“Kamu sudah mau berangkat dek?” tanya Hanan pada adiknya yang sudah rapi dengan pakaian kerjanya. Maisha menggangguk sembari tersenyum pada kakaknya itu.
“Iya Mas, ini udah mau berangkat. Memangnya Mas libur hari ini?” Tanya Maisha pada kakaknya yang terlihat masih duduk santai sambil membaca buku di teras rumah.
“Iya. Mas ambil libur dulu.” Maisha mengangguk paham dengan penjelasan Kakak laki-lakinya itu.
Tak lama keluarlah anak kecil yang merupakan putri dari Hanan. Naura menangis sembari memangil-manggil Abinya. Sontak saja Hanan langsung membawa Naura kedalam gendongannya. Lelaki itu mendekap putrinya hangat hingga tangis sang gadis cilik itupun berubah menjadi senyum yang manis. Melihat itu Maisha merasa senang juga sedih di waktu yang bersamaan. Ia merasa senang dengan kasih sayang Hanan yang begitu besar pada putrinya tapi ia juga merasakan sedih ketika ia ingat Ayahnya yang tak pernah lagi bertemu dengannya. Ia rindu dekapan seorang ayah.
Sudah lama sejak perceraian itu ia tak berjumpa dengan lelaki yang dulu ia idolakan itu. pahlawannya sekaligus cinta pertamanya di dunia. Ia begitu mengaggumi sosok Ayahnya. Dia selalu menangis jika ditinggal pergi Ayahnya walau hanya bekerja untuk sebentar saja. ketika dia sakit, Ayahnyalah yang selalu memberi perhatian lebih padanya. ketika ia menangis ketakutan, ayahnya yang selalu memberi dekapan ketenangan baginya. Tapi rasa kagum itu berubah menjadi sebuah kekecewaan ketika mengetahui fakta bahwa Ayahnya telah berubah. ia tak merasakan kasih sayang lagi karena ayahnya sibuk bekerja. Maisha selalu menunggu hingga larut malam sampai ayahnya datang, tetapi ketika ayahnya datang dan mengetahui bahwa ia begadang menunggunya,bukan senyum senanglah yang ditampakkan ayahnya tetapi kemarahannya kepada putri kecilnya. Sedih dan sakit hati, itulah yang dirasakan Maisha kecil. Ia ingin mengembalikkan waktu saat ia bersama Ayahnya tapi sayang itu hanya ada di impiannya saja.
“Mai, kamu gak papa?” tanya Mbak Haura yang tiba-tiba sudah berdiri di samping Maisha dan melihat adik iparnya itu melamun sembari melihat Hanan dan Naura bercengkrama.
“Iya mbak, gak papa kok.” Ucap Maisha terlihat tenang. Haura mengangguk mengerti lalu mengambil Naura dari gendongan sang Ayah untuk dimandikan. Untung saja Naura langsung mau.
“Kamu kenapa dek?” Tanya Hanan yang melihat raut wajah adiknya berubah sendu. Maisha menggeleng pelan. Meyakinkan Kakaknya kalau dia tidak papa. tapi tidak bagi Hanan, dia hidup dengan Maisha bukan satu dua hari saja tapi dari bayi. Pastinya dia tahu adiknya sedang berbohong padanya.
“Sini duduk.” Pinta Hanan yang langsun dituruti oleh Maisha. Ia pun duduk disamping Kakaknya.
“Mas tahu kamu rindu sama Ayah kan? Mas juga dek. Percaya deh, suatu hari nanti Mas bakal ajak kamu ketemu sama Ayah. Kalau waktunya sudah tepat ya.” Ucap Hanan membuat sebuah harapan bagi Maisha. Maisha mengangguk paham. tak terasa airmatanya jatuh mengenai pipinya. Ketika mengetahui itu Hanan langusng memeluk adiknya menenangkan. Maisha pun balas memeluk kakaknya erat.
Bagi Maisha Kakaknya adalah segalanya. Dia bisa menggantikan peran seorang kepala keluarga baginya dan ibunya ketika mereka berada dimasa sulitnya. Ia juga bisa menjadi seorang teman dikala dirinya kesepian. Bahkan ia bisa menjadi pelindung baginya. Dikala merasa ketakutan dan cemas, Hanan selalu datang untuk menepis segala rasa takutnya. Menghilangkan segala kecemasan di hatinya. Itulah sosok Hanan di hidupnya yang tidak pernah tergantikan bagi Maisha.
“Udah dong dek, masa bu guru nangis. Nanti muridnya ikut sedih dong.” Ejek Hanan yang membuat bibir Maisha mengerucut kesal. Baru saja ia merasa nyaman, Kakaknya sudah mulai jahil lagi padanya. diapun mengusap airmatanya lalu mencubiti kakaknya tanpa ampun.
“Udah Dek..ampun. sakit cubitan kamu tuh.” Pinta Hanan ketika tangan Maisha tak henti-hentinya mencubiti perut ratanya. Maisha hanya tertawa puas melihat raut kesakitan milik Kakaknya itu.
“Astaghfirullah Maisha..Hanan. Kalian ini pagi-pagi udah ribut aja.” Teriak Bu Sarah pada kedua anaknya itu. yang dimarahi tidak merasa bersalah, malahan mereka cekikikan melihat ekspresi marah ibunya.
“Mai, liat sekarang udah jam berapa.” Maisha pun menuruti perkataan ibunya. Ia melihat jam yang melingkar indah di tangannya. Tiba-tiba saja matanya membelalak kaget.
“Ahhh aku telat.” Teriak Maisha lalu bergegas menyambar tas nya yang ia letakkan di kursi dalam. ia pun berlarian kebingungan. Ibunya hanya menggeleng saja melihat tingkahnya. Maisha segera meraih tangan ibu dan kakaknya sebagai tanda pamit. Hanan melemparkan ejekan kepada adiknya itu tetapi Maisha tak mau semakin terlambat karena meladeni kakaknya yang memang jahil itu. dia pun berangkat dengan diantar oleh sopir Hanan.
***
“Gara-gara mas Hanan aku jadi telat nih.” Gerutu Maisha selama di perjalanan. Beruntungnya jalanan yang dilewatinya tidak macet seperti biasanya. Maisha masih bisa bersyukur dengan hal ini.
Maisha harus berlari-lari untuk bisa sampai kelas tepat waktu. tepat ketika bel dibunyikan Maisha sudah sampai di gerbang sekolah tempatnya mengajar. Dirinya langsung berlari ke kantor. karena tak melihat jalannya Maisha tak sengaja menabrak seseorang hingga membuat barang bawaan orang tersebut jatuh berserakan. Maisha panik sekali. Dirinya langsung duduk memunguti berkas-berkas yang dibawa oleh orang tersebut.
“Maaf..saya terburu-buru tadi.” Ucap Maisha sambil menumpuk dokumen itu dihadapan lelaki di hadapannya.
“Iya tak apa.” Ucap lelaki itu sembari tersenyum kearah Maisha. Maisha pun membalas singkat senyuman lelaki itu kemudian beranjak menjauh dari sana.
Maisha mengatur napasnya yang tidak beraturan itu sebelum dirinya masuk ke kelas. Dia tak mau pembelajaran jadi kacau karena dia bertindak ceroboh. Ia harus bisa menenangkan dirinya terlebih dahulu. Setelah merasa tenang dan siap barulah dirinya masuk ke kelas untuk mengajar.
Maisha melangkahkan kakinya menuju kelas yang hendak diajarnya. Ia melihat kelas itu begitu tenang. Tetapi ketika ia hendak masuk disana sudah ada guru yang berdiri di depan kelas. Ia pun mengecek kembali jadwalnya. Tetapi jadwal itu benar bahwa ia mengajar di kelas 5 pada jam ini. dia mengecek lagi dan tak ada kesalahan di jadwal tersebut. Kalaupun ada perubahan jadwal kenapa dirinya tidak di beritahu.
Ketika sedang sibuk dengan segala pertanyaan di benaknya sebuah suara mengejutkannya. Dia pun menoleh kearah suara di sampingnya. Ia bisa melihat seorang lelaki memakai seragam guru sama dengannya, tetapi ia belum pernah melihatnya. Apakah dia guru baru disini?
“Umm.. Maaf bu, saya salah kelas. Mungkin ini jadwal ibu.” Ucap lelaki itu penuh rasa bersalah. Maisha hanya menggangguk pelan. Ia masih diliputi kebingungan dengan pertanyaan siapa pria di hadapannya itu.
“Oh perkenalkan saya Arshaka Wijaya, saya guru baru disini. saya mengajar di mata pelajaran matematika.” Ucap lelaki itu lagi sambil menyodorkan tangannya untuk bersalaman dengan Maisha. Dia seakan bingung tatapan bingung Maisha terhadpanya. Maisha hanya tersenyum lalu mengatupkan kedua tangannya di depan d**a tanda salam.
“Saya Maisha. Saya mengajar bahasa inggris disini.” Ucap Maisha memperkenalkan diri. Lelaki itupun mengangguk canggung sambil menarik tangannya kembali.
“kalau boleh tau bapak mengajar di kelas apa?” Tanya Maisha kepada guru baru tersebut. Lelaki itupun mengambil jadwalnya dan memperlihatkannya kepada Maisha.
“Oh ini ada di ujung lorong ini pak. Kelas yang itu.” Ujar Maisha sambil menunjuk kelas yang ada jauh di depannya. Shaka ikut melihat kearah yang ditunjukkan dan mengangguk paham. dia pun berterimakasih kepada Maisha.
Perempuan itu masuk ke dalam kelas tanpa lupa mengucapkan salam terlebih dahulu. Seperti biasa dirinya selalu memberi semangat kepada anak-anak dengan sapaan-sapaan semangatnya. Dia juga tak lupa mengabsen satu-satu nama muridnya. Tak heran jika anak-anak sangat suka jika diajar oleh Maisha.
Jam pelajaran telah usai, Maisha duduk di halte seorang diri menunggu kakaknya datang menjemput. Beginilah repotnya kalau tidak membawa kendaraan sendiri. Dia paling malas kalau masalah menunggu. Sembari menunggu dia melihat youtube yang berisi ceramah dari ustadz favoritnya yaitu ustadz teuku hanan attaki yang terkenal itu. dia senang sekali melihat ceramahnya karena bisa menambah semangat hijrahnya. Ceramah yang ringan penyampaiannya dan ringan pula orang yang menerimanya. Saking asiknya melihat ceramah itu, dia tak sadar kalau ada yang memanggilnya sedari tadi.
“Assalamualaikum Bu Mai.” Ucap seseorang menganggetkan Maisha.
“Waalaikumsalam.” Jawab Maisha sembari menutup ponselnya.
“Ibu belum pulang?” Tanya Shaka yang dijawab gelengan kepala oleh Maisha.
“Saya menunggu kakak saya menjemput, tetapi sampai sekarang belum juga datang.” Jawab Maisha yang dijawab anggukan oleh Shaka.
“Bagaimana kalau saya antarkan?” tawar Shaka yang ditolak halus oleh Maisha. dirinya tak enak sekaligus tak mau jika nanti dianggap yang tidak-tidak. dia masih ingat jika ada batasan-batasan dalam berhubungan dengan lawan jenis. Seorang perempuan tak boleh berkhalwat atau berdua-duaan dengan lelaki yang bukan mahramnya. Maisha takut melanggar itu dan terjadi fitnah.
“Tidak usah pak terimakasih. Saya menunggu saja disini.” Shaka pun mengangguk paham, tetapi dirinya tak pergi dari tempat itu. tak lama ponsel Maisha berdering dan muncul nama Mas Hanan disana. dengan segera dia pun mengangkatnya.
“Waalaikumsalam. Mas udah dimana?” Tanya Maisha pada Kakaknya di seberang sana.
“Maaf dek. Mas gak bisa jemput. Tiba-tiba mobilnya mogok ini. kamu naik grab aja atau go jek aja ya.” ucap Kakaknya di telepon. Maisha pun mau tak mau mengiyakan permintaan Kakaknya.
“yaudah Mas. Assalamualaikum.” Ucap Maisha lemah lalu menutup teleponnya.
“Jadi gimana? Berubah pikiran?” Tanya Shaka yang ternyata belum beranjak dari sana. Maisha kembali menolaknya lalu menjelaskan dia akan memanggil grab atau ojek online saja. dia takut merepotkan Shaka.
“Niat aku Cuma mau antar kamu aja kok Mai. Kamu bisa duduk di belakang kalau kamu takut hal yang tidak-tidak.” ujarnya lagi semakin membuat Maisha bingung. dengan satu tarikan napas dia pun mengangguk mantap.
“Baiklah. saya ikut pak Shaka.” Ucap Maisha lalu melangkahkan kaki mendekat kearah mobil Shaka. Dia membuka pintu depan dan duduk disana. Bagaimanapun dia merasa tak enak kalau duduk di belakang.
Selama perjalanan hanya ada percakapan kecil saja. mereka pun hanya saling bertanya dan menjawab seperlunya. Kebanyakan Shaka yang memberi pertanyaan dan Maisha hanya menjawabnya dengan jawaban yang singkat, padat dan jelas. Padahal niat Shaka ingin mendekatkan diri kepada perempuan disampingnya. Karena entah sejak kapan hatinya terpaut pada gadis cantik yang mengenakan hijab itu. dia tak tahu sejak kapan pandangannya terus mengarah kepada gadis disampingnya.. ia tak tahu sejak kapan jantungnya berdetak kencang ketika melihat senyum gadis disampingnya. Dan ia tak tahu sampai kapan itu akan bertahan tanpa diungkapkan.
Tetapi ia sadar, mereka baru saja bertemu mana mungkin ia menyatakan perasaannya yang ia sendiripun belum yakin perasaan apa itu. ia hanya tau bahwa ia senang dan tenang berada di samping perempuan cantik itu. keanggunan dan kelembutan perempuan bernama Maisha itu. mungkin ia akan mencoba lebih mengenal terlebih dahulu. Ia tak mau terburu-buru dengan semuanya.
“Pak Shaka! Pak.” Panggil Maisha berkali-kali karena lelaki itu tak kunjung menjawab. Malah dia melamun sedari tadi.
“Eh iya Bu ada apa?” Tanya Shaka yang baru saja tersadar dari lamunannya.
“Rumah saya sudah terlewat pak.” Ucap Maisha membuat Shaka mengerem mendadak membuat keduanya terhuyung kedepan. Dahi Maisha hampir saja membentur dashboard di depannya. Untung saja tangan kiri Shaka bergerak cepat menghalangi dahi Maisha agar tidak terbentur. Mereka terdiam sejenak di posisi mereka. Tak ada yang berbicara. Mereka terlalu terkejut dengan apa yang baru saja terjadi.
“Maaf , Maaf saya tidak sengaja.” ucap Shaka penuh perasaan bersalah.
“Kamu gak papa kan?” tanyanya lagi. Maisha hanya bisa mengangguk. Dia masih shock dengan kejadian ini. sampai tak mampu berkata-kata lagi.
Setelah keadaan sudah lebih tenang, Shaka kembali mengemudikan mobilnya. Dia memundurkan mobilnya untuk sampai ke rumah Maisha yang terlewati tadi. untung saja belum teralalu jauh. Maisha mengucapkan terimakasih sebelum turun dari mobil Shaka.
***