Chapter 14

1196 Kata
Dinda akhirnya pulang sambil berpegangan tangan dengan Diki. "Di sini rumah asliku." Ucap Dinda yang berhenti di rumah kecil dengan pintu gerbang yang jelek. "Ohhh, sekarang aku tahu rumahmu dan setiap hari aku akan mengantarmu pulang." Ucap Diki sambil terseyum. "Apaan sih, cepatlah kau pulang." Ucap Dinda. "Aku akan melihatmu masuk dulu." Ucap Diki yang membuat Dinda tersenyum. Saat Dinda akan membuka pintu gerbangnya, ternyata pintu itu sedikit macet dan sedikit susah untuk dibuka. Diki lalu menawarkan bantuan kepada Dinda, namun Dinda tidak mau dibantu dan Dinda lalu menendang pintu gerbangnya hingga terbuka. Diki lalu tertawa setelah melihat Dinda menendang pintu gerbangnya, dan Dinda pun juga ikut tertawa. "Dahh." Ucap Diki yang pergi saat Dinda menutup pintunya. Di pagi hari neneknya Dinda melihat gerbangnya sudah dicat dengan cat berwarna pink. "Astaga, siapa yang melakukan ini pada gerbangku?" tanya si Nenek. "Siapapun yang melakukanya dia adalah seorang pekerja yang hebat." Ucap si Nenek yang mencoba membuka pintu gerbangnya dengan mudah. "Ouhh ternyata pintunya sudah diperbaiki, pantas saja mudah untuk membukanya." Ucap si Nenek dan langsung masuk ke rumah. Dinda yang akan pergi ke sekolah lalu mendapatkan pesan dari Diki. "Bukankah gerbangnya secantik dirimu sekarang." Ucap Diki lewat pesan. Diki yang melihat Dinda dari kejauhan ia pun lalu tersenyum, karena sudah mengecat gerbang Dinda hingga terlihat cantik. Dinda lalu pergi ke sekolah dengan perasaan senang dan tersenyum sepanjang jalan. Di sekolah, saat Dinda akan masuk ke dalam kelas tiba-tiba Fauzi mencegah Dinda untuk tidak masuk dulu ke dalam kelas. "Dinda, jangan masuk sekarang." Ucap Fauzi yang mencegah Dinda. "Kenapa?" tanya Dinda. "Kau akan sakit hati jika kau masuk sekarang." Ucap Fauzi. "Apa maksudmu?" tanya Dinda yang penasaran. "Aku mendengar Diki mengatakan sesuatu yang seharusnya tidak dia katakan." Ucap Fauzi. Semua murid yang sedang ada di kelas tiba-tiba keluar karena melihat ada Dinda. Fauzi yang melihat para murid keluar dari kelas ia pun lalu mengajak Dinda untuk pergi. Dinda yang tidak tahu apa-apa ia pun menolak ajakan Fauzi dan Dinda yang melihat para murid terlihat marah kepadanya ia pun lalu bersiap untuk menghadapi mereka. "Apa yang terjadi?" tanya Dinda. "Ketua kelas, aku dengar kau hidup di balik kupon makanan, bagaimana kau bisa menipu kami semua seperti ini?" tanya Shilla yang membuat Dinda menjatuhkan buka yang ia pegang. "Kau pasti menertawakan kami di saat kami menanyakan tentang guru privat kepadamu, iya kan?" tanya Shilla. "Aku tidak pernah berniat menipu kalian." Ucap Dinda yang matanya sudah berkaca-kaca. "Kami semua mengira kau berasal dari keluarga orang kaya, tapi kenapa kau berbohong?" tanya Tiara yang kesal. "Aku tidak pernah berbohong." Ucap Dinda kepada semua murid di sekelilingnya. Dinda yang menangis akhirnya ia pun pergi ke toilet meninggalkan mereka semua. Di toilet Dinda meyakinkan dirinya untuk tidak bersembunyi dan menghadapi semua masalahnya. Dinda yang sudah selesai di toilet, ia pun akhirnya kembali ke kelas, di kelas semua murid melihatnya dan saling berbisik-bisik lalu menertawakan Dinda. "Diki itu sangat peduli dan hobinya menolong orang-orang, tidak heran dia sangat baik kepada ketua kelas, aku mengira dia kasihan kepada ketua kelas." Ucap Shilla yang membuat semua murid tertawa. Dinda yang kesal dan juga sedih ia pun lalu keluar dari kelas dan Fauzi lalu menghampirinya. "Kau tidak apa-apa?" tanya Fauzi. "Fauzi jadi ini yang dikatakan Diki, yang kau sebut kata-kata yang tidak layak untuk di katakan?" tanya Dinda yang sedih. "Diki tidak mungkin melakukan hal seperti ini." Ucap Dinda. "Dia tidak bermaksud untuk menyakitimu, tapi dia merasa kasihan kepadamu, sebab itulah dia juga mengecat gerbangmu." Ucap Fauzi. Kembali setelah Dinda mengingat masa lalu "Apa yang kau ketahui tentang kepercayaan?" tanya Dinda dengan menatap mata Diki. "Karenamu aku sudah tidak percaya kepada siapapun." Ucap Dinda. "Benar, aku tidak akan lagi bertanya kepada kalian, tapi kenapa kalian melakukan ini padaku, dan suatu hari nanti aku akan mengembalikan semua apa yang telah aku terima kepada kalian." Ucap Diki yang mengancam. "Setelah kalian menghancurkanku dengan ke salah pahaman dan juga kebohongan. Dinda menjadi seorang guru dan Fauzi menjadi seorang ketua dewan, maka tidak ada satu pun dari kalian yang layak menjalani kehidupan seperti ini." Teriak Diki. "Kalian berdua akan menyesal, karena telah membuatku kembali ke sekolah." Ucap Diki yang matanya sudah berkaca-kaca. Di kelas Mewah, Dinda yang sedang mengajar ia panggil oleh salah satu muridnya. "Bu, bu." Teriak El. "Ya." Ucap Bu Dinda yang sedang melamun. "Oke, hari ini kita akan belajar tentang novel, kita akan mulai dengan membaca paragraf pertama." Ucap Dinda. "Raihan, baca dengan keras." Ucap Bu Dinda. Raihan yang sedang melamun ia tidak mendengar perkataan Bu Dinda, lalu dari belakang El mendorong kursi Raihan. "Ibu memintamu untuk membaca dengan keras, jika kau mengganggu pelajaran maka kau pergi saja dari sini." Ucap El. Raihan lalu membaca, namun dari belakang kursinya masih di tendang-tendang oleh El hingga membuat Raihan terhenti beberapa kali saat membaca. "Raihan kau sedang apa?" tanya Bu Dinda. "Sepertinya dia tidak bisa berkonsentrasi." Jawab El. "Kau harus pergi jika terus seperti ini." Ucap El. "Aku tidak akan pergi, aku akan tetap di sini." Teriak Raihan yang langsung berdiri dan menatap kepada El. Bu Dinda lalu mencoba menenangi Raihan dengan mengusap-usap tangannya Raihan, namun Raihan langsung menyingkirkan tangan Bu Dinda dan kembali duduk. Dinda yang dipanggil oleh Fauzi ia lalu pergi ke kantor ketua dewan. "Minumlah." Ucap Fauzi sambil memberikan Dinda secangkir teh. "Kau tadi tampak terkejut, katamu kau tidak percaya kepada siapapun, apakah itu benar? Aku harap setidaknya kau mempercayaiku seperti yang kau lakukan di masa lalu." Ucap Fauzi. Dinda lalu menghela napas. "Masa lalu. Setidaknya sesekali aku mau membicarakan insiden itu, tapi saat itu aku tidak ada di pihakmu dan aku cuma memberikan kesaksian dari apa yang aku lihat." Ucap Dinda. "Meski begitu, aku merasa sangat bersyukur, rasanya seolah-oleh aku melawan Diki sendirian, tapi ternyata kau mau bersaksi." Ucap Fauzi sambil tersenyum. "Dan aku bersyukur untuk itu, Diki sepertinya tidak berubah sama sekali kan? Lucu sekali dia berniat untuk membalas dendam." Ucap Fauzi. "Aduh, panas." Ucap Dinda yang meminum teh. "Kau tidak apa-apa?" Ucap Fauzi sambil tertawa. "Berhenti tertawa." Ucap Dinda. "Maaf." Ucap Fauzi. "Sebenarnya aku memanggilmu ke sini karena murid di kelas Mawar." Ucap Fauzi. "Apa? Mereka ada masalah?" tanya Dinda. "Tidak, bukan itu." Jawab Fauzi. "Aku membuat kelas itu supaya mereka bisa pokus menemukan karier, aku memikirkan untuk mengundang guru dari luar untuk memberikan mereka pendidikan karier sebagai kegiatan setelah proses belajar mengajar." "Sekolah harus membantu siswa mencari cara jika nantinya mereka tidak mampu untuk kuliah." "Bagaimana, kau mempercayaiku? Dan lihat bagaimana aku akan merubah sekolah ini mulai sekarang." Ucap Fauzi. Dinda tiba-tiba mendapatkan telepon. "Bisa aku menerima telepon ini?" tanya Dinda. "Silahkan." Fauzi sambil mengisyaratkan tangannya. "Ya, ini dengan Dinda." Ucap Dinda. Dinda mendapatkan telepon dari panti jompo dan memberitahukan bahwa kondisi Neneknya tiba-tiba memburuk. Dinda yang khawatir, ia langsung pergi ke rumah sakit untuk melihat Neneknya. Dokter mengatakan bahwa Neneknya terkena radang paru-paru karena usianya yang sudah tua dan neneknya harus di rawat selama kurang lebih dua minggu. Dinda lalu melihat biaya rawat Neneknya yang sangatlah besar, Dinda pun lalu menarik napas perlahan-lahan. Dinda mencoba membayar biaya rawat Neneknya menggunakan kartu kredit, namun kartu kreditnya sudah jatuh tempo. Dinda yang pulang ke rumah ia masih memikirkan tentang uang 70 jutanya dan berniat akan menangkap dalang dari orang yang memanfaatkan Pak Iwong dan dirinya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN