Chapter 6

1581 Kata
Rasa penasaran Paula yang tinggi membuatnya ingin mengetahui isi rumah Hunt. Gadis itu berjalan menuju lift yang ada di ujung lorong. Didalam lift, Paula mencoba menekan tombol untuk lantai paling atas, dan benar saja peringatan lock keluar dari layar kecil yang ada diatas tombol angka itu. Akhirnya Paula memutuskan untuk memulai menyusuri lantai paling bawah dari lift itu. "Ayo jalan-jalan," gumam Paula. Tak lama kemudian, pintu lift terbuka, dn menampilkan pemandangan lorong yang sedikit redup pencahayaannya. Ada beberapa pintu disana, tetapi Paula berhrnti pada pintu yang bertuliskan "Gudang Minuman". Perlahan ia membuka pintu itu hingga terlihat banyak sekali rak yang terbuat dari kayu dan terdapat botol minuman didalamnya.  "Wow, kenapa banyak sekali botol minuman disini? Hmmm, aku seperti pernah melihatnya. Ah, iya, Papa sering minum ini dan mengatakan jika minuman ini sangat enak dan manis," gerutu Paula. Paula berjalan menyusuri setiap sudut ruangan itu. Jarinya menunjuk pada setiap botol minuman yang tertata rapi didepannya. Ia mengambil satu botol wine dan membaca keterangannya. Sayang, gadis itu tidak mengerti dengan kalimat yang tertera karena info mengenai minuman itu menggunakan bahasa Rusia. Paula mengembalikan botol itu pada tempatnya lalu kembali berjalan melihat botol minuman lainnya. Gadis itu terpaku pada satu rak khusus dengan warna cokelat keemasan. Begitu cantik dan terlihat sangat spesial. Ada lima botol wine disana dengan lima merek berbeda. Rasa penasaran yang tinggi membuat Paula mengambil salah satu botol disana. "Hanya satu, ia pasti tidak akan keberatan jika aku memilih yang ini," gumamnya Didalam gudang itu ada kursi santai dengan meja kecil disampingnya. Paula membawa botol minuman yang bertuliskan Penfolds Grange Hermitage (1951) dan meletakkannya diatas meja. Gadis itu kembali melihat pada keterangan yang tertera di botol. Bisa dipastikan ia tidak mengerti arti dri tulisan disana. Paul menggelengkan kepalany dan bersikap tidak mau tahu. "Kebetulan sekali aku sedang haus, orang itu pasti tidak akan marah jika aku mencoba satu minuman manisnya." Paula membuka botol wine itu lalu menuangkannya kedalam gelas. Tanpa mencoba, Paula langsung menenggak segelas wine milik Hunt. Perlu diketahui bahwa wine yang sedang diminum Paula adalah salah satu koleksi Hunt yang berharga, bagaimana tidak, Hunt mendapatkan minuman itu dari lelang yang diadakan di Australia beberapa tahun lalu. "Hmm, enak. Tetapi kenapa ada rasa yang sedikit aneh," gumam Paula. Gadis itu tak peduli dengan rasa pada minumannya. Ia menuangkan wine lagi kedalam gelas dan meminumnya. Hingga satu botol wine itu habis, Paula merasa sangat pusing. "Kenapa kepalaku berputar? Hoam, sebaiknya aku tidur sebentar. Orang itu pasti masih bekerja," gumamnya. Matanya terasa berat, perlahan ia terlelap diatas kursi santai itu. Hingga entah berapa lama ia akan berada disana. *** Hunt kini berada di Meksiko, ia sedang menangani seorang pembangkang disana. Saat tiba di markasnya, Hunt turun dari mobil dan sudah menenteng shotgun kesayangannya. Beberapa orang berjalan dibelakangnya dengan santai, dan beberapa yang ada didepannya kesulitan menelan saliva melihat shotgun milik Hunt. Tanpa basa basi, Hunt mengarahkan senjatanya tepat dikepala seorang lelaki yang berusia sekitar empat puluh tahun. "Grif ... maaf." DOR Seketik kepala lelaki itu hancur. Darahnya berserakan dan mengenai jubah Hunt. Tanpa rasa jijik, Hunt melepaskan jubahnya dan melempar tepat diatas tubuh lelaki yang baru saja ia tembak. "Bereskan mayatnya. Dimana wanita itu?" tanya Hunt. "Grif, wanita itu tak sadarkan diri karena lelaki itu bermain kasar. Beberapa luka pada tubuh wanita itu membuatnya sedikit cacat," jelas Reon. Hunt berjalan menuju sebuah kamar, ia melihat seorang wanita tanpa busana terbring diatas ranjang. Jika saja lelaki itu tidak membuatnya cacat, wanita itu akan dijadikan pengasuh untuk Paula. "Antarkan wanita ini ke Rio! Jadikan ia cyborg, dan cuci otaknya untuk melindungi wanitaku," ujar Hunt. "Baik, Grif." Dua orang pengikutnya membawa wanita itu pergi dari sana. Sementara Hunt meraih ponselnya dan menghubungi Dekrit Lopez. "Aku mengirim seorang wanita, jadikan cyborg dan buat ia patuh padaku dan Paula Jacobs," ujar Hunt. "Baiklah. Tunggu sebentar! Paula Jacobs? Ah, ternyata kau dalang penculikan anak Presiden. Hahahaha, mau kau apakan gadis itu?" tanya Dekrit. "Bukan urusanmu!" Hunt mematikan sambungan teleponnya. Lelaki itu berbalik badan lalu melangkah keluar dari ruangan itu. "Apa ada urusan lainnya?" tanya Hunt pada Reon. "Grif, beberapa waktu lalu Larry datang kemari. Ia mengambil beberapa senjata yang sedang dalam uji coba," jelas Reon. "Anak itu berulah lagi." Hunt terlihat geram mendengar Larry membawa senjata yang belum sempurna. Lagi-lagi ia harus mengeluarkan ponsel dari sakunya. "Kau dimana?" "Apa ada tugas untukku, kakak?" "Cepat datang ke Sala Silvermine!" "Baiklah." Hunt berjalan keluar lalu masuk kedalam mobilnya. Lelaki itu langsung kembali ke Sala Silvermine. "Apa urusanmu sudah selesai?" tanya Hunt. "Belum," jawab Gary singkat. DOR DOR Terdengar suara tembakan dari seberang telepon. "Cepat selesaikan!" "Nanti malam aku akan pulang!" ujar Gary. "Baiklah!" Hunt kembali memasukkan ponselnya, lelaki itu dengan santai menikmati perjalanannya menuju Sala Silvermine. "Tuan, asisten rumah tidak menemukan Nona Paula dimanapun," ujar Gibs. "Menemukan satu anak kecil didalam rumah saja tidak becus!" gerutu Hunt. Gibs menundukkan kepalanya, ia kembali berkutat pada ponselnya. Setelah menempuh perjalanan yang cukup jauh, Hunt berjalan masuk kedalam Sala Silvermine. Tepat diruang tamu ia melihat Larry duduk dengan santai. "Kau membohongiku! Lalu kenapa lift mu tidak bisa digunakan? Aku ingin tidur dikamarku!" gerutu Larry. Hunt tidak menggubris adiknya itu, ia berjalan masuk kedalam lift dan menekan kode untuk membuka kunci pada lift. Sedangkan Larry berjalan malas masuk kedalam lift. "Ada apa menyuruhku pulang?" Lagi-lagi Hunt tak menghiraukan pertanyaan adiknya. Hal itu membuat Larry sedikit emosi, dan memilih untuk diam. Saat pintu lift terbuka, Hunt langsung menuju ruang kerjanya. Lelaki itu duduk dan mencari keberadaan Paula dari layar laptopnya. "Dasar gadis kecil! Dimana kau!" gumam Hunt. Larry hanya duduk disofa dan melihat kakaknya yang terlihat emosi. Tidak ingin mengganggu lelaki itu memilih diam dan menunggu hingga Hunt selesai dengan urusannya. CEKLEK Seorang pengikut masuk kedalam ruang kerja Hunt. Ia melporkan bahwa Paula tidak ada di lantai manapun. "Apa kalian sudah periksa setiap sudut ruangan?" tanya Hunt. "Sudah, Grif." "Hei, apa yang kalian cari?" sahut Larry. "Nona Paula," ujar pengikut itu. "Paula Jacobs? Anak Presiden? Astaga! Kau sekarang menjadi seorang p*****l?" DOR "Argh!" teriak Larry. Satu peluru bersarang di lengan Larry. Ya, Hunt menembak Larry. Larry beranjak dari sana dan menuju lantai bawah untuk di obati. Terdengar suara Larry yang mengumpat dan menyumpahkan kakaknya sendiri. "Ketemu kau rubah kecil!" gumam Hunt. Lelaki itu kini beranjak dari tempatnya lalu masuk kedalam lift. Ia menekan tombol lantai Under Ground, setelah pintu lift kembli terbuka. Hunt berjalan menuju gudang minuman miliknya. "Menyusahkan saja!" gumam Hunt. Saat masuk kedalam gudang, ia melihat Paula yang masih terlelap diatas kursi santai. Hunt melihat sebotol wine kesayangannya diatas meja. "Kosong." Hunt menghembuskan napasnya kasar. Jelas lelaki itu kini sedang marah. Ia menggendong tubuh Paula untuk dibawa menuju kamarnya. "Aku tak akan menyerangmu disaat kau tidak sadarkan diri. Tidak akan menarik jika kau hanya diam menikmati sentuhan dariku," gumam Hunt. Sampai dikamar, Hunt merebahkan tubuh Paula diatas ranjang. Gadis itu tidur begitu pulas hingga tak sadar jika sudah berpindah tempat. Hunt menarik selimut untuk menutup tubuh Paula. Dan berakhir dengan kecupan dikeningnya. Hunt melangkah keluar dari kamar Paula. Ia menuju kamarnya sendiri untuk mendinginkan pikirannya. Ya, lelaki itu sedang b*******h dan memerlukan air dingin untuk menenangkan tubuhnya. "Kenapa aku begitu menginginkan tubuhnya," gumam Hunt. Setelah selesai mendinginkan tubuhnya, Hunt kembali mengenakan pakaian lalu menuju ruang kerjanya. Hunt kembali berkutat pada berkas-berkas diatas mejanya. Sesekali ia juga melihat pada layar laptop yang menampilkan Paula sedang tidur dengan nyenyak disana. "Dasar rubah kecil," celetuk Hunt. Lelaki itu terkekeh melihat Paula yang mengigau. Namun, setelah Hunt mengamati beberapa detik, ia tersadar bahwa Paula sedang b*******h. Hunt mendengus kesal, lagi-lagi ia harus mengurus rubah kecil itu. CEKLEK Hunt masuk kedalam kamar Paula dan duduk ditepi ranjang. Ia menepuk wajah Paula  perlahan, berharap gadis itu akan membuka matanya. "Hei, bangunlah." "Ehm, ehm," desis Paula. "Paula!" teriak Hunt. Sontak mata Paula terbuka lebar, napasnya terengah-engah. Keringat membasahi tubuhnya, gadis itu merasa suhu tubuhnya naik. "Hunt, ada apa ini? Kenapa tubuhku terasa panas?" tanya Paula panik. "Tenanglah, kau akan baik-baik saja." Hunt menggendong tubuh Paula, membawanya kekamar mandi dan merebahkan tubuh gadis itu didalam bathup. Hunt menyalakan air untuk memenuhi bathup. "Apa yang kau lakukan?" "Aku melakukan apa yang seharusnya kulakukan. Diam dan jangan membantah," tegas Hunt. Paula terdiam, perlahan tubuhnya merasa sedikit lebih baik. Gadis itu semakin menenggelamkan dirinya, hingga ia tenggelam didalam bathup. Hunt menarik tangan gadis itu hingga keluar dari bathup. Ia melepaskan seluruh pakaian Paula lalu mengambil handuk untuk mengeringkan tubuh itu. "Apa yang kau lakukan, Hunt? Aku malu!" ujar Paula. Hunt tidak menjawab, lelaki itu melanjutkan kegiatannya dan berakhir dengan melingkarnya handuk yang menutupi tubuh dari d**a Paula hingga di atas lutut. Gadis itu mengedipkan matanya beberapa kali, kepalanya sedang mencerna kejadian yang baru saja terjadi. Tubuh itu untuk pertama kalinya dilihat oleh seorang lelaki dewasa. Hunt menggendong tubuh ringan Paula, membawanya menuju walk in closet. Hunt memilah pakaian yang akan dikenakan oleh gadis itu. "Pakai ini! Setelah ini makan lalu kau bisa beristirahat lagi." Ucapan Hunt membuat Paula terpaku. "Hunt, kau tau? Semua ini sungguh tidak baik untuk kesehatan jantungku." Perkataan Paula membuat Hunt terkekeh. Hunt mendekati Paula, lalu menciumnya begitu saja. Lelaki itu dengan lembut melumat bibir tipis gadis yang kini berada dipelukannya. Satu tangan Hunt berada dipinggang Paula, sedangkan tangan lainnya menekan tengkuk Paula agar ciuman itu lebih dalam. Kali ini Paula membalas ciuman Hunt tanpa harus diperintah. Ciuman itu berakhir beberapa menit kemudian. Hunt mengakhiri ciumannya sebelum tubuhnya semakin b*******h. "Cepat kenakan pakaianmu!" titah Hunt. Lelaki itu pergi begitu saja dari kamar Paula. Ia meninggalkan Paula dengan keadaan yang masih terkejut karena ulah Hunt. "Lelaki itu sungguh ingin membunuhku dengan serangan jantung," gumam Paula.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN