sorot matanya menatap lain arah.
Menikah ? Bahkan hal tersebut tidak pernah terlintas di dalam benak Kevin Atmaja. lelaki yang dari dulu hidup bebas dan tidak pernah memperdulikan dan tidak pernah mempercayai namanya hubungan pernikahan.
"Kev , kenapa diam?"
"Aku tidak bisa menikah Di, dan kamu tau itu!"
"Kenapa?"
"Aku tidak percaya pernikahan , apalagi harus terikat dalam janji suci. Aku tidak bisa!"
"Kev, please. Kalo kamu ngga mau nikahin aku , aku gimana ? Aku harus bilang apa ke orang tua aku ?"
"Aku akan biayai semua kebutuhan kamu, tapi jangan paksa aku untuk nikahin kamu, sayang"
"Tidak kev, itu tidak cukup. Aku butuh setatus yang jelas!"
"Ayolah Ri, sekarang kita masih sekolah. Jika kita menikah saat ini lalu masa depanku gimana?"
"Kamu hanya memikirkan masa depanmu saja, lalu apakah kamu juga tidak memikirkan masa depanku yang sudah aku rancang sedemikian rupa akan hancur dengan terkuaknya masalah ini? Dan apa yang harus aku jelaskan kepada keluargaku kev?"
"Sudahlah Ri, sekarang jangan pikirkan hal lain. Yang penting saat ini kamu jaga aja kandungan kamu, jika kamu merasa ngga sanggup untuk menjadi seorang ibu maka seperti saran aku tadi , kamu bisa aborsi." Ucap Kevin kemudian berjalan mendahului Ria.
Kevin meraih jaketnya kemudian berjalan menuju pintu keluar.
"Kev, kamu mau kemana ?" Tanya ria namun lelaki itu sama sekali tak memperdulikannya.
Hingga perlahan punggung belakang kevin hilang dari pandangan Ria.