Di sebuah bar Diki dan Wildan sedang manggung. Diki sebagai penyayi dan Wildan sebagai gitarisnya. Sebenarnya Diki tidak benar-benar bernyanyi karena di belakang panggung ada seseorang yang sedang bernyanyi satu irama dengan Diki.
Jagan yang sedang bekerja sebagai pelayan bar ia pun melihat Diki yang sedang bernyanyi.
"Kehidupannya sungguh dramatis." Ucap Jagan sambil memberikan makanan kepada pengunjung.
Setelah selesai manggung Diki lalu beristirahat di sebuah ruangan dan Diki yang sedang duduk ia masih mengingat ucapan Fauzi saat di atap lantai tiga sekolah.
"Diki, aku penasaran bagaimana kau akan membalas dendam? Kau hanyalah seorang murid dan aku ini adalah ketua dewan. Jadi, apa menurutmu itu akan lebih mudah bagiku untuk menghancurkanmu?" Ucap Fauzi saat di atap lantai tiga sekolah.
Diki pusing karena memikirkan ucapan Fauzi, ia pun lalu memukul-mukulkan kepalanya ke atas meja.
"Kau kenapa?" tanya Wildan.
"Balas dendam, bagaimana caranya?" tanya Diki yang melihat ke Wildan dengan wajah putus asa.
"Diki, apa yang kau pelajari selama melakukan pekerjaan ini?" tanya Wildan.
"Setiap orang setidaknya memiliki semacam kelemahan." Ucap Diki.
"Benar." Ucap Wildan.
"Terus awasi mereka." Ucap Wildan.
"Terus awasi mereka?" Ucap Diki sambil berpikir.
Seseorang lalu masuk ke ruangan istirahat Diki dan Wildan dan itu ternyata adalah klien mereka.
"Kerja bagus, semua orang menyukai kalian." Ucap Klien sambil memberikan amplop berisikan uang kepada Wildan.
"Kami akan bekerja lebih keras lagi." Ucap Wildan.
Diki dan Wildan lalu memesan makanan dan Diki melihat pelayan yang mengantarkan makanannya ternyata adalah Jagan.
"Hei, kau sedang apa di sini?" tanya Diki.
"Aku bekerja, ini pesanannya." Jawab jagan sambil menyimpan makananya ke meja.
"Hei, tunggu, tunggu." Ucap Diki yang mencegah Jagan pergi.
"Siapa dia?" tanya Wildan.
"Dia anak SMA di kelasku." Jawab Diki.
"Anak SMA? Kurasa dia lebih tua dariku." Ucap Wildan.
"Kalian berdua diam saja dan nikmati makanannya." Ucap Jagan dan langsung pergi.
Di mobil, Fauzi menyuruh kepala sekolah untuk mencari catatan para murid kelas mawar, lalu Fauzi menyuruh kepala sekolah untuk mencaritahu bagaimana sekolah lain memaksa muridnya untuk pindah dari sekolah.
"Anda ingin tahu bagaimana sekolah lain memindahkan muridnya?" tanya Kepala sekolah.
"Ya." Jawab Fauzi.
Sesampainya di sekolah Fauzi pun lalu masuk ke kantor ketua dewan dan dari belakang Diki sedang mengintai gerak-gerik Fauzi.
Diki lalu memberitahukan jadwal keseharian Fauzi kepada Wildan karena Wildan akan langsung mencatatnya.
Setelah Fauzi keluar dari kantor dewan, Diki pun lalu masuk ke kantor itu karena untuk mencari informasi mengenai kelemahan Fauzi.
Diki lalu mencari ke meja dan laci Fauzi namun ia belum menemukan apapun dan tak lama kemudian seseorang pun datang ke kantor ketua dewan.
Diki lalu berusaha untuk bersembunyi, namun karena Diki punya alasan akhirnya ia pun membukakan pintunya dan kaget melihat yang datang ternyata adalah kepala sekolah.
"Sedang apa kau di sini?" tanya kepala sekolah.
"Aduuh, aku lupa lagi di mana ruangan kelasku, mungkin karena sudah lama sekali sejak aku sekolah dulu dan aku tidak tahu aku sedang berada di mana." Ucap Diki yang memukul jidatnya dan berpura-pura bingung.
"Kelas mawar ada di gedung sebelah." Ucap kepala sekolah.
"Anda tahu, sangat sulit untuk kembali ke sekolah sebagai orang dewasa." Ucap Diki sambil tersenyum dan memegang pundak kepala sekolah.
"Butuh waktu untuk itu bukan? Dan sekarang sudah waktunya untuk saya berbicara kepada anda kepala sekolah." Ucap Diki.
"Kepala sekolah, anda tahu kalau anda ini sangatlah tampan? Anda terlihat seperti pria yang baik dan anda juga memiliki pesona yang berkharisma. Entah bagaimana saya merasa sepertinya saya dan anda bisa menjadi teman baik." Ucap Diki yang tersenyum dan menempelkan kepalanya di pundak kepala sekolah.
"Maaf, saya punya pacar." Ucap kepala sekolah yang langsung masuk ke kantor dewan.
"Aku gagal merayu kepala sekolah, sebaiknya aku belajar lagi rahasianya." Ucap Diki yang berbisik kepada Wildan melalui earphone dan langsung pergi dari sana.
"Fauzi, ini hanyalah masalah waktu, aku akan mencari rahasiamu untuk membalas dendam." Ucap Diki saat berjalan pergi.
Saat melewati kantor administrasi Diki pun lalu mengingat saat ia menyuruh Pak Iwong untuk menemui Dinda.
Diki lalu masuk ke kantor administrasi dan ia melihat ke sekelilingnya untuk memastikan bahwa tidak ada siapa-siapa yang melihatnya masuk.
Di dalam, Diki mencari sesuatu ke meja Pak Iwong, namun tak lama kemudian Dinda pun datang ke kantor itu. Diki yang mendengar ada seseorang yang masuk ia pun langsung bersembunyi.
Dinda yang baru saja masuk ke kantor administrasi ia pun sama mencari sesuatu di meja Pak Iwong.
Dinda yang belum menemukan apa-apa ia pun harus bersembunyi karena ada orang yang akan masuk.
Dinda pun lalu panik karena harus bersembunyi di mana, saat Dinda mencari tempat bersembunyi tangannya pun langsung di tarik oleh Diki, dan akhirnya Dinda pun jatuh ke pelukan Diki.
Dinda langsung terdiam sebelum ia melihat ke belakang dan Dinda pun kaget saat melihat ke belakang ternyata yang memeluknya adalah Diki. Dinda sempat akan berteriak namun mulutnya ke buru di tutup oleh tangan Diki.
Saat Diki menutup mulut Dinda, mereka pun lalu saling bertatapan, Dinda yang masih sangat tegang Diki pun lalu memeluk tubuh Dinda dengan sangat erat lalu memejamkan matanya.
Dan orang yang masuk ke kantor administrasi ternyata adalah Pak Mas dan Bu Wiwin.
"Pak Mas, apa yang sedang kau lakukan, mengapa kau hanya membaca w******p ku saja dan mengabaikannya?" tanya Bu Wiwin.
"Aku." Jawab Pak Mas yang gugup dan langsung dipotong oleh Bu Wiwin.
"Aku mengerti, kau mencoba untuk jual mahalkan?" tanya Bu Wiwin yang mendekati Pak Mas
"Aku tidak suka bermain-main." Ucap Bu Wiwin yang tertawa dan senang sambil memutarkan badannya membelakangi Pak Mas.
"Aku tidak suka dengan orang yang tidak jujur, jika kau suka dengan seseorang maka kau harus mengatakannya." Ucap Bu Wiwin yang tersenyum dengan centil.
"Mendorong dan menarik itu melelahkan, kau itu bukan plaster dan kau harus mencaritahu bagaimana untuk bertindak, kau akan mendorongku atau menariku masuk?" tanya Bu Wiwin dengan tatapan serius dan berjalan mendekati Pak Mas hingga membuat Pak Mas terus mundur ketakutan.
"Aku akan mendorongmu pergi." Ucap Pak Mas yang berhenti mundur di depan tembok.
"Berhenti." Ucap Bu Wiwin yang langsung menutupi wajah Pak Mas dengan ke dua tangannya.
"Keputusan sesaat dapat mengubah hidupmu." Ucap Bu Wiwin yang menempelkan kedua tangannya pada pipi Pak Mas.
Bu Wiwin lalu mencolek pipi Pak Mas dan tertawa.
"Oke, aku akan memberimu waktu." Ucap Bu Wiwin yang kembali berkata serius.
"Beranilah." Ucap Bu Wiwin yang memegang tangan Pak Mas dan menempelkannya di d**a Pak Mas.
"Hanya orang berani yang bisa memenangkan kecantikanku." Ucap Bu Wiwin yang langsung pergi dan melihat ke Pak Mas.
"Tidak tahu ahhhh." Teriak Bu Wiwin yang berlari keluar sambil tertawa centil.
"Ahhh ahhh." Ucap Pak Mas sambil memberantakan rambutnya.
Setelah Bu Wiwin pergi Pak Mas pun lalu keluar dari kantor itu.
Melihat sudah tidak ada siapa-siapa Diki pun langsung membuka tangannya dari mulut Dinda lalu melepaskan pelukannya.