bc

Wedding Scenario

book_age16+
168
IKUTI
1K
BACA
love after marriage
arranged marriage
playboy
arrogant
goodgirl
student
drama
bxg
campus
office/work place
like
intro-logo
Uraian

Demi mendapatkan harta seorang Aldo Pangeran Raharja sebanyak-banyaknya, Kezia Azura Mauran harus berpura-pura mesra dengan suaminya di depan semua orang dan demi menyaingi skenario licik Kezia, Aldo juga melakukan hal yang sama. Ini bukan pernikahan kontrak, tetpai pernikahan untuk bersaing menguras harta lawan. Siapa yang sanggup bertahan, dia yang menang dan siapa yang takut hartanya hilang, siap-siap saja lembar perceraian datang. Meski terlahir di keluarga yang sama-sama mapan dan kaya, keduanya tetap saja memegang prinsip yang sama. Dikalahkan atau berusaha untuk menang. Waktu yang mereka butuhkan hanya enam bulan, lebih dari itu berarti memang seharusnya mereka bertahan, kurang atau pas berarti salah satu dari mereka sudah dipastikan menerima kekalahan. Kekalahan untuk menandatangani surat perceraian dan harta gono gini yang terkuras habis oleh lawan. Jadi Aldo, Kezia, atau justru mereka berdua yang akan dikalahkan?

chap-preview
Pratinjau gratis
Sebuah Rencana
"Bego." Aldo segera mengistirahatkan badannya yang cukup lelah di atas ranjang kamarnya. Sama sekali tidak peduli, jika ada sosok seorang gadis yang sudah sah menjadi istrinya sedang melamun di meja rias. "b**o banget sih gue!" Satu yang pasti dirasakan Kezia saat ini, tidak waras atau bahkan gila. Keputusan pernikahan ini sama sekali bukan keinginannya, tetapi bagaimana pun juga ia merasa dirinya bodoh sebodoh-bodohnya. "Papa ... " Gadis dengan rambut panjang dan badan ramping itu menatap kaca meja rias dengan rasa penyesalan yang ada. "Nikah sama playboy nomor satu se-alumni SMA Bakti Nusa itu sama aja bunuh diri. Zia nggak suka sama Aldo, apalagi dia nggak ganteng." "Enak aja lo!" Kezia memutar wajah, lalu mengarahkan dengan sinis pada Aldo. "Kenapa? Lo itu emang nggak ganteng, makanya gue nggak suka sama lo." Aldo tersenyum ringan sambil menurunkan layar handphone dari hadapannya. "Kalo gue nggak ganteng, mana mungkin cewek satu kampus ngantri buat jadi pacar gue? Padahal resikonya juga mereka udah tau, kalau perasaan mereka pasti tersakiti." "Mereka aja yang buta, nggak bisa bedain lo sama anjing depan kampus." "Eh, sembarangan lo." Aldo menantang dengan wajah kesal, Kezia pun ikut bangkit dari kursi rias dan memelototi laki-laki itu dengan tatapan penuh kebencian. "Emang bener kok." Kezia memang tidak menyukai Aldo, bahkan membenci laki-laki itu. Semua berawal dari Aldo yang mengambil tugas bahasa Indonesianya tanpa izin untuk dikumpulkan pada guru atas nama laki-laki itu sendiri. Sudah sangat bisa dibayangkan bagaimana Kezia ingin membunuh Aldo saat itu juga. Beberapa notifikasi masuk ke handphone Aldo, pemiliknya segera membuka dan membiarkan Kezia berdiri di sana sendirian. Sampai setidaknya gadis itu kembali duduk dan menatap wajahnya di pantulan cermin rias. "Pernikahan nyebelin. Malam pertama apaan ini?" Aldo smirk di belakang sana. "Berharap banget emang bisa bermalam pertama sama gue?" Kezia tidak sempat tertawa. "Idih, jijik playboy!" "Emang siapa juga yang mau bermalam pertama sama cewek garing kayak lo." Kali ini gadis yang dihina sedikit tertawa. "Garing di mata lo, gue itu sexy di mata laki-laki yang tepat. Lagian ini pernikahan atau apa sih? Nggak ada pesta, tamu undangan juga cuma orang-orang terdekat aja. Huh, gue tersiksa." Penyesalan sama sekali tidak berguna apa-apa, selain menimbulkan masalah kecil yang dibesar-besarkan. Toh, ia dan Aldo sudah terikat pernikahan sah di atas kertas. Mau bagaimana cara menolaknya, semua hanya akan sia-sia. Sayangnya, hanya itu yang bisa Kezia lakukan untuk sekarang. Entah bertahan berapa hari pernikahan gila ini bisa dijalaninya. "Pernikahan nggak ada untungnya. Ya, kalo pernikahan ini ada untungnya dikit-dikit aja, mungkin gue masih mau bertahan untuk sementara. Huh!" Penyesalan lagi, sampai akhirnya muncul satu ide di otaknya. Gadis berambut panjang itu segera bangkit dari kursi rias dan menghadap lurus pada suaminya. Sementara laki-laki yang ditatapnya masih sibuk memainkan handphone sambil rebahan santai di ranjang. "Aldo!" Aldo diam tidak berkutik, seolah telinganya tuli untuk mendengarkan apapun yang keluar dari mulut Kezia. "Lo b***k, ya Aldo?!" Aldo masih diam saja. Sementara Kezia sudah meneriakkan setengah dari kekuatan pita suaranya. "Aldo!" Sekali lagi berteriak, tetapi Aldo juga tidak menoleh sedikit pun. Jadi, saatnya senjata andalannya harus terbang dan tepat di daratnya pada dahi Aldo. Dukk! Sebuah heels mewah benar-benar mendarat di dahi Aldo dekat pelipis matanya. Si pelempar tersenyum savage atas keuntungannya. Aldo segera bangkit. "Apa-apaan sih lo? Asal banget lempar heels ke muka gue?" Kezia memutar bola matanya dengan menahan sedikit tawa. "Siapa suruh dipanggil daritadi diem aja." "Suka-suka gue lah, apa urusannya sama lo." Kali ini Aldo mulai malas untuk berdebat dengan masalah sepele. Karena pada dasarnya, ia masih sibuk mengabari beberapa pacarnya lewat chat daripada berurusan dengan Kezia, istrinya di atas kertas. "Gimana kalau kita cari keuntungan dari pernikahan ini?" Pertanyaan Kezia tiba-tiba muncul dan menggantung di udara tepat ketika Aldo ingin kembali ke ranjangnya. Dengan senyum licik yang di keluarkan Kezia, Aldo tidak berkutik dari membeku beberapa saat. "Daripada kita cuma nyesel karena pernikahan ini nggak kita inginin, kan cuma buang-buang waktu." Sedikit penjelasan dari Kezia, Aldo spontan menyeka rambutnya yang hampir menutupi mata ke belakang. "Maksud lo apa?" tanya Aldo. Laki-laki itu kini melipat kedua tangannya di depan d**a. Kezia smirk manja sambil menaruh tangannya di bahu Aldo seraya menggoda. "Kita jadiin pernikahan ini jadi persaingan. Keluarga gue kaya, keluarga lo juga sama. Ada niat tambah harta?" Awalnya diam saja, tetapi setelah sedikit mengerti, Aldo ikut tersenyum smirk tepat di depan wajah Kezia. "Lo mau, saingan untuk morotin harta keluarga kita?" "Tepatnya, lo harus bisa nguras harta gue dan gue juga harus bisa ngambil abis harta keluarga lo. Waktu enam bulan kayaknya cukup untuk kita pura-pura mesra di depan orang tua kita. Lebih dari itu, gue pastiin lo bakal tinggal di kontrakan kumuh." Begitu rencana dan ancaman Kezia yang ditujukan pada Aldo dengan penuh rasa percaya diri. "Oh, ya?" Aldo menaikkan satu alisnya. "Nggak salah perkiraan? Masalah pura-pura mesra di depan Papa Mama, ok kita lakuin. Enam bulan kan, waktunya?" Laki-laki itu mulai berjalan mendekati ranjang dan duduk di atasnya dengan satu kaki di angkat di atas kaki lainnya. Kezia tiba-tiba mengubah raut wajah percaya dirinya. "Justru yang gue takutin itu kalau gue berhasil nguras harta lo, dan lo yang bakal jadi gembel. Terus, lo nggak mampu beli make up dan barang-barang branded lo itu dengan harga puluhan juta. Sanggup hidup miskin?" Sekarang giliran Aldo yang mengambil alih posisi pengancam. Meski Kezia mengubah raut wajahnya, ternyata tidak ada sedikit pun ragu yang menyelimutinya. Gadis berambut sepinggang itu menempelkan telapak tangannya pada d**a Aldo dengan senyuman savage. Lalu tiba-tiba mendorong suaminya hingga terbaring di atas ranjang. "Mau apa lo?" Entah apa yang sebenarnya merasuki pikiran Kezia saat ini. Tangannya sudah mulai nakal membuka kancing kemeja putih Aldo dengan cukup agresif. Apalagi kaki kanannya yang mulus sudah mulai terangkat siap menindih tubuh Aldo. "Zi, gila lo ya? Jangan macem-macem!" Tidak ada satu kata pun yang dikeluarkan Kezia sampai setidaknya Aldo melihat sendiri pintu kamar mulai perlahan terbuka. Ada dua wanita di sana, dan satu wanita di antara mereka maju untuk menaruh dua gelas minuman di atas nakas kamar itu. Senyuman bahagia terlihat di bibir kedua Mama mereka itu, namun Aldo masih saja bungkam walau sebenarnya mengerti apa maksud Kezia membuka tiga kancing kemeja putihnya dengan cukup agresif. "Puasin ya, olahraganya!" Begitu kata Mecca, Mama Kezia. "Sampai beronde-ronde juga nggak papa." Wanita yang baru saja menaruh minuman di atas nakas pun ikut tersenyum. "Jangan lupa diminum juga minumannya, biar sampe pagi." Kening Aldo sontak berkerut. "Maksud Mama?" Sementara laki-laki di bawahnya sedikit bergerak, Kezia langsung turun dan berdiri di depan Mama dan mertuanya. "Ya, pokoknya dihabisin aja minumannya. Jangan sampai tersisa, ok?" Kalimat terakhir itu muncul dari mulut jahil Lana, Mama Aldo. Sampai setidaknya pintu kembali ditutup perlahan dengan mata awas terus lurus pada Aldo dan Kezia. Kezia memainkan rambut dengan manja. "Gue nggak mungkin seagresif itu, kalau situasi nggak mendadak." Kalimat itu diucakannya ketika Mecca dan Lana sudah bisa dipastikan pergi. Aldo diam saja dan langsung berdiri dari posisinya, tangan kanannya digunakan untuk membersihkan bekas tubuh Kezia yang baru saja menindihnya. "Kurang lebih gitu skenarionya, jadi lo harus susun baik-baik skrip lo sendiri untuk bisa mencapai tujuan lo." Sedikit penjelasan dari Kezia bisa didengar jelas oleh Aldo. "Ya walaupun gue yakin sih, kalau pada akhirnya juga gue yang bakal menang, gue yang bakal makin kaya karena berhasil morotin keluarga lo, dan gue juga yang akan kirim surat perceraian ke lo." Aldo menggelengkan kepalanya sedikit perlahan, dengan senyum yang masih tersisa. "Nggak usah sok percaya diri, takutnya di ending lo malah nangis bombay. Kan malu jadinya. Uang dari mana lagi yang lo buat traktir belanja temen-temen lo?" Kezia memutar bola matanya geram. "Inget ya! Ini bukan pernikahan kontrak, tapi pernikahan untuk bersaing. Waktunya cuma enam bulan." Aldo sama sekali tidak merasa ragu untuk melipat tangannya dengan dagu yang angkuh di depan Kezia. "Siapa yang sanggup bertahan, dia yang menang. Dan siapa yang takut hartanya hilang, siap-siap aja lembar perceraian datang." Kedua mata pasangan muda itu bertemu tetapi tidak dengan sebuah rasa cinta, melainkan nafsu akan harta lawan mereka. *** Hari sudah menyambut pagi dengan senyuman matahari yang merekah lebar. Cahaya itu pelan-pelan masuk melewati celah-celah kecil jendela kamar Aldo dan Kezia, hingga salah satu dari mereka terbangun lebih awal. Jadi meskipun saling membeci, ego mereka untuk ingin tidur di kasur yang empuk lebih besar jadi mereka tetap satu ranjang. Sebuah tangan meraba handphone di atas nakas, waktu pukul enam terlihat di sana. Aldo segera mengangkat badan dan langsung membuka chat yang baru masuk. Rere [Sayang, nanti pulang kuliah aku jemput, ya?] [Kamu pulang kayak biasa jam 3 sore, kan?] Aldo menghela napas, membiarkan saja chat itu berstatus dibaca tanpa ia balas. Justru tangannya bergerak membangunkan Kezia, namun sepertinya salah pegang sesuatu. "Ah!" Aldo tidak bisa membayangkan, bagaimana marahnya Kezia ketika ia tidak sengaja memegang payudaranya. Karena tidak mau pikir panjang, laki-laki itu buru-buru menyingkirkan tangannya dari benda kenyal itu. "Bu Zia! Udah pagi, mau ngampus atau nggak?" Kezia membuka matanya perlahan. "Bentar dulu Papa, Zia masih mau tidur." Sama sekali tidak sadar dengan gerakannya, tiba-tiba gadis itu memeluk tubuh Aldo di sebelahnya. "Zi, gue bukan bokap lo." Aldo mengatakan itu dengan d**a yang berdegup kencang. "Sekarang udah waktu bangun buat ngampus, lo ngampus atau nggak?" Kezia tersenyum tipis di sudut bibirnya, hingga perlahan membuka matanya dan baru menyadari Aldo kini dipeluknya. "Aldo!" Brukk Laki-laki dengan satu anting di sebelah telinganya itu terjatuh dari ranjang karena didorong istrinya. "Ngapain sih lo, peluk-peluk gue? Najis tau nggak." Kezia segera meluncurkan kalimat kekesalannya. "Kalo aja di kamar ini ada dua ranjang gue juga nggak mungkin mau tidur satu ranjang sama lo!" Aldo pelan-pelan mengangkat badannya sambil memegangi pinggangnya. "Lo ngomong apaan sih? Buat apa gue peluk-peluk lo kalo nggak ada siapa-siapa?" Laki-laki itu masih merasakan sakit di bagian pinggangnya. "Justru lo yang tiba-tiba nemplok sama gue." Sikap Kezia tiba-tiba awkward. "Ya kan gue nggak tau, orang tidur mana sadar." *** Suasana meja makan yang cukup asing bagi Kezia, pasalnya di sana tidak ada s**u pisang kesukaannya. Orang-orang di sekelilingnya juga berbeda, hanya ada Om Algo, Tante Lana dan Aldo. Tempat duduknya dan Aldo bersebelahan, tepat di depannya Tante Lana dan depan Aldo Om Algo. Sebenarnya masih cukup bingung harus bersikap bagaimana, tetapi sebisa mungkin saja Kezia tersenyum ramah di sana. Sementara Aldo mengawali dengan minum air putih. "Gimana tadi malem, lancar nggak?" "Uhuk. Uhuk!" Aldo hampir saja kesulitan mengendalikan dirinya yang tersedak air putih. Sementara Kezia sendiri langsung menatapnya seolah meminta jawaban. "Mama apaan sih," kesal Aldo. "Ya kan Mama cuma nanya Al, nggak papa dong? Ya kan Pa?" Algo hanya manggut-manggut setuju. "Eh, Tante." Kezia baru saja mengecek jam tangannya. "Kayaknya waktunya udah mepet deh untuk kelas aku, aku berangkat duluan ya?" Aldo menggeleng geram, baru setelah itu berdiri menarik tangan Kezia dari belakang. "Sayang!" Panggilan yang sudah pasti mengejutkan bagi Kezia. "Kan kita satu kelas, harusnya kita bareng. Lagian kenapa kamu nggak makan dulu sih?" Hampir saja Kezia melalaikan rencana yang ia usul dan susunkan kemarin malam. Untung saja Aldo mengingatkannya, jika tidak semua akan berantakan. "Nanti makan di kantin aja, kalo gitu ayo berangkat!" Algo dan Lana bisa sangat merasakan kebahagiaan anak dan menantunya. Walaupun pernikahan ini terjadi karena perjodohan, keduanya begitu yakin kalau Aldo dan Kezia pasti akan terbiasa hidup bersama. Aldo menelusupkan jejemarinya di antara jejemari Kezia, sementara gadis itu memasang senyum manis di hadapan mertuanya untuk berpamitan. "Kita berangkat dulu Pa, Ma." "Ya, hati-hati di jalan kalian!" *** Teman-teman di kampus sama sekali tidak boleh tahu tentang hubungan pernikahan di antara Aldo dan Kezia. Walau bagaimana pun juga, berita pernikahan anak dari dua kubu pemilik perusahaan mapan pasti sudah tersebar luas. Sekarang kampus sudah seperti ancaman bagi Kezia. Takut jika sewaktu-waktu teman-temannya tahu kalau statusnya bukan gadis lagi meskipun ia belum melakukan apapun dengan suaminya. Cukup menahannya sampai enam bulan, sisanya biarkan waktu yang memberikan jawaban. "Temen-temen nggak ada yang boleh tahu kalau kita udah nikah." "Gue juga nggak akan ngebiarin hal itu terjadi. Malu banget kalo sampe mereka tahu gue nikahnya sama jomblo akut kayak lo." Kezia segera menatap Aldo di bangku kemudi. "Lo malu? Sama dong, tapi gue bahkan jijik nikah sama playboy cap kardus kayak lo." Aldo juga tidak segera turun dari mobilnya. "Gue jadi playboy, karena banyak cewek yang mau sama gue. Nah lo, jadi jomblo karena nggak laku, kan?" Kezia menertawakan hinaan Aldo terhadapnya. "Apaan? Nggak laku lo bilang? Gue jadi jomblo bukan karena nggak laku ya, tapi karena selera gue aja lebih tinggi dan berkelas dari lo yang sembarangan pungut cewek." Aldo terdiam seketika. Sementara Kezia segera membuka pintu mobil dan langsung disambut oleh teman-temannya. Mereka langsung syok, ketika Aldo juga turun dari mobil yang sama. "Hah? Aldo sama Kezia berangkat bareng?" Mobil sport merah milik Aldo langsung menjadi sorotan ketika kedua pintu sisi-sisinya dibuka oleh dua orang yang tidak terduga.

editor-pick
Dreame-Pilihan editor

bc

Hasrat Meresahkan Pria Dewasa

read
30.4K
bc

B̶u̶k̶a̶n̶ Pacar Pura-Pura

read
155.8K
bc

TERNODA

read
198.7K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
233.8K
bc

Sentuhan Semalam Sang Mafia

read
188.7K
bc

Setelah 10 Tahun Berpisah

read
59.8K
bc

My Secret Little Wife

read
132.1K

Pindai untuk mengunduh app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook