Mereka menegang ketika Acacia yang tiba-tiba datang dan bertanya hal yang belum saatnya dia ketahui. Mereka dilanda perasaan bingung harus mengatakan apa kepada Acacia, bagaimana pun caranya Acacia tidak boleh mengetahuinya. Karena ini bukanlah waktu yang tepat.
"Ahh, itu. Semoga ulang tahunmu baik-baik saja." Acacia merasa aneh dengan jawaban Damian.
"Ahh sudahlah tidak usah di perpanjang," ujar Anora cepat sebelum Acacia bertanya kembali.
"Tapi-," ucapan Acacia dipotong oleh Rey.
"Oh iya, apakah kau akan mengadakan birthday party mu, Queen?"tanya Rey.
"Ahh sepertinya tidak perlu," jawab Acacia.
"Apakah kau yakin tidak akan mengadakan party?" tanya Damian, Acacia pun menggeleng.
"Itu tidak perlu, Kak. Yasudah, ayo kita ke kelas," ajak Acacia dan mereka pun mengangguk karena bell akan berbunyi.
***
"Damian! Buruan jalannya k*****t. Lama banget, aku udah capek nungguin kau dari tadi," omel Acacia dengan wajah memerah menahan kesal.
Ya, gimana tidak kesal. Bell pulang sudah berbunyi tapi Damian pergi entah kemana dan ketika Acacia mencarinya keseluruh sekolah, ternyata dia sedang ngapel di kelas gebetannya.
"Ck! Gak usah marah-marah. Cepat tua nanti," decak Damian mendengar omelan Acacia.
"Stop. Gak usah marah-marah terus," ujar Damian cepat ketika melihat Acacia ingin memarahinya kembali.
"Yaudah. Ayo cepetan," ucap Acacia dan mereka memasuki mobil dan berjalan pulang.
"Kakak kemana aja sih. Aca sudah menunggu dua jam tau nggak," gerutu Acacia di tengah perjalanan.
"Hehe maaf, kakak lagi ada urusan tadi," ujar Damian, menyengir.
"Urusan apa? Ngapel ke kelas gebetan dulu? Iya?" tanya Acacia nyolot.
"Hah, sudah pastilah itu," sinis Acacia tanpa menunggu jawaban dari Damian.
Damian mendesah. "Belum kakak jawab juga, udah nyolot aja kamu, Dek," ucap Damian menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
"Tapi benarkan kalau kakak jumpa gebetan dulu tadi?" tanya Acacia.
"Hehe, iya sih." Damian menyengir.
"Ck! Cengar-cengir aja terus. Udah tercyduk juga tadi masih gak ngaku," omel Acacia kembali.
"Ck! Belum puas juga kamu dek ngomelin kakak dari tadi?" tanya Damian kesal.
"Belum," jawab Acacia cepat.
Dasar adek durhaka, gak tau diri. Belum puas juga ngomelin kakak nya yang tampan ini dari tadi. Gak capek apa mulutnya nyerocos dari tadi. Aku sumpahin bisu baru tau rasa, batin Damian.
"Apa? Kakak nyumpahin Aca bisu?" teriak Acacia marah.
Damian kaget. Kaget mendengar teriakan Acacia dan kaget juga karena bisa membaca pikirannya.
"Eh eh, Anu, dek," gagap Damian.
"Anu-anu apa, ha? Aku gak salah dengarkan kak?" Acacia kembali nyolot.
"Eh, salah dengar kamu, Ca. Orang kakak gak ada ngomong kok dari tadi." elak Damian.
"Masa sih?" heran Acacia mengaruk kepalanya.
"Ngigau kamu, Dek," ucap Damian.
Acacia terheran-heran, apa benar dia salah dengar? Tapi jelas-jelas dia mendengarnya tadi. Ahhh, sudah lah gak usah di pikirkan.
Selamat. Damian mengelus d**a.
***
Mereka sudah berada di rumah tiga puluh menit yang lalu, sekarang Damian sedang berkumpul bersama orang tuanya tanpa adanya Acacia karena dia sedang tidur di kamarnya.
Orangtuanya bingung kenapa tiba-tiba Damian menyuruh mereka berkumpul. Martin, sang ayah yang sedang berada dikantor terpaksa kembali kerumah ketika Damian menyuruhnya pulang.
Disini juga ada Rey dan Anora. Melihat Rey dan Anora mereka berpikir, pasti ada hal yang sangat penting yang ingin dibicarakan.
"Damian, Apa yang ingin kau bicarakan?" tanya Rose, mamanya.
"Tentang Acacia," jawab Damian.
"Ada apa dengan, Queen?" tanya Rose.
"Sebentar lagi, Ma. Sudah waktunya, kita harus mempersiapkan semuanya. Acacia, Queen kita. Dia sedang dalam masa perubahannya."
Rose dan Martin terkejut mendengarnya. Mereka tau ini akan terjadi, tapi mereka tidak menyangka akan secepat ini.
"Tapi bagaimana bisa? Kenapa secepat ini? Harusnya tidak sekarang," heran Martin.
"Ya. Harusnya tidak sekarang. Itu terjadi karena darah yang mengalir di tubuhnya istimewa. Itulah penyebabnya perubahannya terjadi begitu cepat," ujar Rey menjawab Keheranan Martin.
"Kakak juga mengatakan, mereka sudah mulai bergerak mengincar Queen," ucap Anora serius.
"Apa!? Ini tidak bisa di biarkan, kita harus melindungi Queen," ucap Damian serius, mereka mengangguk.
"Ya, kau benar Damian. Kita harus melindungi Queen, apapun yang terjadi. Kita tidak boleh membiarkan mereka menyentuh Queen seujung rambut pun," ucap Rose serius.
"Rey, Damian. Kalian tau tugas kalian bukan? Kalian adalah penjaga dan pelindung, Queen. Jadi, lindungi Queen apapun yang terjadi. Ini menyangkut kedamaian dunia," ujar Martin serius.
"Tanpa kau mengatakannya aku pasti akan melindungi Queen dengan nyawaku sendiri. Apapun yang terjadi, aku sebagai penjaganya sudah menganggap Acacia adikku sendiri. Aku akan menjaganya sebagai kakak dan Queen kita," ujar Damian serius.
"Ya. Aku juga tau tugasku. Takdirku adalah untuk melindungi Queen hingga akhir hidupku. Aku pasti akan melindungi Queen dengan nyawaku. Apapun yang terjadi aku akan melindunginya," ujar Rey mengangguk mantap.
"Walaupun aku bukan pelindung atau penjaga Acacia. aku akan ikut melindunginya sebagai sahabat dan keluarganya," Ujar Anora menerawang.
"Ya. Kita semua akan melindungi Queen apapun yang terjadi," ucap Rose meyakinkan.
"Ya. Aku sudah mengerahkan pasukan kepercayaanku untuk mengawasi Queen jika terjadi sesuatu," ucap Rey.
"Kita tidak boleh lengah sedikitpun. Mereka pasti akan menyamar untuk mengelabuhi kita. Jadi kita harus hati-hati dan waspada," ujar Damian memperingatkan.
"Kau benar Damian. Kita jangan sampai lengah," ujar Rey.
"Kita harus bersama dengan Queen untuk mengawasinya," ujar Anora.
"Kami juga akan memantau Queen dari jauh. Jadi kami bisa tau apa yang terjadi," ucap Martin dan Rose mengangguk.
"Aku akan meminta kakak untuk mengirim seseorang membatu kita," ujar Anora.
Mereka mengangguk setuju. Bagaimanapun mereka harus waspada, ini tidak lah mudah. Mereka tau lawan mereka sangatlah berbahaya.
"Tidak perlu Anora." Sebuah suara mengagetkan mereka. Suara serak basah dan dingin membuat bulu kuduk mereka meremang.
Mereka menoleh ke sumber suara dan betapa kagetnya mereka melihat sesorang berdiri tegap dengan gagahnya. Aura yang sangat kuat memancar dari tubuhnya, mata biru sejernih lautan menatap tajam dan mengintimidasi. Baju kebanggaan berlapis emas dan jubah kebangsaan yang melekat di tubuhnya, mereka pasti tau dia siapa.
Mereka berdiri menundukkan kepala dan membungkuk hormat kepada raja dari segala kerajaan mereka.
"Hormat kami Lord...."