bc

PELANGI DI BALIK AWAN KELABU

book_age16+
47
IKUTI
1K
BACA
like
intro-logo
Uraian

MOHON TEKAN TOMBOL LOVE DULU SEBELUM MEMBACA.

JANGAN LUPA DI FOLLOW JUGA PENULISNYA YA... TERIMAKASIH.

Pernikahan paksa harus Nia lakukan demi bakti kepada orang tua. Dia pun merelakan semua impiannya kandas. Seiring waktu berlalu, indentitas suami yang dianggap sholeh oleh kedua orangtuanya, mulai terkuak. Hadi ternyata terkait dalam jaringan terlarang. Pernikahan yang semula coba dipahami Nia menjadi hal yang paling disesali dan harapan untuk bisa bahagia kian luruh.

Nining, sang adik tak menyangka akan mengenal laki-laki dari masa lalu kakaknya. Proses ta'aruf hingga lamaran pun sebentar lagi dilaksanakan. tapi kenyataan itu membuatnya ragu untuk melangkah ke jenjang yang lebih serius.

chap-preview
Pratinjau gratis
Pelangi 1
"Malang! Aku datang! sorak Nining gembira, Malang yang baginya hanya ada dalam angan-angan, akhirnya menjadi nyata saat pertama kali menginjakkan kaki di kota ini. Nia hanya menatap adiknya yang terlihat semringah, ada rasa bahagia bertemu dengan adik satu-satunya. "Barang-barang cuma ini?" tanya Nia heran melihat adiknya yang tomboy hanya membawa ransel yang disandang. Nining mengangguk dan kembali mengedarkan pandangan, menyapu tiap sudut kota Malang. Di kota inilah pilihannya untuk kuliah, Nining adalah anak kedua dari dua bersaudara. Banyak yang menyangka Nia dan Nining saudara kembar karena memiliki wajah yang serupa dan tinggi badan yang sama, 160 cm. Padahal mereka beda 3 tahun. Nining diterima di Fakultas Pertanian. Sengaja dia pilih Kota Malang untuk melanjutkan kuliah, karena Kakaknya ada di kota ini. Nia datang ke Malang dua tahun lebih awal dan mengambil kuliah di Akademi Kebidanan Malang. *** Waktu terus bergulir, membawa Nining pada perkuliahan tahun ke 3, tepatnya masuk sementar 5. Kesibukan Nining makin padat dengan tugas makalah dan praktikum. Jadwal seminar yang telah ditentukan minggu yang lalu akan berlangsung hari ini. Sambil melirik cemas jam dinding yang terpasang manis di tembok kosan, Nining tampak gelisah menunggu antrian kamar mandi. Tinggal di tempat kos dengan penghuni yang banyak membuatnya harus rela menunggu giliran, telat sedikit saja sudah kedahuluan yang lain.Setelah Ina keluar, tanpa menunda Nining langsung masuk, waktunya begitu mepet membuat dia segera menuntaskan urusan di kamar mandi. Nining berlari kecil melewati jalan pintas samping musholla pertanian. Kosannya yang berada di daerah sekitar kampus membuatnya selalu memanfaatkan jalan terabasan tersebut. Setelah berpacu dengan waktu, Nining pun sampai di depan Fakultas Pertanian. Waktu kurang 2 menit, masih bisa mengejar ketinggalan seminar yang diadakan jam 8 tepat. Tak ingin membuang waktu, dia langsung membuka pintu fakultas dan … Gedubraak!! Buukk!! Buuk!! Tidak disangka, dia menabrak seseorang yang hendak keluar dari arah berlawanan, menuju pintu yang sama. Barang-barang yang dibawa berjatuhan tepat di depannya. Di antara rasa panik, secepat kilat dia berusaha membantu membereskan barang-barang yang semuanya adalah buku-buku agama, pernak pernik Islam seperti: murottal, gantungan kunci dan lain-lain. Dari ruang seminar, Teguh yang sudah belasan kali bolak balik menengok dari balik pintu, langsung berteriak ketika menangkap sosok yang dia tunggu. "Nining, cepat! “Waduh Mas! aku buru-buru gak bisa bantu semuanya, ujarnya sambil berlari menuju ruangan. Matanya sekilas melirik, kening mengernyit, pernah melihat sosok laki-laki itu. Nining berusaha fokus pada seminar Pertanian Organik walau dalam hati masih diselimuti rasa bersalah. Presentasi mereka berlangsung lancar dan diakhiri tepuk tangan teman-teman. Dengan tergesa-gesa Nining membereskan makalahnya. "Maaf ya, aku duluan," pamitnya sambil berlalu. “Mau ke mana? tanya Teguh yang hanya dijawab dengan lambaian. “Oya Ning besok ada tugas buat laporan praktikum tentang tanaman Padi Organik, minggu depan dikumpulkan.” Nining hanya mengangguk dan bergegas keluar. Ada seseorang yang ingin dia cari. Nining mengedarkan pandangan ke segala arah mencari sosok laki-laki yang dia tabrak, namun tak terlihat di tempatnya. Jelas saja pasti dia sudah pergi, karena saat insiden terjadi laki-laki itu hendak keluar. Nining berusaha mencari di luar fakultas, tetap juga tak menemukannya. Hanya ada beberapa mahasiswa yang sedang duduk sambil mengerjakan tugas kuliah. Perlahan Nining mendekati dan bertanya, "Maaf, Mas, Mbak, lihat Mas yang barang-barangnya jatuh gak?" "Sopo rek?" tanya seseorang ke temannya dengan logat Jawa kental. "Oh Mas Syaiful, itu dia di sana! jawab salah seorang mahasiswa senior yang mengenali sambil menunjuk ke lapangan parkir belakang gedung. Alisnya mengernyit. Nama yang menggetarkan membran timpani hingga ke otak, membuatnya berpikir. Seperti pernah mendengar nama itu, tapi di mana? Dia lupa. Beban kuliah yang banyak, membuat kepalanya tak sanggup menampung sebagian ingatan masa lalu. “Terimakasih.” Nining langsung berlari ke tempat parkiran, ternyata sedang berlangsung bazar. "Duh, di mana ya?” satu persatu stand yang ada dia sisiri. Banyak mahasiswa memanfaatkan bazar untuk menjual produk kreativitas mereka, kadang menawarkan hasil pertanian yang khas dan unik. Ada juga yang menjual barang yang identik dengan simbol Islam. Langkah gadis tomboy itu berhenti pada salah satu stand yang menjual buku-buku Islam, dan pernak pernik Islam lainnya. Di pojok stand terlihat laki-laki yang dia cari sedang menunduk, membaca buku. Laki-laki itu menghentikan bacaannya dan menoleh. Tanpa sengaja pandangannya beradu dengan Nining yang sedang menatap sambil mendekat. Laki-laki berkemeja biru itu terperangah dan segera ia melempar pandangan ke arah lain. Di antara meja jualan yang memisahkan mereka, agak ragu Nining bertanya, "Mas yang tadi barang-barangnya jatuh ‘kan?" "Iya." Jawabnya, tanpa menoleh. "Tadi aku buru-buru dan tak sengaja, Maaf Mas," ucap Nining sembari mengulurkan tangannya. namun laki-laki itu sama sekali tidak membalas. "Tidak apa-apa," ucapnya sambil menangkupkan kedua tangan kemudian merapatkan ke d**a, membuat Nining salah tingkah dan menarik tangan yang sempat terulur sembari melempar senyum tipis menutupi rasa malu dan canggung. Syaiful mengalihkan pandangan sembari menghalau detak jantung yang memompa cepat. Melihat gadis itu membuat terjebak sesaat pada angan lama, yang berusaha dia kubur dalam-dalam. Hatinya tak menampik, seseorang yang berdiri di depan, mirip dengan seseorang yang pernah ia kenal dulu. Dia berjalan menjauhi gadis itu, mengambil posisi mengantikan temannya menjaga bazaar. Nining masih membeku di tempat berpijak, memperhatikan laki-laki bermata teduh, terkesan menghindar. Permintaan maaf belum direspon membuatnya kembali mendekat. "Maaf, ya Mas, aku benar-benar menyesal. Tadi ada barang yang pecah gak?” Hatinya terus memaki kecerobohan yang dia lakukan "Gak ada yang pecah kok dan gak apa-apa, kamu Nining anak pertanian angkatan 2005 ‘kan?" Lekukan samar di sudut bibir mulai menghiasi wajahnya yang kaku. Nining tersentak, berusaha mengingat. Butuh beberapa menit memori di otaknya kembali mengeluarkan data-data, mendiskripsi laki-laki di depannya. Perlahan muncul dalam ingatannya, kakak tingkat yang terkenal kalem saat menjadi kakak ospeknya. Paling banter dia hanya menegur kemudian menasehati maba dengan lembut tapi tegas. Banyak teman-teman yang mengidolakannya. "Iya Mas kakak senior kan?" tanya Nining agak ragu campur senang. "Iya, aku Syaiful." "Oh, apa kabar Mas?" "Alhamdulillah, baik." "Lama tidak bertemu, aku kira Mas sudah gak ingat sama anak-anak MABA." ucap Nining. Senyum manis mengembang di wajahnya. "Bukannya sebaliknya?" Syaiful membalas membuat Nining terperangah salah tingkah, dia memang agak lupa. "Mas jualan apa saja?" tanyanya mengalihkan pembicaraan. "Ini jualan teman, aku cuma bantuin." "Oh." Dia memilih beberapa buku Islam yang hendak dibeli, tanpa diduga laki-laki itu membantu memilihkan untuknya. “Coba baca buku ini.” tawarnya sembari menyodorkan buku tentang ‘Jilbab Wanita Muslimah’ dan ‘Jatidiri Wanita Muslimah’ tanpa pikir panjang Nining membeli semua buku yang ditawarkan dan beberapa murottal. “Jazakillah khairan,” ucapnya. "I-iya Mas." Nining bingung membalas ucapan itu dan segera berlalu. Sesaat setelah Nining pergi, Rian datang mendekatinya. "Bukannya dia yang pernah ta'aruf denganmu?" tanyanya terkejut sambil mengernyit dahi "Bukan." "Ah, masak! Dia ‘kan Nia gadis yang dulu hampir kamu ajak nikah." "Dia adik tingkat kita, Nining. Mahasiswa baru angkatan 2005, saat dia jadi MABA aku sempat jadi kakak ospeknya, makanya dia agak mengenaliku." "O ya? Dia mirip sekali sama Nia," gumam Rian memegang dagunya seakan berpikir tentang sesuatu, Syaiful kembali membaca buku yang sempat terhenti. "Sekarang aku tahu kenapa kamu selalu senang membantu menyelesaikan tugas-tugasku, kadang sampai kamu bela-belain keperpustakaan jurusan untuk mencari buku yang berkaitan dengan tugasku, apakah karena dia?" tanyanya membuat Syaiful terkejut sesaat dan segera mengontrol ekspresi wajah, berpura-pura cuek. "Kamu ada-ada saja, aku membantumu agar kamu cepat lulus kuliah. Masa kuliah sudah 6 tahun gak kelar-kelar, kasihan orang tua yang membiayaimu," sergahnya berusaha bersikap wajar. "Hahaha gimana ya, aku terlanjur cinta dengan kampusku, sayang bila harus segera angkat kaki dari sini. Apalagi yang masuk dan kuliah di sini hanya orang-orang terpilih lewat tes yang susah!" kilah Rian, terkesan lucu bagi Syaiful. "Kamu selalu mencari alasan. sudah kuliahmu telat, lulusmu juga telat." "Sebenarnya aku juga ingin segera lulus, tapi skripsiku sepertinya selalu dipersulit," keluhnya sambil duduk di samping Syaiful. "Kalau alasanmu dipersulit, buktinya banyak juga yang bisa lulus. Yang penting jangan pantang menyerah menghadapi pembimbing. Kadang mereka memang sulit ditemui, seharusnya kamu lebih menempa hatimu untuk lebih sabar menunggu ..." sahut Syaiful sambil menepuk bahu Rian. "Seperti kamu yang sabar menanti Nia, walau telah ditinggal menikah," ucap laki-laki kurus itu memotong pembicaraan, membuat hatinya meringis. "Aku sudah melupakan dia, lagian dia pun sudah bahagia dengan pilihan orang tuanya," ucap Syaiful sambil menghela nafas panjang. "Jujur saat melihat gadis tadi, aku terkejut kukira yang datang adalah Nia, wajahnya sama persis atau jangan-jangan dia adiknya Nia." "Gak tahulah, aku pun sudah lupa dengan Nia." "Lantas, kenapa sampai sekarang kamu belum menikah juga." "Aku masih sibuk kuliah S2, gak kepikiran menikah" "Dulu waktu S1 semester akhir kamu malah kebelet mau menikah, kok sekarang kamu bilang sibuk? Jangan-jangan sibukmu sebagai pelarian saja?" "Sudahlah aku tak ingin membicarakan hal ini lagi."Syaiful terdiam. Dia tak menampik perkataan temannya itu ada benarnya. "Apa yang sedang kamu pikirkan, pasti mikirkan Nia … Benar-benar bagai pinang di belah dua. Cuma kalau gadis itu agak tomboy dan cuek aku tak yakin kamu suka dengan tipe seperti itu." "Sok tahu! Ya sudah aku mau ke laboratorium lapangan, mau mengamati tanaman percobaanku," ucap Syaiful sambil berlalu meninggalkan bazaar, menghindari dugaan-dugaan temannya yang membuat tertonjok. *** "Nining, kamu dari mana saja?" Trysna sudah menghadangnya di depan pintu fakultas. "Dari bazar, kenapa?" Nining balik bertanya heran, ketika melihat wajah temannya yang cemas. "Praktikum ovulasi tanaman mangga milikmu, rusak!" "Apa? Rusak?" "Tamananmu kering!" ucap Trysna makin membuat Nining terkejut, segera ia berlari menuju kebun percobaan dekat lapangan parkir. Nining memutar-mutar pot miliknya sambil mengamati, ini untuk kesekian kali percobaan tanaman gagal. "Aneh kok tanamanku bisa rusak? padahal kemarin aku perhatikan baik-baik saja, daunnya pun masih hijau?" "Mungkin waktu kamu ikat mata tunasnya bergeser, membuat kambiumnya memar, terkoyak dan rusak." Perlahan Nining duduk di samping pot, menatap nanar tanaman itu, ucapan Trysna mungkin ada benarnya. "Sekarang aku harus bagaimana? Praktikumku harus sudah dikumpulkan besok," ucap Nining lirih sambil menunduk sedih. "Gimana ya, kamu pakai punyaku saja." "Terus, kamu gimana?" "Hmm, aku coba buat yang baru," ucap Trysna. "Gak usah, aku akan buat lagi yang baru. Nanti aku minta tenggang waktu dari kakak asisten." "O gitu, nanti aku akan membantumu, hari ini aku ada kuliah, maaf ya Ning, aku tinggal dulu." "Oke." "Setelah kuliah, aku akan ke sini bantuin kamu." "Iya, terimakasih." Nining masih duduk di antara tanaman percobaan sekitar, sambil menatap sedih praktikumnya yang rusak. Tak habis pikir, bagaimana mungkin kemarin baik-baik saja, bisa sekejap rusak? Masih dengan perasaan kesal Nining bangun dan langsung menendang pot percobaannya hingga mengenai seseorang di depan. "Waduh! Kencang amat tendangannya, Ning! Mau jadi tim kesebelasan, ya?" tanya seseorang membuatnya terlonjak kaget. Segera Nining menoleh ke arah sumber suara itu, terlihat kakak ospeknya yang sering dipuji oleh teman-temannya ganteng, sedang mengerang kesakitan memegang tulang kering. Ternyata pot parktikum melayang mengenai kaki itu. Sambil berlari kecil dia mendekat, namun berusaha menjaga jarak, Syaiful yang menghindari berjabat tangan membuatnya mengerti kalau laki-laki itu tidak mau bersentuhan dengan yang bukan mahrom, sama seperti Nia. "Maaf, Mas. Gak sengaja! Aku kira gak ada orang di depan," ucap Nining makin merasa tidak enak, sudah dua kali dia melakukan kesalahan padanya. "Kenapa dengan tanamanmu?" tanyanya, masih meringis sambil merunduk mengelus kaki. "Itu mas, itu... gagal praktek okulasi," jawab Nining malu. "O gitu, kalau okulasi aku ahlinya, sini aku bantu!" "Benarkah?" tanya Nining senang sambil tersenyum, hati Syaiful makin berdetak melihat senyumnya. Wajah itu makin mengingatkannya pada Nia, namun di antara keduanya mempunyai sifat yang berbeda. Perlahan Saiful mengambil pot. Memperhatikan dengan seksama sambil memutar dan mengamati tanaman itu, kemudian membuka ikatan okulasi. Keningnya langsung mengernyit. "Apakah ini praktek okulasimu?" "Iya Mas." "Hmm … praktek okulasi sudah berhasil kok, daunnya juga sudah tumbuh. Sepertinya ada yang sengaja merusak tanamanmu." "Apa!" Seru Nining tak percaya, tanpa sadar dia mendekat dan segera mengambil pot miliknya, mata Nining tak berkedip menatap tanaman itu, Saiful beringsut pelan menghindar. "Baru dugaanku saja, biasanya hasil okulasi yang berhasil akan muncul tunas dan daun baru, nah praktikummu daunnya sudah muncul tapi tiba-tiba mengering, setelah kuperiksa ternyata ada luka baru karena entresnya dicabut," jelasnya sembari menjaga jarak duduk di antara tanaman sekitar. Nining masih melongo tak menyangka ada yang tega merusak praktikumnya, jangankan musuh, masalah dengan teman-teman pun hampir tak ada. "Tapi tenang, aku akan membuatkan yang baru untukmu," ucap laki-laki itu berlalu menuju ruang praktikum. Tak berapa lama dia kembali dengan peralatan dan bahan-bahan yang diambil dari ruangan. Dengan menggunakan semua bahan yang di ambil, Saiful mulai unjuk kemampuannya dalam melakukan okulasi.

editor-pick
Dreame-Pilihan editor

bc

Jodoh Terbaik

read
183.1K
bc

Noda Masa Lalu

read
205.6K
bc

MANTAN TERINDAH

read
10.0K
bc

Dear Pak Dosen

read
434.2K
bc

MENGGENGGAM JANJI

read
484.2K
bc

Air Mata Maharani

read
1.4M
bc

Bukan Cinta Pertama

read
59.0K

Pindai untuk mengunduh app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook