7. Rasa Familiar

2220 Kata
Caca mengaduk-ngaduk mienya di dalam panci yang mendidih. Aroma bumbu yang telah tercampur membuat air liur terangsang untuk segera memakannya. Kalau Rafa tahu, bisa-bisa Caca diomeli, karna kata Rafa makan makanan instant itu tidak baik untuk tubuh. Kalau ketahuan Rafka lain lagi ceritanya, bisa-bisa seporsi mie yang baru saja dipindahkan ke mangkuk dihabiskan Rafka secepat kilat. Rafka memang pecinta micin sejati, itu sebabnya Rafa tidak membolehkan Rafka mengekos karna tahu kebiasaan ini. Hawa panas yang keluar dari semangkuk mie yang sudah ada di dalam mangkuk membuat uap di sekitar jari-jari Caca yang menyentuh pinggiran mangkuk. Gadis itu membawanya keluar rumah dan duduk di meja taman yang ada di samping rumah yang langsung bersebelahan dengan pagar rumah Mario. Caca mengintip hati-hati lewat celah pagar besi samping rumah Mario. Ada gadis berambut kemerahan itu disana. Ia sedang duduk seraya memainkan ponselnya. Tak lama, Mario muncul dengan dua gelas minuman. Cowok itu langsung duduk di kursi satunya dan mulai berbincang dengan gadis itu. Sayangnya jarak Caca duduk dengan teras depan rumah Mario dimana gadis itu dan Mario duduk cukup jauh, tapi semuanya akan berjaan lancar. Tentu saja apa gunanya memiliki kemampuan mendengar lebih yang sangat menguntungkan di situasi seperti sekarang ini. “Jadi, Redana tujuan lo mau ke rumah gue apa?” “Hm. Masa lo gak bisa nebak?” “Gue gak suka main tebak-tebakkan.” “Yah, sayang banget. Padahal gue suka main tebak-tebakkan.” Gadis itu menghela napas. Setelahnya tak ada percakapan lagi. Mereka berdua diam. “Gue penasaran kenapa nama lo Redana?” Gadis yang bernama Redana itu tertawa kecil. “Karna rambut gue terlahir merah. Rambut asli gue. Warna coklat ini sebenernya gue warnain, biar gak ngejreng banget. Tapi, tetep aja mau ngejreng banget atau begini juga manusia bakal ngeliat gue dan ngira kalau gue aneh. Lo juga kan?” Kali ini Mario yang tertawa. “Iya, gue juga ngerasa kalau lo cewek aneh pas hari pertama lo masuk sekolah. Gue gak nyangka kalau yang warna coklat itu rambut yang lo warnain dan warna aslinya warnah merah. Gue malah nyangka kebalikannya.” “Ya namanya juga manusia, kalau ngelihat hal yang beda selalu bilang itu aneh, bukan bagian dari mereka, asing dan terkucilkan.” “Lo kok ngomong gitu? Emang lo bukan manusia?” Terdengar suara tawa canggung dari Mario. Sepertinya Mario sudah sadar kalau Redana bukanlah manusia seperti dirinya. Cowok itu mulai gugup dan menggerakkan kakinya acak. Caca bisa melihat itu dari tempatnya duduk. Redana tertawa kecil sebelum menjawab, “Bukan. Gue bukan keponakannya kepala sekolah yang udah bebasin gue dengan rambut merah ini di sekolah. Gue juga bukan pindahan dari Paris yang kayak gue bilang saat pertama kali gue masuk kelas lo.” “Terus lo darimana?” Mario bertanya dengan suara yang gemetar. Redana tergelak. “Come on. Lo gak usah gugup gitu. Gue bukan mau makan lo kok. Gue gak doyang daging manusia, gue lebih suka ayam goreng.” Terdengar kalau Mario mendesah lega. “Tapi, kalau daging panggang gue suka banget.” Mario langsung tercekat. Redana tergelak lagi sambil menepuk-nepuk pahanya sendiri. “Gue bercanda. Astaga komuk lo gak banget!!” Mario mendengus kesal, namun ia tetap mendesah lega karna dirinya tidak akan dimakan Redana. “Jadi, kalau lo bukan manusia terus lo ini apa?” “Sebelum itu, lo adalah manusia pertama yang kelihatan santai setelah tau kalau gue bukan manusia.” “Loh, emangnya kenapa?” “Ya aneh. Karna beberapa orang yang gue kasih tau kalau gue ini bukan manusia pasti reaksi mereka yang pertama adalah teriak, terus mencoba menyentuh gue dan ada yang sampai melempar barang-barang yang ada di sekitar mereka ke gue.” Mario meringis, seperti merasakan apa yang gadis itu rasakan. “Sakit gak?” “Sakit lah b**o! Gue juga bisa ngerasain rasa sakit. Emang gue batu, apa!” Redana mendengus pelan lalu bersedekap d**a, kalau seperti ini gadis itu lebih terlihat mengintimidasi. “Gue jadi penasaran, apa sebenernya alasan lo kelihatan santai aja setelah tahu kalau gue bukan manusia.” “Oh, itu...” “Kayaknya gue tau deh.” Redana lalu mencondongkan badannya lebih dekat ke Mario, lalu berbisik pelan, “Apa karna cewek itu?” Dengan tatapan mata ke pagar samping rumah Mario, tempat Caca mengintip. Sedangkan Caca tersedak dan terbatuk-batuk dan sialnya ia lupa membawa minum. ** “Adik?” Zeon menganga tak percaya dengan sosok yang ada di hadapannya sekarang. Sudah bertahun-tahun lamanya mereka terpisah dan akhirnya bertemu lagi. Zeon pun menangis dan menghambur ke pelukan sosok itu. Dia tak lagi melayang dan pusaran angin dari tubuhnya lenyap. Mereka berpelukan seraya memijakkan kaki di tanah. Sesi pertemuan haru biru itu masih berlanjut bermenit-menit kemudian. Yah, maklum lah Kakak Adik yang sangat dekat baru bertemu kembali setelah perpisahan mereka bertahun-tahun lalu. Dia adalah Lana. Kakak laki-laki Zeon yang paling dekat dengannya. Dari selusin Kakak yang Zeon miliki dan terkadang ia tak mengerti kenapa orang tuanya terlalu banyak membuat anak, hanya Lana yang satu frekuensi dengannya. Ke sebelas Kakaknya tidak terlalu peduli dengan kehadiran Zeon, setidaknya mereka tahu kalau Zeon adalah adik mereka. Kekurangan keluarga Larasfa adalah sifat individual yang mereka miliki. Istilah kerennya siapa lo siapa gue padahal keluarga Larasfa paling banyak memiliki keturunan, setiap pasangan bahkan bisa memiliki dua lusin anak. Pasangan orang tua Larasfa tidak mendidik anak-anak mereka untuk tahu saling peduli pada saudara sendiri, melainkan mereka mendidik supaya bisa bertahan hidup lebih lama dan memiliki kemampuan yang mumpuni. Sayanganya, sifat individualisme sudah bermula dari nenek moyang keluarga Larasfa, akan sangat sulit untuk merubah kebiasaan mereka. Dan karena sifat individual itulah keluarga Larasfa menghilang sejak delapan puluh dekade terakhir. Lana masih menangis terharu melihat Adik yang paling ia sayangi berdiri di hadapannya. “Ternyata lo tambah ganteng ya dek setelah tinggal di Bumi.” “Ya jelas dong.” Zeon terkekeh jumawa. “Gue kan perwatan, makan teratur, tidur teratur.” Lana yang mendengar itu merasa takjub, agaknya ia juga ingin merasakan hidup seperti yang Zeon miliki sekarang ini. Lelah juga hanya berkelana tanpa tujuan pasti, apa ini saatnya untuk menikmati hidup? “Ini tempat apa Bang?” tanya Zeon, lalu ia melangkah mendekat ke rumah pohon yang sudah dikelilingi akar rambat pepohonan di sekitarnya. Tampak sekali kalau rumah pohon itu sudah lama tak ditinggali. Padahal dari yang Zeon lihat luasnya seperti kontrakan satu lain yang ada ruang tamu, kamar tidur dan dapur. Lumayan luas kan? Di beberapa sisi dinding panpan berlubang dimana-mana. Bekas rayap juga ada di banyak tempat. “Ngerasa familiar gak sama tempat ini?” Lana menatap lurus pada rumah pohon yang terbengkalai itu, menerawang ke beberapa masa yang telah lalu. Zeon juga melakukan hal yang sama. Seperti ada adegan film cepat yang sedang di putar, ketika dua bocah kecil datang dengan pusaran angin. Membawa bahan-bahan untuk membuat rumah pohon dengan cara ajaib. Lalu adegan diganti dengan dua remaja laki-laki yang asik bermain mengelilingi rumah pohon. Hingga Zeon merasa kalau ada yang menghantam kepalanya. Rasanya pening dan sakit, hingga semuanya pun gelap. Di tengah-tengah hutan ini, siang cepat berganti menjadi malam. Untungnya dengan kekuatan yang Lana miliki, pepohonan yang tumbuh sembarangan disusun membentuk lingkaran dengan rumah pohon itu ditengah-tengahnya. Zeon masih belum sadarkan diri, cowok itu pingsan karena baru saja mendapati memorinya yang terhapus saat ia menjalin kontrak dengan Moran. Ia tergolek di atas akar-akar besar pepohonan. Sedangkan Lana masih sibuk memindahkan satu pohon lagi, saat langit benar-benar sudah gelap. Bintang-bintang tampak dengan jelas. Lana menengadah ke langit dan terpana seketika itu juga. Ia lalu duduk di samping Zeon yang berbaring, setelah selesai dengan pohon terakhir dan kini pepohonan itu berdiri melingkari rumah pohon. Seperti pagar tinggi yang mengelilingi rumah. Zeon mengerang pelan ia sudah tersadar, lalu ia mencoba duduk perlahan dan bersandar di batang pohon. “Bang gue pingsan berapa lama?” Lana menoleh. “Kira-kira tiga jam. Coba sini tangan lo.” Seakan mengerti, Zeon mengulurkan tangannya yang ada jejak hangus bekas cincin di jari manis tangan kirinya. Lalu Lana menutup matanya dan muncul kesiur angin dingin dengan tetasan air es yang jatuh dari telapak tangannya ke jejak hangus di jari Zeon, Dan bagaikan sihir, jejak hangus pun hilang. “Wah keren!” Zeon berseru senang dan menatap takjub jari manisnya yang sudah kembali seperti semula. “Moran gak tau arti keluarga kita. Ketika dua saudara saling bertemu dan peduli, semua yang gak mungkin bakal terjadi. Jadi, sekarang lo udah bebas dari kontrak yang ada di Moran. Tapi, karna kita tahu gimana serakahnya dia, pasti bakal ada hal yang bakal terjadi. Satu pesan gue, lo harus jaga seseorang yang penting di hidup lo.” “Seseorang yang penting di hidup gue? Elo dong.” Lana mendesah pelan. “Bukan gue maksudnya, lo kira semenjak lo ada di sini gue gak tau apa-apa?” Seketika Lana berubah jahil, ia mengerlingkan matanya dan terkekeh-kekeh. “Maksudnya?” Zeon mengernyit bingung, ia tidak mengerti sama sekali. “Sebelum ke sini lo antar dia pulang kan?” “Dia?” Zeon bergumam pelan, otaknya memproses agak lambat. Sepertinya karena efek memori barunya yang memakan tempat di kepala hingga ia lupa beberapa kejadian yang terjadi sebelum ia pingsan. “Inget-inget aja dulu, santai aja. Gue ngerti kenapa lo bingung.” Lana berkata lagi, tapi ekspresi gelinya belum hilang sama sekali. “Oh, iya gue tadi nganter Bella pulang.” Akhirnya Zeon bisa mengingat. “Oh, jadi namanya Bella.” Lana mangut-mangut dan tersenyum geli, sedangkan Zeon jadi salah tingkah sendiri. “Apaan sih ekspresi lo gitu Bang!” “Gak tau, gue ngerasa lo emang udah gede dan gue gak nyangka lo udah bisa sukan sama cewek.” “Gue gak suka dia.” Zeon mengelak. “Bukannya gak suka, tapi belum suka.” Zeon terdiam, ia tidak tahu harus membantah lagi. Agaknya apa yang Lana ucap memang benar. Pantas saja, seakan takdri memang membuat mereka bertemu. Tapi, apakah Bella akan tetap baik-baik saja setelah diganggu oleh bayangan hitam itu? “Kenapa bayangan hitam gangguin Bella Bang?” “Jadi, udah ada ya antek-anteknya Moran nyariin lo?” Zeon mengangguk. “Jejak hangus di jari lo itu adalah gps bagi mereka buat lacak lo, tapi sekarang jejak hangus itu udah hilang. Lo aman dari kejaran mereka. Buat bayangan hitam yang gangguin Bella, gue gak yakin kalau mereka berhenti ngelakuin itu, karna lo tau kan mereka punya sifat jail dan gampang ngerasa nyaman sama seseorang yang udah mereka ganggu dan bisa juga lambat laun mereka ambil jiwanya Bella buat mereka tempati dan jalanin kehidupan Bella selanjutnya. Itu yang gue khawatirin, dan lo harus jaga dia, karena ini semua berawal dari lo.” Lana masih menatap lurus langit malam, ia berujar santai dengan penjelasan yang terdengar mengerikan itu. Zeon bergidik ngeri. “Kenapa bayangan hitam jelek itu gangguin Bella sih?” Lana menggeleng pelan. Ia juga tidak tahu alasannya. “Gue juga gak tau. Tapi, gimana awalnya lo bisa kenal sama Bella?” “Kita sekelas. Bella itu teman sebangkunya Caca. Lo pasti tau kan Caca siapa?” Lana mengangguk pelan. “Putri pewaris kekuatan itu kan?” “Iya. Gue sama Bella gak deket awalnya. Gue juga gak ngerti kenapa dia jutek gitu ke gue tiap kali gue ngomong sama dia. Terus tadi itu gue nganter Bella pulang karena dia pingsan dan gue turut andil atas itu. Sebab alasan dia pingsan adalah gangguan dari bayangan hitam itu.” “Dia pingsan dimana?” “Di kedai seblak depan sekolah. Waktu itu lagi jam istirahat kita makan di sana abis beli es krim di minimarket sebelah.” Zeon menjelaskan. “Kita itu siapa-siapa aja?” “Gue, Bella sama Caca.” “Nah!” Lana lalu berseru. “Karena lo udah lepas cicin di jari manis lo itu, bayangan hitam gak bisa gangguin lo lagi, tapi dia masih bisa lacak keberadaan lo karena jejak hangus di jari lo itu. Terus Caca juga bukan tandingan si bayangan hitam. Dan Cuma tinggal Bella di sana yang notabenenya dia manusia yang gak tau apa-apa, alhasil Bella yang diganggu.” “Oh, jadi gitu. Tapi, mereka kan cuma bayangan hitam yang dilatih jadi anak buahnya Moran, terus kalau nanti hal buruk beneran kejadian emang bisa ya dia ngambil jiwanya Bella terus jalanin kehidupan Bella selanjutnya?” “Lo tau, asal mula bayangan hitam itu?” Zeon menggeleng. “Mereka semua berasal dari jiwa-jiwa manusia yang mati dan gak bisa kembali ke asalnya. Alhasil mereka luntang-lantung di Bumi dan disitu lah Moran ngambil mereka buat jadi anak buah. Nah, mereka tentu aja ada yang pro dan kontra jadi pesuruh-pesuruh Moran. Tapi, mereka gak bisa gitu aja nolak. Selama ngelatih mereka jadi pesuruh, Moran sama sekali gak hapus memori mereka, karena jiwa-jiwa manusia yang sudah mati dan gak bisa kembali ke asalnya itu tentu aja punya alasan kan? Mau itu dendam, sedih, sakit hati, marah dan sebagainya. Perasaan-perasaan kelam itu yang Moran pakai untuk melatiha mereka jadi lebih jahat, lebih iri dari yang paling iri, lebih dendam dari yang paling dendam dan lebih marah dari yang paling marah. Kalau mereka udah ganggu manusia dan ngeliat kehidupan mereka yang bahagia, aman, damai dan tentram tentu aja rasa iri dan pengen memiliki hal yang sama bakal terjadi. Kemungkinannya kecil untuk mereka berhasil ngelakuin hal itu.” Zeon bergidik ngeri lagi. Ia tidak bisa membayangkan bagaimana kalau memang benar salah satu bayangan hitam yang mengganggu Bella itu akan mengambil jiwanya dan hidup sebagai Bella di Bumi. Pasti mengerikan sekali. **
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN