Bab 1 Salah sasaran.
Seorang laki-laki berpostur tinggi berbadan kekar berambut cepak. Berdiri tegap menghadap laki-laki yang duduk membelakangi dirinya.
"Tugas apa, Tuan? Yang harus aku laksanakan," tanya tegas Daniel anak buah kepercayaan tuan Bastian.
Bastian memutar kursi yang ia duduki. Dengan melempar sebuah foto close up berukuran empat R di atas meja.
"Kamu cari perempuan itu dan habisi dia, kalau bisa perkosa ramai-ramai. Suruh anak buahmu saja. Jangan kamu yang berbuat."
Daniel meraih foto yang ada di atas meja. Ia mengamati foto itu dengan seksama. Daniel sepertinya awam dengan wajah yang ada di foto itu. Sambil menggeleng-gelengkan kepalanya ia kembali menatap wajah bosnya yang berwajah angker.
"Saya belum paham dengan wajah ini, tuan?"
Bastian menggoyang goyangkan kursi yang didudukinya. Tampak raut wajah kesal dan dendam mengiringi gigitan bibirnya sendiri.
"Dia putri tuan Edward. Namanya Sania."
Ingatan Daniel kembali dua tahun yang lalu. Ketika seorang laki-laki bernama tuan Edward yang menyeret tuan Bastian ke meja hijau. Dan tuan Bastian dinyatakan bersalah dengan bisnis barang haram.
"Ya, saya baru paham, Tuan," tegas Daniel agak mendekat dan duduk di depan Bastian yang hanya terhalang meja.
"Segera suruh anak buahmu, mencari wanita yang ada di foto itu, sesuai perintahku tadi."
"Siap Tuan, segera kami laksanakan."
Daniel laki-laki yang hampir tujuh tahun mengabdi pada Bastian. Ia termasuk orang kepercayaan Bastian. Berdiri meninggalkan ruang pribadi laki-laki yang sangat disegani dan ditakuti anak buahnya.
Bastian Wibisono laki-laki berdarah jawa. Dengan diberi wajah ganteng dan postur tubuh yang atletis. Namun ia mempunyai masa lalu yang begitu pait. Ia seorang anak yatim piatu yang ibunya meninggal sebab penyakit gagal ginjal akut hingga merenggut nyawanya. Sedangkan ayahnya yang dulu sebagai sopir truk muatan yang meninggal karena penembakan yang salah sasaran yang dilakukan oleh anak buah tuan Edward.
Tuan Edward mengira Wibisono ayah Bastian seorang penyelundup barang Haram yang tidak pernah wibisono lakukan. Namun tuan Edward tetap menuduh Wibisono hingga penembakan itu terjadi sehingga menewaskan seorang Wibisono yang mempunyai anak laki semata wayang bernama Bastian Wibisono. Dendam itu tertaut hingga Bastian besar. Dan ingin memporak porandakan keluarga tuan Edward.
Padahal dalam ingatan Bastian, justru tuan Edward mempunyai bisnis haram yang berkedok sebagai mata-mata.
"Aku harus bisa membalas kematian ayahku. Aku tak mau tau bisnis apa yang aku jalani. Yang penting aku bisa kaya dan terhormat hingga bisa membeli orang-orangku. Serta dendamku bisa terbalaskan," ungkap hati Bastian.
***
Bisingnya suara kendaraan dan teriknya matahari yang menyengat pori-pori tak membuat patah semangat seorang gadis bernama Sania. Berwajah cantik dengan postur tinggi semampai, berambut hitam ikal mayang. Ia berdiri dan sesekali mendengar suara kernet angkot menawari dengan sebuah pertanyaan singkat. Namun Sania hanya menggelengkan kepalanya.
"Duh, aku harus mencari alamat temanku Dini. Dini pesan turun Universitas Tri Buana ini. Trus naik angkot jurusan Kampung Rambutan," pikir Sania dengan membaca kertas yang ada di tangannya. Dan sesekali ia membenahi tas ransel yang ada di punggungnya.
"Halo, Sania! Tumben nggak bawa mobil sendiri?" suara laki-laki dari arah samping Sania. Yang membuat kaget Sania.
Sania yang baru saja datang dari kampung belum pernah tau ujung pangkal kota Metropolitan tersenyum ramah pada dua laki-laki yang menyapanya.
Sania menjawab dengan panik dan bingung. Ia berpikir laki-laki yang menyapanya pasti suruhan Dini. Sebab laki-laki itu memanggil namanya, "Ohhh...ehhh ...mmm, saya ..."
"Nama kamu Sania, kan?" potong salah satu laki-laki itu.
Sania bingung dengan melirik dua laki-laki itu.
"Sudah nggak usah takut, ayo aku antar kamu."
Dengan cepat Sania yang polos itu diajak masuk ke dalam mobil. Tanpa curiga sedikitpun Sania mengikuti laki-laki masuk ke dalam mobil.
Namun apa yang terjadi ketika Sania berada di dalam mobil.
Sania kaget. Ketakutan mulai hinggap pada dirinya. Mata sania menatap satu per satu orang yang berada di dalam mobil yang berjumlah empat orang termasuk pengemudi. dua orang menutup wajahnya dengan kain berwarna hitam hanya menyisakan kedua bola matanya.
"Cepat pakai penutup wajahmu!" Teriak laki-laki yang duduk di depan dengan melempar kain hitam ke arah laki-laki yang duduk di sebelahnya.
Sania lebih kaget lagi. Ia bagaikan mimpi dalam kenyataan. Tubuhnya mulai gemetar. Sania yang mengira laki-laki tadi suruhan Dini sirna sudah.
"Maaf, aku turun saja di sini." ucap Sania dalam kebingungan dengan tangan menggapai gapai pintu mobil.
"Tenang Sania, tak usah takut. Kamu akan kubawa ke surga," bisik salah satu laki-laki di sebelahnya yang sudah memakai penutup wajah.
"Tidak ...! Turunkan aku, turunkan!" teriak Sania panik.
"Aku akan kau bawa kemana? Tolong ...! Kasihani aku. Turunkan aku?" Sania menggedor-gedor pintu mobil dengan menangis.
"Berisik tau!" ujar si pengemudi dengan nada tinggi.
"Ikat saja tangan dan kakinya serta lakban mulutnya biar nggak koar-koar!" teriaknya lagi.
Dengan cepat kedua laki-laki yang ada di samping Sania menuruti perintah sopir.
Sania tak henti-hentinya berusaha melepas ikatan tali yang melilit tubuhnya. Namun sia-sia lilitan itu sangat kuat. Kekuatan Sania tak mampu melawan kuatnya ikatan tali itu.
Tiba-tiba laki-laki yang ada di sebelahnya mendekap tubuh Sania. Dan entah setan apa yang merasuki otak laki-laki itu dengan membuka satu per satu kancing kemeja Sania.
Sania yang sudah tak berdaya tak bisa berbuat apa-apa. Hanya doa-doa yang terus keluar dari dalam hatinya.
Dan air matanya meleleh dari sudut matanya mengiringi kepedihan hatinya. Kala laki-laki itu berbuat kurang ajar dengan meremas sesuatu yang sensitif milik Sania.
"Hai, jangan di sini dong. Nanti saja kan sudah di sediakan tempat oleh si bos!" teriak laki-laki sebelahnya lagi.
"Duh, nggak tahan nih rasanya sudah ngebet,"
Laki-laki itu tertawa ngakak serta dengan gemas ia mencubit bagian sensitif Sania lagi. Sania tak berdaya ia hanya pasrah apa yang di lakukan laki-laki di sebelahnya. Dalam hatinya mengumpat habis-habisan laki-laki yang ada di sampingnya.
Tiga puluh menit kemudian. Mobil memasuki halaman rumah yang luas. Dengan tembok pagar menjulang tinggi. Mobil berhenti tepat disebuah bangunan besar dengan pintu yang terbuat dari besi terbuka dengan sendirinya.
"Cepat turun, sudah sampai, nih!" teriak sopir dengan cepat membuka pintu mobil. Dan mendorong Sania hingga Sania terlempar dari dalam mobil.
"Bawa dia masuk kedalam, kita bikin senang-senang dulu sebelum kita eksekusi gadis ini."
Suara mereka terdengar miris di telinga Sania. Dengan sigap seorang laki-laki meraih tubuh Sania dan mengangkatnya masuk ke dalam.
"Ya Allah, lindungi aku ya Allah!" seru batin Sania.
Dengan cepat tubuh Sania diturunkan dari gendongan laki-laki itu. Dan di dorong hingga terjatuh ke lantai. Dan salah satu dari mereka menindihnya serta melepas dengan paksa satu per satu pakaian Sania. Hingga tak sehelai kain pun menutupi tubuh Sania. Dengan paksa salah satu laki-laki itu membuka lakban yang menutupi mulut Sania dengan kasar. hingga terasa perih di sekitar mulut Sania.
"Biadab kamu ...!" teriak Sania setelah mulutnya sudah tak terhalang lakban dengan mengusap usap sekitar bibirnya yang pedih.
"Dah nggak usah banyak ngomong. Aku buat kau ke syurga," suara laki-laki itu dengan membekap bibir Sania dengan bibirnya.
Sania meronta-ronta dengan tangan mencengkeram lengan laki-laki yang menindihnya. hingga kuku tajam Sania melukai lengan laki-laki itu.
Laki-laki itu merasa kesakitan dan berteriak dengan mengumpat Sania.
"Kurang ajar, sakit tau!"
Namun Sania tak menghiraukan teriakan kesakitan laki-laki yang menindihnya. Sania malah mencakar d**a laki-laki itu. Membuat laki-laki itu marah.
Plaaakkk ... Sebuah tamparan mengenai pipi Sania dengan keras.
"Manusia biadab ... lepaskan!" teriak Sania lagi.
Plaaakk ...Sebuah tamparan mengenai pipi sebelah Sania lagi.
Pukulan itu membuat mata Sania berkunang-kunang dan kepalanya terasa berputar-putar dan Sania jatuh tak sadarkan diri.
Sania hanya pasrah apa yang akan dilakukan oleh keempat laki-laki biadab itu. Menjeritpun percuma tak ada yang mendengar, melawanpun tak mungkin dengan satu dibanding empat.
"Hai ...! Gantian dong, minggir! Biar aku yang merenggut kesuciannya. Kan aku yang mengajak kalian," suara lantang laki-laki yang bertubuh kekar yang tadi bertugas sebagai pengemudi.
Mereka dengan kekerasan memperlakukan Sania bak b***k nafsu. Dan mengoyak kesucian Sania. Sania yang kesadaranya tak menentu. Hanya bisa menjerit kalau lagi sadar dan minta ampun. Ia tak mempunyai salah apa-apa.
Namun belas kasian keempat laki- laki itu tak reda juga setiap mendengar jeritan Sania. Semakin Sania mohon ampun semakin brutal perlakuan ke empat laki-laki itu memperlakukan Sania. Hingga tubuh Sania lemas lagi dan tak berdaya dan berkali-kali jatuh pingsan.
***
Bastian bos besar yang terkenal kejam. Berdiri mondar mandir di dalam ruangan mewah yang terjaga dua orang laki-laki di depan pintu tertutup dengan pakaian serba hitam dan berwajah sangar.
"Kenapa hari ini perasaanku tak enak?" pikir Bastian.
Ia segera meraih ponsel yang ada di atas meja.
"Haloo Daniel! Bagaimana tugasmu?" tanya Bastian dalam ponsel.
"Tugas sudah terlaksana dengan rapi. Tinggal eksekusi ke neraka yang belum terlaksana. Anak buah saya masih beraktivitas di dalam."
Bersambung.