"Apa urusanmu? Kenapa kau ikut terlibat?" tanya Dinda.
"Aku penasaran, kenapa gadis sepintar dirimu putus asa dan mencoba untuk bunuh diri. Dan ternyata kau ditipu saat mencoba untuk membeli pekerjaan." Ucap Diki sambil tersenyum.
"Aku tak memintamu untuk menyelamatkanku." Ucap Dinda.
"Kau kenapa, jika kau orang baik, setidaknya kau berterima kasih sedikit kepadaku." Ucap Diki yang penasaran.
"Semua orang bisa berubah dan itulah satu-satunya cara untuk bertahan hidup." Ucap Dinda.
"Itulah sebabnya kau menyuap untuk menjadi guru tetap? Supaya kau bisa bertahan hidup." Ucap Diki.
"Orang-orang sepertimu itu tidak pantas menjadi seorang guru." Ucap Diki dengan nada tinggi dan langsung pergi.
"Sadarlah Diki, orang-orang sekarang mengenalimu dan terus-menerus memintamu untuk kembali ke sekolah. Apakah itu seperti ancaman untukmu?" tanya Dinda saat Diki akan pergi.
"Apa." Ucap Diki sambil berbalik badan.
"Orang-orang cuma tertarik dengan masalah yang memanas saat ini, dan kau baru saja beruntung dan menjadi pusat dari isu hangat saat ini. Sekolah hanya akan memperalatmu untuk menutupi insiden itu, jika kau kembali lagi sekolah." Ucap Dinda.
"Jangan sombong. Tidak ada yang berubah, kau hanya seorang siswa yang dikeluarkan dari sekolah." Ucap Dinda.
"Aku pergi." Ucap Diki.
"Jangan kembali ke sekolah." Teriak Dinda.
"Aku bahkan tidak mau menampakan diriku lagi di sekolah itu." Ucap Diki yang kesal dan langsung pergi dari sana.
Saat di sekolah Dinda pergi ke kantor Ketua Dewan.
"Maaf jika aku hanya seorang guru honorer dan aku tidak tahu tempatku, tapi ada sesuatu hal yang mau aku katakan. Pak Iwong seorang admisnistrasi..." Ucapan Dinda langsung dipotong.
"Dinda." Ucap Ketua Dewan baru yaitu Fauzi sambil membalikan badanya.
"Fauzi." Ucap Dinda yang terkejut.
Fauzi yang sudah lama tidak bertemu dengan Dinda akhirnya mereka berdua pun pergi ke cafe.
"Kau tadi mau bilang apa?" tanya Fauzi.
"Tidak ada." Jawab Dinda.
"Terima kasih karena telah menyelamatkan seorang murid." Ucap Fauzi.
"Aku melakukan apa yang seharusnya di lakukan oleh seorang guru. Fauzi, aku tidak tahu bahwa kau ternyata anaknya Ketua Dewan." Ucap Dinda.
"Ada banyak hal yang tidak kau ketahui dariku dan bahkan kau tidak tahu siapa yang aku perhatikan. Saat itu kau cuma melihat satu hal saja." Ucap Fauzi.
"Kau di sini bukan untuk membahas masa lalu kan?" tanya Dinda.
"Begini, aku ada permintaan untukmu. Bantu aku untuk membujuk Diki kembali ke sekolah." Ucap Fauzi yang gugup.
"Kau tahukan jika aku berbicara dengan Diki situasinya akan memanas. Jika kau yang memintanya untuk kembali..." Ucapan Fauzi langsung dipotong oleh Dinda.
"Aku akan pergi." Ucap Dinda yang langsung beranjak dari duduknya.
"Aku dengar kau dekat dengan Pak Iwong? Jika kau berhasil membujuk Diki untuk kembali ke sekolah, maka kau akan ku jadikan sebagai guru tetap." Ucap Fauzi.
"Sebelumnya kau sudah membantuku." Ucap Fauzi sambil tersenyum dan mengingat saat dirinya jatuh di lantai tiga.
"Apa?" tanya Dinda.
"Tolong bantu aku sekali lagi. Jangan terlalu memikirkannya, ini bagus untuk kita berdua. kau menjadi guru tetap dan aku berhasil membuat Diki kembali ke sekolah. Aku anggap kau setuju." Ucap Fauzi dan langsung pergi.
Saat Dinda pergi, ternyata Diki juga ada di cafe itu dan mendengar semua pembicaraan mereka.
Diki sedang di cafe bersama Klien dan Ibu kliennya. Diki disuruh oleh klienya untuk berpura-pura menjadi pacarnya, dan memutuskan hubungannya di depan Ibunya. Diki yang mengatakan putus kepada kliennya ia langsung di siram oleh Ibu kliennya karena Diki berani-beraninya memutuskan anaknya. Saat Ibu kliennya pergi, Diki pun ikut pergi karena diperjanjian kontrak tidak ada acara disiram oleh air seperti ini.
Di sebuah mobil, Fauzi mendapatkan telepon dari seseorang dan mengabarkan bahwa Diki sudah bergerak. Fauzi pun lalu menyuruhnya untuk berhenti mengikuti Diki.
Diki yang sedang berjalan, ia mengeluh karena kehidupannya sebelumnya sudah tenang, tapi ia malah bertemu lagi dengan Dinda dan Fauzi yang membuat hidupnya menjadi tidak tenang.
Diki yang ingin menolong Dinda untuk menjadi guru tetap, ia pun harus sekolah lagi di SMA tempat ia dulu sekolah, karena pada saat di cafe Diki mendengar ucapan Fauzi yang mengatakan. Jika Dinda dapat membawa Diki kembali ke sekolah maka Dinda akan dijadikan sebagai guru tetap.
Diki yang sedang berada di terminal ia melihat berita bahwa Fauzi kini sudah menjadi Ketua Dewan di sekolah.
"Jika kau mempermainkan hidupku seperti ini, maka aku akan bermain-main lagi denganmu." Ucap Diki sambil mengepalkan tangannya yang melihat Fauzi di tv.
Dinda yang sedang kesal ia pun mencurahkan semua masalahnya di sebuah buku tulisan. Dinda yang tidak sengaja menuliskan nama Diki di buku tulisannya ia pun langsung mencoretnya sambil menghela napas.
Diki yang sedang di kantor kerjanya, ia melihat seragam sekolahnya dulu. Diki yang sudah bertekad ingin bermain-main lagi dengan Fauzi dan juga Dinda, ia pun lalu memakai seragam sekolahnya lagi.
Wildan yang baru saja masuk ke kantor melihat Diki memakai seragam sekolah.
"Hei kau sedang apa?" tanya Wildan.
"Aku mau ke sekolah." Jawab Diki dengan tersenyum dan melihat ke kaca.
"Aku masih keren kan dengan seragam ini?" tanya Diki.
"Kenapa kau mau ke sekolah?" tanya Wildan.
"Untuk membalas dendam, karena ada pepatah mengatakan. Kau harus pergi ke kandang kucing jika ingin mengambil telurnya. Dan sekarang aku akan memainkan permainan mereka." Ucap Diki.
"Aku ke sekolah dulu." Ucap Diki yang langsung pergi sambil mengedipkan matanya.
"Kenapa harus ke kandang kucing untuk mengambil telur? Itukah kutipannya." Ucap Wildan yang bingung.
Di sekolah seorang murid perempuan yang bernama Kanaya sedang melihat foto Diki di hpnya.
"Hei, bukankah dia sangat keren?" tanya Kanaya kepada Temannya.
"Siapa... siapa?" tanya Temannya.
"Jika ada olimpiade, dialah yang akan menang untuk penempilan terbaik." Ucap Kanaya.
Kanaya menceritakan kepada teman-temanya bahwa orang ini adalah legenda di sekolah kita.
Semua murid yang mendengar Kanaya akan bercerita mereka pun langsung mendekat.
Dulu, sepuluh tahun yang lalu ada seorang gadis yang sangat cantik. Suasananya sedang dalam kondisi hujan lebat. Gadis itu diganggu oleh seorang Gangster yang membawa beberapa anak buahnya ke sekokah kita. Gadis itu berteriak ketakutan, saat para gangster itu akan menindasnya, namun Pahlawan kita ke buru datang, dia melompat dari belakang dengan diiringi oleh lebatnya hujan. Dia mengalahkan para Gangster itu dengan tendangan beruntunnya, saat Gangster itu sudah kewalahan salah satu dari mereka ada yang melemparkan sebuah tas dan tepat mengenai wajah Pahlawan kita, hingga wajahnya tergores dan berdarah. Dia yang punya kesempatan langsung menghajar orang yang melemparkan tas itu, lalu dia pun membuka mulut dan mengatakan.
"Saat kau menemukan sebuah batu di jalan, yang lemah akan menganggap itu sebuah hambatan, namun yang kuat akan menganggap itu hanya sebuah dorongan." Ucap Pahlawan itu.
Kanaya yang selesai bercerita ia pun membuat para murid yang mendengarnya sangat suka kepada Pahlawan itu.
"Terus bagaimana dengan gadis itu?" tanya Saipul.
"Kau ternyata seorang penulis novel." Ucap Hari.
Dahlan yang selesai merekam Kanaya saat bercerita ia pun lalu melihat ke jendela.
"Lihat, bukankah itu Diki." Ucap Dahlan.
"Mana...mana....mana?" tanya para Murid.
"Dia memakai seragam kita sekarang." Ucap Dahlan.
Rafan keponakannya Diki yang juga ada di kelas itu penasaran, kenapa Pamannya kembali ke sekolah.
"Paman, sedang apa dia di sini." Ucap Rafan.
Diki yang masih berada di luar gerbang ia pun lalu berjalan masuk sekolah. Saat di aula luar sekolah, Diki langsung memperhatikan bangunan-bangunan di depannya, karena bengunanya sudah berbeda dengan dulu saat ia sekolah.
"Kau akan menyesal dengan kembalinya aku ke sini." Ucap Diki yang berdiri tegak sambil mengepalkan kedua tanganya.
Dinda yang sedang mengajar di kelas lantai dua ia pun kaget, setelah melihat ke jendela ternyata ada Diki yang menggunakan seragam sekolah.
"Diki kau..kau kembali." Ucap Dinda.