Chapter 13

1295 Kata
"Diki, itu sebabnya kau datang ke sekolah?" tanya Dinda. "Bukan, bukan itu alasan aku kembali." Ucap Diki. "Terus kenapa kau kembali?" tanya Dinda. "Hanya itu yang ingin kau katakan padaku?" tanya Diki. "Apalagi yang bisa kita bicarakan?" tanya Dinda. "Kau itu siswa dan aku ini guru." Ucap Dinda. "Hei Diki, mau kemana." Ucap Dinda saat melihat Diki akan pergi. "Tidak ada yang mau kau katakan kan?" tanya Diki yang berbalik dan menatap ke lantai. "Kalau begitu, kubiarkan kau mengingatnya." Ucap Diki yang langsung menatap mata Dinda. Diki langsung pergi ke atas lantai tiga lalu diikuti oleh Dinda dari belakang. "Dimana kita?" tanya Dinda yang langsung melihat ke atas. "Woahh, ternyata sudah lama ya." Ucap Diki sambil tersenyum dan melihat ke atas. Karena di atas adalah pintu menuju atap lantai tiga yang sudah di tutup. "Apa sudah sepuluh tahun?" tanya Diki yang melihat ke Dinda. "Pihak sekolah menutup atap itu, ayo ke ruang BK." Ucap Dinda yang sedikit gugup. "Bagiku masih terbuka." Ucap Diki yang menahan Dinda untuk tidak pergi. "Apa?" tanya Dinda yang terlihat bekaca-kaca wajahnya. Di atas ada peringatan, yaitu di bagian pintu dan jendela menuju atap lantai tiga, yang bertuliskan "Jangan masuk ke atap." Diki tidak memperdulikan peringatan itu dan ia lalu melangkahi satu persatu anak tangga yang menuju atap. Saat menaiki satu persatu anak tangga itu Diki lalu mengingat masa lalunya yaitu pada saat Diki akan menemui Fauzi di atap lantai tiga. Dinda yang mengikuti Diki ia juga mengingat ke jadian sepuluh tahun yang lalu pada saat ia melewati tangga menuju atap lantai tiga ini. Fauzi dulu pernah memfitnah Diki dengan membuat Dinda dipermalukan oleh semua murid. Diki yang tahu itu semua adalah perbuatan Fauzi, ia pun lalu mendatangi Fauzi yang sedang berada di atap lantai tiga dan langsung menghajarnya. Fauzi lalu mengatakan, bahwa ia melakukan itu semua karena ia sebelumnya belum pernah kalah dalam hasil penilaian, tapi di sekolah ini dia kalah pintar dengan Dinda. Dan Fauzi yang menyukai Dinda, ia selalu diabaikan oleh Dinda. Oleh karena itu Fauzi melakukan itu semua karena dia kasihan kepada dirinya sendiri, dan juga ia merasa tertekan oleh Ibunya. Saat Diki akan pergi, Fauzi lalu memanggilnya dan Fauzi akan segera bunuh diri jika Diki pergi dari sini. Diki lalu menyuruh Fauzi untuk turun dari sana. Fauzi awalnya bercanda untuk melompat dan tertawa melihat Diki khawatir padanya. Namun pada saat Diki benar-benar akan untuk pergi Fauzi memanggilnya lagi, karena jika Diki pergi maka Fauzi akan benar-benar bunuh diri. Fauzi akhirnya pasrah karena melihat Diki benar-benar pergi dan ia pun mengatakan selamat tinggal kepada Diki. "Terima kasih untuk semuanya." Ucap Fauzi dan langsung menerjunkan badannya. Diki yang melihat Fauzi benar-benar melompat ia pun lalu berlari dengan cepat dan berhasil meraih dasi dari Fauzi. "Diki, kau terlalu peduli." Ucap Fauzi yang hampir terjatuh namun dasinya berhasil di penggang oleh Diki. "Fauzi, cepat pegang tanganku, cepat." Ucap Diki yang sudah tidak kuat menahan dasinya Fauzi. "Diki, tolong selamatkan aku.Tolong selamatkan aku!" teriak Fauzi yang berusaha memegang tangan Diki. Diki yang sudah tidak kuat menahan akhirnya Fauzi pun terlepas dari tangannya. "Tidak, Fauzi." Teriak Diki. Di bawah banyak para murid yang menyaksikan saat tubuh Fauzi sudah menyentuh tanah. Dinda yang sedang mencari Diki ia lalu pergi ke atap lantai tiga sekolah. Tujuan Dinda mencari Diki karena di kelas Dinda dipermalukan oleh semua murid dan menyangka Diki yang sudah membuatnya dipermalukan. Dinda lalu sampai di atap lantai tiga pada saat Fauzi sudah jatuh mengenai tanah. Dan Dinda melihat posisi Diki yang sedang melihat ke bawah, seolah-olah Diki yang sudah mendorong Fauzi. Kembali kapada Diki setelah mengingat masa lalu. Diki lalu membuka pintu atap itu, dan ternyata Fauzi juga ada di sana tepat di tempat ia melompat dulu. Diki yang melihat ada Fauzi ia pun terus melihat ke arah Fauzi. Fauzi yang tahu ada seseorang yang datang ia pun lalu melihat ke arah Diki dan mereka berdua saling bertatapan. Dinda yang mengikuti Diki dari belakang ia pun sedikit kaget saat melihat Fauzi ternyata ada di sini. "Fauzi." Ucap Dinda yang heran. Fauzi yang melihat ada Diki dan Dinda ia pun lalu mendekati mereka. "Tempat ini dilarang untuk siswa." Ucap Fauzi. "Ini sudah lama sekali ya sejak kita bertiga dulu ada di sini dan di sinilah awal hidupku hancur." Ucap Diki sambil tersenyum. "Karena kebohongan yang kau katakan." Ucap Diki sambil tersenyum dan berbalik melihat ke arah Dinda. "Aku tidak berbohong." Ucap Dinda dengan tegas lalu mendekati Diki. "Aku juga tidak." Ucap Fauzi. "Jangan melantur!" teriak Diki yang melihat ke arah Fauzi. "Memangnya kapan aku pernah mendorongmu? Kau ke sini karena untuk bunuh diri." Ucap Diki yang marah. "Di satu titik aku penasaran apa arti dari omong kosongmu itu. Tapi sekarang tidak lagi, karena alasanmu ingin mati sudah bukan urusanku lagi." Ucap Diki yang terpaksa tersenyum. "Ini menyakitkan, kau kejam Diki." Ucap Fauzi yang menghela napas dan tertawa. "Hei Dinda, kau sungguh berpikir bahwa aku yang mendorong dia?" tanya Diki yang melihat ke Dinda dan menunjuk ke Fauzi. "Aku mendengar Fauzi memohon kepadamu untuk diselamatkan." Ucap Dinda. "Seharusnya kau percaya padaku, meskipun orang lain tidak percaya kepadaku." Teriak Diki. "Bagaimana aku bisa percaya kepadamu? Lupakan saja." Ucap Dinda dan langsung berbalik badan ke arah pintu. "Apa perasaanku padamu tidak berarti apa-apa bagimu?" tanya Diki. Dinda lalu mengingat masa lalu. Di kelas, murid yang duduk di bekang Dinda sedang menangis karena nilainya sangat kecil. "Ketua Kelas, apakah kau mendapatkan rangking pertama lagi?" tanya temannya yaitu Tiara. "Ya." Jawab Dinda yang gugup. "Apakah kau menyewa guru privat mahal? Berapa harganya?" tanya teman Tiara yaitu Shilla. "Maaf, Wali Kelas menyuruhku untuk ke kantor, nanti aku akan kembali." Ucap Dinda yang tidak mau ditanya-tanya. "Dasar, berapa banyak dia membayar guru privatnya? Dia berlagak seperti orang kaya di sini." Ucap Shilla yang melihat Dinda pergi. Diki yang mendengar perkataan mereka kesal dan ingin menegurnya, tapi Wildan menahan Diki untuk tidak berurusan dengan seorang gadis. Saat pulang sekolah Dinda lalu diikuti oleh Diki dari belakang "Diki, kenapa kau mengikutiku?" tanya Dinda. "Mengikuti? Aku akan mengantarmu pulang." Jawab Diki. "Jangan hiraukan aku, teruslah berjalan." Ucap Diki sambil tersenyum. "Tidak, aku akan pulang sendiri, aku tidak suka berjalan berdua dengan seseorang." Ucap Dinda. "Jangan ikuti aku!" Teriak Dinda. Dinda yang merasa kasihan kepada Diki akhirnya Dinda membiarkan Diki untuk mengantarnya. Sampailah mereka di suatu rumah yang besar. "Ini dia." Ucap Dinda yang berhenti di depan rumah. "Wahhh ketua kelas, rumahmu besar juga." Ucap Diki yang kagum melihat rumah Dinda. "Kau boleh pulang." Ucap Dinda. "Aku akan melihatmu masuk duluan." Ucap Diki. "Kau duluan." Ucap Dinda yang membuat Diki tertawa. "Rasanya kita seperti berkencan." Ucap Diki yang tersenyum. "Kenapa kau tidak pulang juga." Ucap Dinda yang mulai kesal. "Baiklah, aku akan pulang." Ucap Diki yang lalu menekan bel rumah itu. "Dah." Ucap Diki dan langsung pergi. "Ya, dah." Ucap Dinda. "Sampai jumpa besok, dahh selamat malam." Ucap Diki dengan melambaikan tanganya kepada Dinda. "Dahh cepatlah pulang." Ucap Dinda yang juga lambaikan tangannya. Seseorang lalu keluar dari rumah itu dan mendekati gerbang, karena Diki tadi menekan bel rumah itu. "Siapa?" tanya Pemilik rumah. "Maaf, saya salah rumah." Jawab Dinda. Diki yang lupa memberikan okky jelly drink kepada Dinda ia pun kembali lagi ke rumah tadi dan melihat Dinda sedang meminta maaf kepada pemilik rumah. Saat Dinda berbalik ia pun terkejut karena Diki masih ada di sini dan akhirnya Dinda pun mengaku bahwa ini bukan rumahnya. Dinda lalu pergi dan di ikuti oleh Diki dari belakang "Berhenti mengikutiku." Ucap Dinda yang kesal. "Aku tidak mengikutimu, aku cuma mengantarmu pulang." Ucap Diki. "Aku tidak ingin berbohong, aku hanya ingin membiarkan para murid di sekolah percaya terhadap apa yang mereka pikirkan dan aku tidak pernah membohongi siapapun." Ucap Dinda. Diki lalu memegang tangan Dinda. "Aku tahu, di mana pun kau tinggal, kau tetaplah Dinda yang ku kenal." Ucap Diki yang tersenyum dan memegang erat tangan Dinda.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN