bc

DEVOTED TO YOU

book_age18+
574
IKUTI
2.4K
BACA
contract marriage
doctor
drama
bxg
city
wife
husband
like
intro-logo
Uraian

Belum genap satu bulan menikah, Dito dan Fania memutuskan untuk pisah kamar. Bukan tanpa alasan. Pernikahan yang tidak mereka kehendaki itu menyiksa batin dan cukup sulit untuk beradaptasi. Akhirnya mereka pun memilih untuk tidak tidur di satu ranjang yang sama.

Tidak hanya pisah ranjang, mereka berdua juga diam-diam membuat kontrak pernikahan yang diresmikan oleh pengacara kenalan Dito. Ada tiga syarat dalam kontrak yang mereka setujui:

1. Pisah kamar demi kenyamanan masing-masing (kecuali setelah berhubungan badan, baru boleh tidur satu ranjang),

2. Tidak boleh selingkuh atau berhubungan dengan orang lain selama masih terikat kontrak,

3. Pernikahan akan berakhir (cerai) jika dalam satu tahun masing-masing pihak tidak bisa saling mencintai atau salah satu pihak telah menemukan tambatan hati yang dicintai (dengan catatan: jika kedua belah pihak sepakat untuk melanjutkan pernikahan tanpa cinta, kontrak akan diperbarui setelah masa kontrak habis).

Lalu, mampukah Dito dan Fania memenuhi klausa kontrak itu?

chap-preview
Pratinjau gratis
BAB 01. Hari Pernikahan
Sang surya perlahan kehilangan semburat oranye yang termakan habis oleh kegelapan malam. Di kamar VVIP sebuah rumah sakit, seorang laki-laki berusia enam puluh tahunan yang rambutnya sudah ditumbuhi uban di beberapa bagian itu duduk tegap dengan tubuh ringkihnya di atas brangkar rumah sakit. Tangan keriputnya tengah menjabat tangan kekar milik seorang laki-laki yang lebih muda yang duduk di kursi. Keduanya saling berhadapan. “Saya terima nikah dan kawinnya, Fania Indira Sasmito binti Abizar Edi Sasmito dengan mahar uang sejumlah enam juta tujuh ratus lima puluh ribu rupiah dibayar tunai.” Dito dengan lancar mengucapkannya dalam satu tarikan napas. “Sah?” “Sah!” Kemudian terdengar ucapan syukur yang didengungkan para saksi dan keluarga yang hadir dalam acara ijab qabul, yang digelar di sebuah ruangan rumah sakit VVIP itu. Suasana kamar inap yang luas itu cukup untuk menampung dua keluarga inti. Ada sepuluh orang yang berada di ruangan itu diantaranya Dito dan Fania yang baru saja dinikahkan. Kedua orang tua Fania, Abizar dan Sarah. Lalu ada kedua orang tua Dito, Damar dan Wening. Sisanya ada Mila dan Malik, sepupu Dito. Yang terakhir ada Emi dan juga Nino, sepupu Fania. Keempat orang itu hadir sebagai saksi. Kedua mempelai yang duduk di bangku di dekat Abizar itu saling melemparkan senyum di hadapan para keluarga yang memandang keduanya dengan raut kebahagiaan atas pernikahan Dito dan Fania yang begitu mendadak. Mereka dinikahkan secara langsung oleh Abizar−ayah Fania−yang tengah terbaring di ranjang rumah sakit karena kanker paru-parunya yang sudah akut. “Selamat, ya, kalian berdua,” ucap Mila dan Emi berbarengan. Mereka berdua memeluk Dito dan Fania bergantian. Kemudian disusul oleh Malik dan Nino yang juga mengucapkan selamat atas pernikahan dadakan Dito dan Fania itu. “Kalian segera urus surat-surat nikah, ya,” pinta Abizar dengan raut wajah yang bahagia dan antusias. Meski tubuh Abizar hampir mati digerogoti kanker ganas, namun melihat putri terakhirnya akhirnya menikah membuat pria itu lega dan bahagia—terlihat jelas pancaran kebahagiaan itu di wajahnya yang pucat. Abizar tersenyum sembari menatap sang istri yang berdiri di sisinya. Keinginan terbesarnya untuk menikahkan putrinya itu telah terwujud. Dan ia bersyukur masih bisa mewujudkan itu meski harus dalam keadaan yang serba sederhana. Mahar yang diajukan Dito pun adalah jumlah uang yang kebetulan laki-laki itu bawa karena sebelum ke rumah sakit tadi Dito baru saja menarik uang dari ATM untuk diberikan kepada temannya yang meminjam uang dalam bentuk tunai. Uang yang belum sempat Dito berikan kepada temannya karena panggilan darurat dari sang ayah yang ternyata berkaitan dengan pernikahan serba dadakan ini. “Setelah Papa keluar dari rumah sakit, kita syukuran. Bikin pesta besar kalau perlu,” ucap Sarah yang langsung disetujui oleh besannya. “Kita bikin seragam ya biar kompak,” ujar Wening menimpali. Dua ibu yang sedang berbahagia karena memiliki menantu baru itu kemudian terlibat diskusi seru. Membicarakan terkait pesta pernikahan Dito dan Fania—yang akan menjadi pesta pernikahan terakhir untuk keluarga Fania. Sedangkan untuk keluarga Dito merupakan pernikahan pertama dan terakhir karena Dito merupakan anak tunggal. Dua orang yang baru saja resmi menjadi pasangan itu hanya menebar senyum. Menampilkan senyum terlebar mereka demi menutupi rongga besar dalam d**a yang menganga karena tidak terima dengan pernikahan serba dadakan ini. Fania dihubungi Sarah saat masih berada di kantor. Mengerjakan pekerjaan yang menumpuk-numpuk karena kemalasannya. Mamanya itu meminta Fania datang ke rumah sakit dengan cara dramatis. Mamanya menangis-nangis hingga membuat Fania ikut menangis panik. Fania pikir hal buruk terjadi pada Abizar. Saat Fania sampai di ruang inap papanya yang sudah dirawat lebih dari satu minggu, di sana sudah ada keluarga Dito yang menunggu sambil bercengkrama dengan keluarganya. Dito dan keluarganya duduk di sofa ruangan itu. Dito yang notabene seorang dokter masih mengenakan sneli atau jas berwarna putih yang biasa dikenakan para dokter. Fania belum bisa memproses informasi yang berada di otaknya saat papanya dan ayah Dito bergantian menjelaskan tentang perjodohan yang sudah dirancang sejak Fania baru saja lahir dan Dito berusia enam tahun. Kemudian berlanjut dengan mengungkit penyakit kanker Abizar, juga penyakit jantung akut Damar, ayah Dito.  Air mata Fania yang menggenang selama perjalanan menuju rumah sakit itu susut seketika. Saat penjelasan itu selesai, Fania menatap Dito dengan penuh harap. Dito yang diberi tatapan itu pun meminta izin kepada para orang tua yang berada di ruangan itu untuk bicara dengan Fania sebentar. Mereka berdua pun keluar dari ruangan. “Kenapa kita harus keluar sih, Dit? Kamu nggak berniat nikahin aku kan?” Fania memberikan tatapan menyelidik. Saat matanya menangkap sorot super serius di wajah Dito, Fania berteriak marah, “No! Kamu gila, Dit! Kita nggak akan menikah cuma demi memuaskan keinginan kakek kita yang udah nggak ada. Ini nikah lho, Dit, jangan main-main! Ini nggak cuma buat sehari dua hari aja tapi buat seumur hidup. Aku nggak bisa nikah sama kamu, Dit, please.” Dito tetap bersikap tenang dengan kedua tangan dimasukkan ke dalam saku sneli. “Kalau kamu punya argumen kuat buat menolak, then go on. Aku nggak akan menghalangi kamu. Karena seperti yang kamu bilang, pernikahan bukan buat main-main.” “Dit, kamu juga terlibat. Kenapa aku yang harus bilang ke orang tua kita? Kenapa bukan kamu aja, sih?” Fania mulai skeptis. Emosinya campur aduk memikirkan masa depannya sedang dipertaruhkan. “Because I don’t have any reason to not accept this.” “Tentu aja banyak alasan buat nggak mewujudkan pernikahan ini, Dokter Dito yang paling ganteng se-Jakarta. Emangnya kamu nggak punya pacar apa?” Fania bertanya dengan sewot. Ia bahkan sengaja menekankan kata pada kata ‘paling ganteng se-Jakarta’ dengan maksud mengejek. “Nggak punya,” ujar Dito dengan enteng, seolah masalah yang mereka hadapi bukanlah hal yang besar. Laki-laki itu juga tak mengindahkan ejekan Fania. “Kalau kamu punya, it’s good for you. Kamu bisa bawa pacar kamu ke sini dan kenalin ke keluarga kamu.” Fania memberikan tatapan membunuh kepada Dito. Tatapan itu hanya bertahan selama beberapa detik sebelum berubah memelas dan putus asa. “Dit, masa kamu pasrah-pasrah aja sih dipaksa nikah?” “Because I love my grandpa.” “Of course I love my grandpa too, but this is not right, Dito. Secinta-cintanya aku sama kakekku, aku nggak bisa gitu aja mengorbankan masa depanku dengan menikahi kamu. I barely know you.” Fania masih tidak bisa menghapus tatapan putus asa di matanya karena sudah tidak tahu harus bagaimana. “Butuh pelukan?” tawar Dito yang cukup prihatin melihat wajah Fania yang memelas. “Nggak usah cari kesempatan, deh.” Dito tertawa kecil. “Ya sudah, ayo masuk! Nggak baik kalau kita lama-lama di luar. Nanti mereka ngiranya kita kabur.” Fania menjentikkan jari. “Bagus, tuh! Gimana kalai kita kabur aja?” “Kita?” Dito tertawa geli. “Maksudnya kamu mau kabur? Kalau aku sih mana bisa kabur dari tempat aku kerja?” Fania mendengus sebal. Saat akan melontarkan kalimat balasan, dari ujung lorong muncul sosok Mila yang berjalan ke arah keduanya. “Kalian berdua diskusi apa sih lama banget?” tegur Mila sambil bersekedap. “Abang lo ngomporin gue, tuh. Nyuruh gue kabur.” Mila tertawa. “Gue nggak yakin lo sanggup kabur dan ninggalin bokap lo, sih.” “Yeah, lo bener,” desah Fania, “Gue terlalu saya bokap.” Muka Fania semakin tertekuk. Yang semakin membuat tawa Mila meledak. Namun, tawa itu segera surut karena Dito menatapnya tajam. Dari sorot mata Dito, terbaca jelas bahwa saat berada di rumah sakit tidak boleh berisik karena mengganggu pasien. “Ini cuma tinggal nunggu kalian aja loh, guys,” ucap Mila kemudian setelah menghentikan tawa. “Om Abizar udah siap buat nikahin kalian berdua. Kasihan beliau. Waktunya buat istirahat malah kalian sabotase.” “Nikah butuh mahar,” kata Fania. Berharap perkataannya itu bisa membuat acara pernikahan paksa yang akan digelar itu batal atau setidaknya bisa ditunda lebih lama. Sayangnya, harapan Fania tidak terjadi karena Dito kemudian menjawab, “Aku ada uang di dompet, Fan. Kamu nggak usah khawatir maharnya ngutang. Kalaupun maharnya masih kurang, aku bisa ke ATM bentar buat ambil uang.” “Bukannya biasanya pihak cewek boleh minta, ya?” tanya Fania. “Kamu mau mahar apa?” Dito balik bertanya. “Seperangkat alat salat,” jawab Fania tanpa banyak berpikir. Mila yang mendengar jawaban Fania seketika terkikik. “Emangnya lo pernah salat? Kata guru ngaji gue waktu sekolah dulu, kalau alat salatnya nggak dipakai bisa jadi dosa. Mending maharnya duit aja udah.” “Anjir emang kalau gue ibadah harus laporan dulu ke elo?” Fania memelototi Mila dengan garang. “Santai, dong, Beb. Sensi amat lo. Lagi PMS, ya?” “Ini lebih parah dari PMS tauk!” Fania mengerang kesal. Mila tertawa keras. Yang lagi-lagi langsung dibungkam oleh tatapan tajam Dito yang disertai teguran. “Lo kok bahagia banget ngeliat gue menderita sih, Mil,” gerutu Fania. “Gue bahagia karena Bang Dito akhirnya kawin juga. Apalagi kawinnya sama lo. Keluarga udah saling kenal juga.” Fania memutar bola matanya dengan malas. “Gue yakin sih Dito udah pernah kawin sebelum sama gue.” Dito langsung menyentil kening Fania dengan jarinya karena perempuan itu terlalu frontal. “Mulutnya dijaga, Fania.” Fania mengaduh sembari mendongak. Matanya memicing kesal memandangi Dito yang sama sekali tidak merasa bersalah sudah membuat keningnya merah dan perih. “You guys look so good together,” komentar Mila dengan senyum mengembang saat melihat keduanya berinteraksi. “Aw, thanks. That’s sweet,” cibir Fania dengan sarkas seraya menjauh dari Dito. “Mau ke mana?” Dito menahan lengan Fania. “Ke mana lagi kalau bukan ke kamar papa, Dit? Kamu tenang aja, aku nggak ada niat kabur.” “So, is it a yes?” “For what?” Fania memutar kepala untuk menatap Dito melewati pundaknya. “Nikah sama aku, Fania.” Fania membasahi bibir sebelum berdecak dan menjawab, “Ya. Sialan! Ini lamaran paling menyedihkan yang pernah aku dengar.” Kemudian perempuan itu berbalik dan kembali melanjutkan langkah. Dito mengulum senyum. Ia mengangkat kaki untuk menyamai langkah Fania yang sudah lebih dulu beranjak pergi. Diikuti oleh Mila di belakang mereka yang diam-diam mengabadikan momen menggunakan kamera ponsel saat Dito mengulurkan lengan untuk merangkul Fania dan membisikkan sesuatu. “Aku nggak mau dirangkul-rangkul! Please, deh, Dito. Aku masih sebel ya sama kamu.” Fania melepaskan rangkulan Dito dan mendorong laki-laki itu menjauh. Dito yang mendapat perlakuan itu hanya tertawa-tawa. “Seperangkat alat salatnya nyusul, ya.” Dito berucap dengan nada geli yang tersirat dalam suaranya dan langsung dihadiahi pukulan di lengan oleh Fania. “Sakit, Fania. Belum jadi nikah kamu udah ngelakuin KDRT ke calon suami sendiri. Kamu bisa dibui.” “Bagus. Mending mendekam di penjara daripada nikah sama kamu.” “Gitu? Ya udah, aku lapor polisi, ya?” “Nggak lucu, Dit!” sembur Fania. “Siapa juga yang lagi ngelucu?” “Bodo, ah! Kamu ngeselin!” ***

editor-pick
Dreame-Pilihan editor

bc

Sentuhan Semalam Sang Mafia

read
188.5K
bc

B̶u̶k̶a̶n̶ Pacar Pura-Pura

read
155.8K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
233.7K
bc

Hasrat Meresahkan Pria Dewasa

read
30.3K
bc

TERNODA

read
198.6K
bc

Setelah 10 Tahun Berpisah

read
57.1K
bc

My Secret Little Wife

read
132.0K

Pindai untuk mengunduh app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook