5. Bayangan Hitam

1997 Kata
Qeenan merasa dirinya bertanggung jawab atas Caca sejak pertama kali gadis itu menginjakkan kakinya di Bumi. Karena gadis itu terlalu rentan untuk disakiti oleh orang-orang jahat. Dan Qeenan merasa beruntung saat ia dianugerahi kemampuan insting yang kuat. Karena akan ada turnamen basket di salah satu klub sekolah sebelah minggu depan, Qeenan jadi tak bisa mendatangi Caca di kelasnya untuk makan siang bersama saat jam istirahat. Ia perlu latihan supaya bisa tampil maksimal bersama timnya di turnamen nanti. Lapangan basket yang dekat dengan pagar depan sekolah, memudahkan Qeenan untuk melihat Caca yang sedang berada di kedai seblak bersama Bella dan seorang cowok yang tidak Qeenan kenal. Namun, saat melihat aura biru gelap yang samar dari tubuh cowok itu, Qeenan langsung merasa kalau Caca akan dalam bahaya. Ia jadi tidak fokus mendribble bola. Beberapa kali terjatuh dan akhirnya latihan berakhir dan akan diadakan lagi sepulang sekolah. Qeenan beristirahat di tepi lapangan seraya meminum air mineral dari botol. Saat meneguk minuman, ia tak sengaja melihat sesosok bayangan hitam di atas gedung olahraga yang belum selesai di cat. Bayangan hitam itu melesat cepat ke kedai seblak di mana Caca berada. Qeenan refleks berdiri dan melihat apa yang akan terjadi. Kemudian, Bella yang jatuh dari kursinya dan tampaknya pingsan. Caca yang panik dan cowok itu langsung menggendong Bella kembali ke sekolah. Qeenan memerhatikan betul bayangan hitam yang melesat pergi itu. Ia kira, bayangan hitam itu akan menyakiti Caca, ternyata tidak. Ia menargetkan Bella yang agaknya berhubungan dengan cowok beruara biru gelap itu. Qeenan bergegas pergi, mengganti seragam tim basket menjadi seragam sekolah. Lalu ia bergegas ke ruang kesehatan. Caca terlihat ditarik keluar dari kerumunan murid-murid yang penasaran di luar ruang kesehatan oleh guru BK dan wali kelas gadis itu. Qeenan berjalan mendekat dan menemani Caca yang menjelaskan kronologi pingsannya Bella. “Qen temenin ke kedai seblak lagi, gue harus konfirmasi kalau Bella baik-baik aja.” “Oke. Tap, Bella kan diganggu sama makhluk jelek itu, kan?” Qeenan bertanya pensaran seraya melihat ke kiri dan kanan kalau tidak ada orang lain disekitar mereka yang bisa mendengar percakapan mereka. Caca mengangguk. “Iya, gue rasa karna Zeon deh.” “Zeon?” Qeenan seperti pernah mendengar nama itu. “Iya Zeon, dia anak baru di kelas gue. Kayaknya makhluk jelek itu ngincar Zeon, tapi dia tau kalau Zeon kayak tertarik sama Bella, ya jadi yang diganggu si Bella.” Qeenan mangut-mangut mengerti. Mereka sudah sampai di kedai seblak, Caca langsung memberitahu kalau Bella pingsan bukan karna makanan yang dijual di sana, dan gadis itu juga meminta maaf karna telah membuat keributan. Untuk lebih mengklarifikasi Caca diminta berbicara di video yang akan di share pada sosial media milik kedai seblak. Selagi Caca sedang tak video, Qeenan kembali melihat gedung olahraga itu. Ada sisa asap yang tampak di tempat bayangan hitam itu berada tadi. Qeenan mengenalnya, tahu betul makhluk itu dan siapa yang mengirim makhluk itu. Tapi, kayaknya Qeenan perlu menanyakan langsung pada Zeon tentang kejadian ini. Makanya, setelah kembali ke ruang kesehatan, saat mata Qeenan dan Zeon bertemu, ia langsung menyuruh cowok itu keluar. Aura biru gelap yang samar masih melingkupi tubuhnya. Qeenan memerhatikan dari atas ke bawah dan ia tidak salah lagi, Zeon adalah salah satu orang suruhan Kakeknya untuk memata-matai Caca. “Sebaiknya lo pergi dari kehidupan Caca.” Qeenan berujar dingin. “Maaf. Gue di sini bukan atas perintah Tuan Moran.” Zeon membalas kalem. Qeenan memiringkan kepalanya tak percaya, dan ia refleks menyahut, “Masa?” “Iya. Seberapa percayanya lo sama gue daripada sama Kakek lo itu?” Sebenarnya Qeenan dan Zeon memang dekat. Mereka sudah berteman sejak pertama kali Zeon datang ke kastil. “Tapi, kenapa ada bayangan hitam?” Zeon menggeleng, “Gue gak tau. Dan yang lebih gak gue ngerti kenapa bayangan hitam itu gangguin Bella.” “Masa sih lo gak tau?” “Astaga lo gak percaya? Emang kita temenan udah berapa lama sih?” “Ck. Lo aja gak bilang-bilang gue kalau ada di Bumi.” Qeenan melipat tangannya di depan d**a dan menggembungkan ke dua pipinya. Dia ngambek. “Kayak cewek aja lo, geli gue!” Zeon bergidik jijik dan kembali masuk ke dalam ruang kesehatan. Tampak Bella dan Caca yang sedang mengobrol. “Kalau gue aja yang anterin Bella pulang gimana?” Bella dan Caca saling pandang. Bella langsung menggeleng dan jelas sekali tidak mau, tapi Caca melirik Zeon seraya tertawa kecil. “Boleh dong. Kapan lagi kan? Biar lo terbiasa tinggal di sini.” “Caca ih!” Bella merengut tak setuju. “Bel, sekali ini aja ya. Gue soalnya ada urusan juga sama Qeenan.” “Yaudah deh.” Bella akhirnya menyerah dan mengiyakan kata-kata Caca dengan suara pelan. ** Jam pelajaran kembali berlangsung. Bella ditemani salah satu anak PMR yang juga temannya di ruang kesehatan. Qeenan, Caca dan Zeon kembali ke kelas untuk belajar lagi. Caca merasa suntuk karna ia hanya duduk sendiri dan tidak bisa mengobrol dengan Bella saat guru yang menerangkan materi di depan terdengar membosankan. Waktu bergerak begitu lama. Caca sudah terkantuk-kantuk dan akhirnya guru yang mengajar mengerti dengan suasana kelas yang sudah tidak kondusif lagi. Ia lalu mengkahiri dengan rentetan tugas seabrek untuk dikumpulkan minggu depan. Satu kelas mengeluh namun, kata Bu Rani tugas sepuluh halaman itu tetap harus dikerjakan, tidak ada pengurangan sama sekali. Yang ditunggu-tunggu telah tiba, bel tanda pulang sekolah berbunyi. Caca merenggangkan badannya dan menggeliat seraya menguap. “Ca, gue langsung antar Bella pulang ya.” Zeon berkata terdengar terburu-buru dan melesat begitu saja keluar kelas tanpa mendengar balasan dari Caca. Caca hanya geleng-geleng kepala lalu memasukkan buku dan alat tulisnya ke dalam tas. Sebenarnya, ia tak membutuhkan waktu lama hanya untuk memasukkan buku dan alat tulis ke dalam tas, tapi setelah selesai kelas sudah kosong melompong. Kening Caca berkerut bingung, namun ia tetap melangkah keluar kelas dengan hati-hati. Firasatnya tak enak. Tidak terdengar dengung ramai seperti beberapa saat lalu. Suasana tiba-tiba berubah kelam, langit pun ikut menggelap, padahal tadi cuaca sedang panas-panasnya. Caca melangkah pelan bersamaan desau angin kencang yang masuk lewat pintu kelas yang terbuka lebar, hingga pintu itu membentur dinding dengan suara keras. Caca sampai berjengit kaget dibuatnya. Helai rambut Caca sudah berantakan dibuatnya, bersamaan dengan itu suara seperti gelembung sabun yang pecah terdengar ‘pop’ dan sesosok dengan kesiur angin berdiri di depan Caca. Ia terperangah untuk beberapa saat dan rasa dingin dari sosok itu menjalar perlahan-lahan melalui ujung jari-jari tangannya. Setelah dipastikan beberapa kali untuk mencoba bergerak pelan-pelan dan Caca mengutuk dirinya sendiri kenapa harus takut pada sosok yang bukan 'apa-apa' dihadapannya ini, ia mulai memberanikan diri menatap lama sosok itu lalu berdeham pelan dan mulai berucap, "Lo siapa?" Hening cukup lama. Sedikit-sedikit hawa dingin pada sosok itu berkurang dan Caca rasa baru kali ini ia melihat sosok yang mengerikan dengan kepala yang perlahan menoleh padanya disertai bunyi gemeretak tulang berderak seakan patah, Caca menelan saliva menahan ngeri karnanya. Sosok itu dengan mata lonjong dan terkesan ganjil sebab tak ada kornea mata dan hanya putih itu memerhatikan Caca dari atas ke bawah disertai bunyi gemeretakan tulang. Bola matanya seakan hendak keluar dan dia berjengit seakan baru sadar kehadiran Caca di depannya. Telunjuk kurusnya dengan kulit keriput yang hanya membungkus tulang itu menunjuk ke arah Caca dengan gigi bergemeretak mengigil ketakutan ia berujar, "Put-ppputtriiii ketturr-ttuuurrruunan pemmiillikk kekk-kkuatttan mmuurrnii." Lalu dalam sekali gerak ia berubah secepat kilat, anggun dengan kepala tertunduk penuh hormat pada Caca, gagapnya tadi hilang seketika dan bunyi tulang bergemeretak tadi juga ikut hilang. "Hormat hamba tuan Putri." Setelahnya ia kembali menegakkan badan dan tampak mencoba tersenyum namun malah tampak menyebalkan di mata Caca. Namun, sebelum sosok itu kembali membuka mulut, tiba-tiba saja Qeenan datang lalu langsung menarik Caca ke belakang tubuhnya dengan gestur badan melindungi gadis itu. Caca kembali dibuat terkejut. Sosok itu tampak marah dan tak suka, lalu tanpa berkata apa-apa lagi pergi menghilang bersamaan datangnya hawa panas yang seharusnya ada sebab matahari seharusnya sedang bersinar terik tepat di puncak kepala. Disekitar Caca kembali terang, langit tampak biru cerah, Caca melangkah ke bagian yang terkena sinar matahari dan mengulurkan tangannya mengenai sinar tesebut. Rasanya hangat dan Caca mendesah lega karna ia sempat takut kalau matahari hilang begitu saja dari peradaban. "Dia siapa? Lo kenal?" Caca menoleh pada Qeenan yang terlihat bingung. Cowok itu menggeleng dan melihat ke tempat sosok tadi berdiri dan ada aura abu-abu yang perlahan-lahan menghilang. Qeenan meneguk saliva susah payah, saat ingatannya muncul tentang sosok dingin tadi. Ia menoleh pada Caca yang balas menatapnya. “Kenapa? Ada apa?” tanya Caca penasaran. “Yang tadi. Kayaknya gue pernah liat.” Caca bertepuk tangan dengan semangat dan mendekat pada Qeenan seraya memeluk lengan cowok itu. “Siapa? Siapa?” Qeenan tertawa kecil mendapati antusiasme Caca, ia lalu mulai bercerita. “Ingat gak buku dongeng yang sering Mama gue bacain tiap lo nginep di rumah gue waktu kita kecil?” Caca mengangguk. “Keluarga Larasfa yang sudah hilang delapan dekade dan cerita tentang mereka dijadiin kisah dongeng pengantar tidur anak-anak karena keberadaan mereka sudah tak terlacak lagi. Tapi, gue baca buku di perpustakaan yang ada di kastil Kakek gue, gue menemukan dua lembar kertas yang dirobek.” “Dirobek?” Qeenan mengangguk, mulai sekarang ia terlihat lebih serius. “Dua halaman itu ternyata menjelaskan secara detail ciri-ciri tertentu yang dimiliki Keluarga Larasfa. Semenjak keluarga Larasfa menghilang, lembar halaman yang menceritakan tentang mereka yang harusnya ada di buku sejarah, dihapus.” “Kenapa?” “Karena, banyak orang-orang jahat yang tentunya berniat mencari keberadaan keluarga Larasfa, apalagi ciri-ciri yang ada di buku sejarah itu clue yang penting.” Caca mangut-mangut paham. “Terus lo tau darimana dua lembar bekas dirobek di buku sejarah yang lo baca itu tentang keluarga Larasfa? Kalau lo bilang tentang keluarga Larasfa yang dihapus dari buku sejarah, terus lo emangnya yakin yang ada di buku sejarah itu tentang mereka?” Qeenan mengangguk. “Gue yakin, karna buku itu adalah buku sejarah tertua yang ada di dunia ini.” “Wah!” Caca menganga tak percaya. “Cara ngomong lo kayak aktor drama kolosal deh.” Caca tertawa kecil terdengar mengejek. “Aktor apaan?” Qeenan cemberut. “Balik lagi ke inti pembicaraan kita. Sosok tadi yang datang dengan hawa dingin dan badai adalah salah satu dari mereka.” “Yakin lo? Bukannya keluarga Larasfa terkenal karna kerapian dan wajah rupawan mereka. Yang tadi tuh udah kayak hantu tua yang tulangnya patah-patah.” Qeenan tertawa pelan. “Hantu tua? Lo lupa kalau mereka bisa merubah penampilan sendiri?” “Eh iya ya? Gue baru tau.” “Akhirnya, lo bodoh juga daripada gue.” Qeenan terkekeh senang dengan ucapannya sendiri, ia merasa ketidaktahuan Caca adalah pencapaian yang harus ia syukuri. “Eh!” Caca memukul Qeenan karna tak terima dikatai bodoh. “Bukannya bodoh Cuma kurang tau. Lo harus bedain itu mulai sekarang.” “Baik Kanjeng Ratu,” ucap Qeenan seraya membungkuk penuh kehormatan. “Jadi, kenapa dia datang kesini? Dan dari sekian banyak orang, kenapa harus gue yang ketemu sama dia dalam bentuk rupa jelek kayak gitu?” “Satu, dia punya alasan tersendiri kenapa nemuin lo. Dua, ada seseorang dari keluarga Larasfa disekitar lo. Ketiga, lo udah lupa atau gimana kalau lo itu keturunan pemilik kekuatan yang punya aura kuat dan tentunya masih bisa dideteksi oleh orang-orang kuat lainnya.” Caca mangut-mangut mengerti. “Ooohhhhh gituuuu.” “Jangan oh doang. Lo tau kan Keluaraga Larasfa yang gue maksud ada di sekitar lo?” Caca mengangguk. “Hah iya? Kenapa lo gak bilang gue?” Caca mengernyit. “Gue kira lo udah tau.” Ia bingung, jujur saja ia kira Qeenan sudah tahu, karna cowok itu tadi berbicara langsung dengan salah satu Keluarga Larasfa. Tapi, kalau dipikir kembali, agaknya semua ini memang berhubungan. Jadi, daripada memberitahu Qeenan, lebih baik Caca mencari tahu sendiri lebih teliti baru memberi tahu Qeenan info yang pasti. “Nah sekarang ketauan kan siapa yang ternyata bodoh?” Caca menyeringai sembari menaik turunkan alisnya dengan ekspresi pongah. Lalu ia berbalik dengan rambut yang sengaja dikibasnya di depan Qeenan dan berjalan menjauh. **
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN