Bab 16 - Kecelakaan Yang di Sengaja

1315 Kata
Setelah acara berakhir, Ara kembali ke belakang menemui Devan beserta tim lainnya. “Acara sudah selesai 'kan? Ayo kita pulang.” ucap Ryan dan diangguki dengan Ara. Semua timnya termasuk dirinya pun meninggalkan lokasi acara setelah berpamitan dengan para staff dan host acara. Saat keluar dari gedung acara, Devan melihat ada sebuah mobil sedan hitam dari arah kirinya yang tampak melaju kencang ke arah Ara yang berjalan sedikit di depannya lalu dengan sigap ia pun menarik tubuh Ara ke belakang hingga, brakk... Sebuah mobil sedan hitam entah dengan sengaja atau tidak itu menyerempet tubuh Devan hingga membuat tubuhnya tersungkur ke aspal. “Argghh ....” dan mobil tersebut langsung melaju dengan kencang tanpa memperdulikannya. Sepertinya orang yang berada di balik kemudi itu sengaja melakukannya. Namun Ryan tampak sedikit menyipitkan matanya untuk melihat nomor plat mobil tersebut. “Astaga Devan!” “Kak Devan!” semua orang di sana termasuk Ara sontak berteriak lalu menghampiri Devan. “Arggh!” Devan meringis kesakitan sembari memegangi kakinya. “Kak! Kak, apa kamu baik-baik saja?” tanya Ara panik, dari raut wajahnya sangat jelas menunjukkan kepanikan. “Tolong! Tolong semuanya cepat gotong Devan ke mobil. Kita bawa dia ke rumah sakit.” Perintah Ryan dengan cepat pada timnya. Dan dengan cepat beberapa orang dari tim agensi menggotong Devan menuju mobil agensi, mobil yang sama dengan mobil yang Ara tumpangi. Hingga akhirnya Ara duduk di jok belakang bersama Devan yang berbaring di pangkuannya. “Arggh! Sakit sekali!” Devan masih terus mengaduh kesakitan. “Sabar ya Devan, kami akan segera membawamu ke rumah sakit.” Ryan sempat memeriksa ke belakang sejenak. “Jenny, ayo kita pergi sekarang.” lanjutnya memerintahkan Jenny untuk menjalankan mobil. “Kakak bertahan ya, aku tahu kakak pasti kuat. Kita akan segera sampai ke rumah sakit.” ucap Ara dengan suara pelan menahan tangis, tangannya terlihat mengusap rambut Devan yang berada di pahanya dengan lembut. Devan tak merespon, ia masih menunjukkan wajah kesakitannya hingga membuat Ara tidak tega melihatnya. “Kak Jenny tolong cepat ya. Kita harus cepat sampai.” “Iya-iya ini udah ngebut kok.” Setelah sampai di rumah sakit Fatmawati, para tim kembali menggotong Devan ke brankar yang telah disiapkan oleh pihak rumah sakit. Devan pun dibawa ke ruang ICU dan yang lainnya pun dipersilakan untuk menunggu di luar. Ara langsung terduduk lemah di kursi tunggu, ia menundukkan kepalanya dan menutup matanya. Jenny yang mengerti akan perasaan yang sedang Ara rasakan pun segera menghampirinya lalu duduk di sebelahnya, ia menepuk pundak Ara lalu mengusapnya pelan. “Tidak apa-apa, Kak Devan pasti baik-baik saja, kamu tidak perlu khawatir.” tutur Jenny pelan berniat menghibur Ara. Ara mendonggakkan wajahnya, matanya tampak berkaca-kaca seakan-akan bersiap untuk mengeluarkan kristal bening itu kapan saja. Ia menghela napasnya kasar. “Kak, kenapa ini bisa terjadi? Ini semua salah aku, karena menyelamatkanku, Kak Devan jadi begini. Aku benar-benar takut.” “Mungkin ini sudah takdir, tidak apa-apa, jangan salahkan dirimu. Aku yakin Kak Devan akan baik-baik saja.” Ara terdiam dan memandang lurus ke depan dengan tatapan kosongnya, helaan napas kembali terdengar setelah beberapa saat dan Jenny hanya bisa mengusap pundak Ara dengan lembut mencoba memberikan ketenangan dan kekuatan padanya. Sementara Ryan yang juga ikut masuk ke dalam rumah sakit terlihat berdiri, bersandar pada sebuah tembok. Kedua tangannya bersedekap di d**a dan sesekali melirik jam di tangannya. Tak lama kemudian dokter yang menangani pun keluar, mereka bertiga segera menghampirinya. “Dok, bagaimana keadaan pasien?” tanya Ryan lebih dulu. “Pasien mengalami lecet di sekitar lutut dan pergelangan kaki kirinya, tapi beruntung cederanya tidak terlalu parah, hanya saja untuk beberapa Minggu ke depan, pasien harus istirahat total dan menggunakan alat bantu berjalan sementara waktu sampai kondisinya bisa pulih seperti sedia kala.” Ara sontak mengigit bibirnya kuat ketika mendengar kabar dari Dokter, ia dengan susah payah menahan air matanya agar tidak jatuh. “Baik Dok,” “Ya sudah, kalau begitu saya permisi Pak Bu,” “Iya Dok, terima kasih.” Dokter itu mengangguk dengan senyum kecilnya lalu meninggalkan mereka bertiga. Seorang perawat pun keluar dari ruangan, “Sus, apa saya boleh masuk?” tanya Ara. “Oh, iya boleh. Tapi satu-satu ya.” jawab sang perawat. “Ya udah masuklah duluan Ra. Aku dan Jenny akan menunggu di luar.” Jenny mengangguk menyetujui perkataan Ryan. Ara pun akhirnya masuk ke dalam ruang ICU seorang diri. Devan yang sedang terbaring mengalihkan pandangannya ke pintu yang baru saja terbuka. “Kak,” ucap Ara pelan. Devan menarik sudut bibirnya membentuk senyuman kecil ketika melihat Ara. Ara berdiri di samping brankar Devan. “Kak, gimana kabarmu? Apa kamu baik-baik saja?” Ara menatap wajah Devan dengan mata yang berkaca-kaca. Devan mengangguk dengan sangat pelan. “Aku tidak apa-apa.” Ara menghela napasnya dengan berat, entah kenapa rasanya sangat sesak sekarang. Apakah sekarang dia benar-benar jatuh cinta dengan Devan, dan tidak ingin orang yang dicintainya itu merasakan sakit ataupun sedih. “Maafkan aku Kak,” “Kenapa kamu meminta maaf? Bukankah ini sudah menjadi tugasku,” balas Devan dengan suara yang pelan dan lembut. “Tapi, aku tidak mau karena menyelamatkanku orang-orang di sekitarku bisa terluka.” Ara menyentuh tangan besar Devan dan mengusapnya pelan. “Sudah menjadi risikoku bekerja seperti ini. Seperti pekerjaanku sebelumnya, aku sudah siap bila ketika aku menjalankan misi, aku mungkin tidak akan kembali. Jadi, jangan menyalahkan dirimu sendiri dan jangan sedih, aku baik-baik saja.” Pertahanan Ara akhirnya runtuh, kristal bening itu akhirnya lolos dari pelupuk matanya ketika mendengar penuturan dari Devan, bahkan itu membuat dadanya semakin sesak. “Hei, kenapa kamu menangis? Bukankah aku sudah bilang kalau aku baik-baik saja.” Wajah Devan sangat menunjukkan raut wajah panik. “Aku tidak apa-apa, aku hanya tidak tega melihatmu begini. Aku harap kamu bisa segera pulih.” Devan mengangguk dengan senyum cerahnya, walaupun sedang dalam keadaan seperti itu Devan tetap menunjukkan senyum cerahnya, ia selalu menanamkan dalam dirinya bahwa sebisa mungkin untuk tidak menyakiti perasaan orang lain ataupun membuat orang terluka. Ting! Ponsel Ara yang berada di tasnya berbunyi sekali yang menandakan ada notifikasi pesan masuk. Ia pun bergegas untuk melihat siapa yang mengirimkan pesan padanya. Namun, saat ia membuka pesan dari nomor tidak dikenal tersebut, matanya sontak membulat, [Aku tidak suka dengan bodyguardmu. Maafkan aku karena harus mencelakainya my sunshine. Aku ingin kamu menjadi milikku, jika tidak! aku tidak akan segan-segan untuk memaksamu my sunshine.] Jantungnya tiba-tiba berdetak lebih kencang ketika menerima pesan dari orang yang sama yang sebelumnya pernah mengirimi pesan padanya. Orang asing yang dengan seenaknya memberikan julukan 'my sunshine' padanya. *** Sementara itu Ryan dan Jenny sedang menunggu di ruang tunggu, “Siapa sebenarnya orang yang menyerempet Devan? Aku lihat dia sengaja melakukan itu karena pada awalnya sepertinya dia ingin menabrak Ara, beruntung Devan tanggap dan cepat menyelamatkan Ara.” “Hmm ... Ya kurasa juga begitu Kak. Sepertinya dia ada masalah dengan Ara. Tapi, aku tidak tahu siapa orang yang berada di balik kemudi itu?” Ryan menatap lurus ke depan dengan sebelah tangannya yang mengusap-usap dagunya, memasang tampang berpikir. “Tapi, sepertinya aku sempat melihat nomor plat mobil itu sebelum mobil itu melesat pergi.” “Benarkah? Kakak melihatnya? Apa kakak masih ingat sekarang?” Jenny mencondongkan tubuhnya penuh pada Ryan, dan Ryan terlihat mengerutkan keningnya sembari menutup matanya mencoba mengingat kembali. “Hmm, B ... B 2367 DWS.” Ryan kembali membuka matanya dan menatap Jenny dengan wajah sumringahnya. “Nah, itu dia. Aku ingat sekarang, B 2367 DWS.” “Benarkah Kak? Apa kakak yakin?” “Ya, aku yakin.” jawab Ryan yang tampak sangat yakin. “Kalau begitu bagaimana bila kita laporkan masalah ini ke polisi. Biar pihak kepolisian saja yang mengurusi semua masalah ini?” Jenny memberikan usul. Ryan mengangguk. “Ya, aku juga berpikiran seperti itu. Nanti setelah dari sini, aku akan membuat laporannya ke polisi.” “Ya Kak, semoga saja pelakunya cepat tertangkap dan bisa jera setelah ini.” “Aminn ....” TBC
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN