Chapter 5

1525 Kata
Paula baru saja terbangun, ia melihat ke sekelilingnya. Bangun diatas ranjang besar berukuran king size dan sudah berganti pakaian. Sebuah kamar mewah membuatnya tertegun. Kamar yang di d******i warna silver, dengan luas yang bisa diperkirakan sebesar tiga kamar dirumahnya. "Aku dimana?" gumamnya. Paula turun dari ranjang besar itu, lalu menyusuri kamar. Ia melihat ada empat pintu disana. Pintu pertama berada di sisi kanan ranjang, Paula membukanya dan menemukan kamar mandi disana. Ia menutup kembali pintu itu. Selanjutnya ia menuju pintu kedua yang berada tepat disamping kamar mandi. Pintu dengan desain kaca buram ,dan untuk membukanya hanya perlu menggeser ke samping, gadis itu menemukan sebuah walk in closet besar. Disana sudah tertata rapi, gaun, dress panjang, minidress, setelan pakaian santai, dan dalaman dengan berbagai bentuk juga merek. Gadis itu terlihat sangat senang, melihat semua yang ada dihadapannya. Seperti mimpi hingga ia mencubit pipinya. CEKLEK Terdengar suara pintu terbuka, Paula buru-buru keluar dari walk in closet itu dan melihat siapa yang masuk kedalam kamarnya. "Kau siapa, Tuan?" tanya Paula. Hunt menyeringai, seperti yang ia harapkan. Gadis itu terlihat biasa saja, tetapi memiliki sisi cantik yang hanya bisa dilihat oleh Hunt. "Kau tak mau menjawabku, Tuan Hunt?" tanya Paula lagi dengan menyebut nama lelaki dihadapannya. Hunt terkekeh, ia tak menyangka jika gadis itu akan menebak dengan benar. "Bersihkan tubuhmu, kita akan sarapan setelah ini," ujar Hunt. "Baiklah," jawab Paula tanpa perlawanan. Hunt memilih untuk duduk disofa yang ada didalam kamar itu. Ia menunggu gadis itu membersihkan diri didalam kamar mandi. Tentu saja selama menunggu Hunt tidak tinggal diam, lelaki itu berkutat pada layar kecil digenggamannya. Ia melihat video yang menunjukkan tubuh indah Paula. Tanpa sepengetahuan orang lain, Hunt memasang kamera disetiap sudut dikamar itu. Pemandangan itu membuatnya tak bisa menahan hasratnya untuk segera menanam benih miliknya. Beberapa kali Hunt terlihat kesulitan menelan salivanya. Sementara paula yang berada didalam kamar mandi tak merasa ada yang aneh disana. Ia membersihkan setiap inci tubuhnya, dengan gerakan yang begitu menggoda Paula menyeka bagian-bagian intimnya. "Papa begitu lama hanya untuk menemukanku, apa ini semua termasuk rencana Papa agar mendapatkan simpati orang?" pikir Paula. Hunt yang mendengar suara Paula hanya terkekeh. Lelaki itu masih menikmati adegan diponselnya. Hingga dua puluh menit berlalu, Paula keluar hanya dengan mengenakan kimono. "Astaga, Tuan. Kau membuatku terkejut! Sedang apa kau disini?" tanya Paula. "Kau sedang berada didalam rumahku, baru kali ini aku diusir dari rumahku sendiri," celoteh Hunt. "Aku juga tau ini rumahmu, tetapi apa kau tidak punya malu menungguku selesai mandi," balas Paula. "Kau membuatku sedikit kesal, jangan buat aku menghukummu saat ini juga!" ujar Hunt yang kini terlihat kesal. "Mau apa kau jika aku membuatmu kesal?" Pertanyaan Paula tidak dihiraukan, Hunt berjalan mendekati Paula lalu menciumnya dengan kasar. Lelaki itu melumat bibir Paula dan menikmati setiap sentuhan yang dilakukan tangannya. Paula yang terkejut dengan perlakuan Hunt, mencoba melepaskan diri. Tentu saja hal itu akan sia-sia karena tubuh Hunt jauh lebih kekar darinya. "Ehm," desah Paula yang tertahan. Hunt masih setia melumat bibir gadis itu meski tidak ada balasan. Makin lama Hunt menjadi geram, ia menggigit bibir bawah gadis itu agar ciumannya terbalas. Benar saja, Paula membalas lumatan itu. Paula memang belum ahli dalam hal itu, dan itu yang membuat Hunt tertarik padanya. Cukup lama mereka berciuman, hingga Hunt melepaskannya. Lelaki itu tiba-tiba saja berjalan menjauhi Paula. Ia menuju pintu, tepat sebelum keluar dari sana, Hunt berkata pada Paula. "Cepat pakai pakaianmu, aku sudah lapar!" BRAK Tubuh Paula terlihat kaku, irisnya terlihat berkedip beberapa kali. Ia seperti terhipnitis oleh tindakan Hunt yang baru saja dialami. "Apa ini? Kenapa jantungku berdegub kencang? Astaga! Apa aku terkena serangan jantung?" gumam Paula. Gadis itu segera mengenakan pakaiannya lalu keluar dari kamar. Paula terlihat bingung didepan kamar, ia bahkan tak tahu sedang berada dimana?. Hingga seorang asisten rumah kebetulan saja lewat didepannya. " Maaf, dimana ruang makannya? Bisakah kau mengantarkanku?" tanya Paula. "Mari ikuti saya, Nona," jawab asisten rumah itu. Ia berjalan dibelakang asisten rumah, menyusuri lorong rumah yang terlihat sedikit aneh baginya. Paula sampai diruang makan, ia melihat Hunt sedang duduk bersama Gary dan Candy. Gadis itu sedikit ragu untuk melangkah menghampiri orang-orang didepannya. "Apa yang kaublakukan disana? Ceoat duduk! Kami semua sudah kelaparan menunggumu!" celetuk Gary kesal. "Ehem," Hunt berdeham dan memberi tatapan tajam pada Gary. Paula berjalan mendekat, ia duduk disisi kiri Hunt. Wajahnya tertunduk malu dan merasa canggung disana. "Makanlah, setelah ini ikut aku keruang kerja," ujar Hunt pada Paula. "Baik, Tuan." Susana dimeja makan sangat tenang, tidak ada sura lain selain dentuman sendok dan piring. "Aku selesai. Hunt, aku akan pergi ke Rusia dengan Candy. Sepertinya seseorang mengacau disana," pamit Gary. "Baiklah, kau tahu apa yang harus dilakukan saat ada yang melawanku," ujar Hunt. "Tentu saja." Gary dan Candy pun beranjak dari sana, mereka masuk kedalam lift lalu menghilang untuk beberapa waktu. Sementara kini Paula bersama Hunt di meja makan. "Kau sudah selesai?" tanya Hunt. "Sudah Tuan," jawab Paula "Ikut aku!" Hunt berdiri lalu berjalan menuju ruang kerjanya. Paula mengekor dibelakang Hunt. Gadis itu terlihat tenang dan tak ada perlawanan. CEKLEK "Masuklah!" Keduanya masuk kedalam ruang kerja itu, mereka duduk disofa yang tersedia disana. "Jika ada yang ingin kau tanyakan, aku akan memberikanmu waktu untuk bertanya hingga kau mengerti," ujar Hunt. "T-tuan, apa tujuan anda menculikku? Apakah ini semua hanya permainan politik Papa? Aku ada dimana sekarang?" tanya Paula. "Tujuanku agar memiliki keturunan dari rahimmu. Semua rencanaku tidak ada hubungannya dengan politik milik Presiden. Kau ada dirumahku, Sala Silvermine, tepatnya dihutan Redwood." "K-kau ingin anak dariku? T-tapi usiaku masih delapan belas tahun, Tuan," ujar Paula yang mulai gelisah. "Aku tahu, justru karena itu aku menginginkan anak darimu!" "Lalu setelah aku melahirkan anakmu, apakah kau akan membunuhku?" "Tidak, kau bisa kembali pada Presiden." "T-tapi Tuan, bagaimana caranya aku bisa hamil? Aku tidak tahu cara melakukannya, bahkan kau baru saja mencuri ciuman pertamaku, " ujar Paula dengan wajah polosnya. "Tenang saja, aku akan mengajarkannya padamu. Bagaimana caranya menikmati hidup," bisik Hunt tepat ditelinga Paula. Hunt ingin sekali menyerang gadis dihadapannya itu. Ia terlalu gemas melihat kepolosan Paula. Bagaimana bisa gadis itu begitu santai dan tanpa malu-malu bertanya tentang hal itu. " Apakah kau sudah selesai bertanya? " tanya Hunt. "Ehm, sampai kapan aku akan tinggal disini?" "Sampai kau berhasil mengndung anakku, tentunya!" "Kapan itu terjadi?" "Secepatnya!" "Kau tidak bisa memastikannya?" Paula sungguh membuat Hunt geram. Kini Hunt hanya diam enggan untuk menjawab lagi. Merasa tak dihiraukan oleh Hunt, Paula memanyunkan bibirnya dan beridekap. Ya, gadis itu sedang kesal saat ini. DDDRRTT DDRRTT Dering ponsel Hunt membuatnya harus menerima telepon itu. Seseorang tengah membuat masalah dengannya diwilayah Mexico. "Dasar bodoh! Bagaimana bisa kalian melepaskan mangsa itu! Bukankah sudah kukatakan untuk mengajak Growl bersama kalian!" omel Hunt pada orang diseberang telepon. Paula mengedipkan matanya beberapa kali, ia tak menyangka akan melihat sisi kejam Hunt secepat ini. "Cepat temukan wanita itu lalu bongkar tubuhnya! Jadikan ia cyborg!" ujar Hunt yang akhirnya mengakhiri telepon. Paula kesulitan menelan salivanya. Ia mendengr kata cyborg, dan seorang wanita akan dijadikan setengah robot. "T-tuan, aku ingin kembali ke kamarku," ujar Paula. "Tunggu! Duduk!" titah Hunt. Belum sempat berdiri sempurna, gadis itu harus kembali duduk disofa. "Panggil namaku tanpa ada embel-embel Tuan didepannya, kau bisa melakukan apapun disini, tetapi kau tidak diijinkan untuk naik ke atas." "Maaf, T-hunt. Sepertinya bagian rumah ini berada di bawah, memangnya kenapa jika aku naik ke atas? Bukankah seharusnya kau melarangku ke bawah?" "Sala Silvermine adalah rumah bawah tanah. Jika kau naik berarti kau ingin lari dari sini, dan saat itu juga nyawamu akan hilang karena tembakan yang melesat tepat di kepalamu. Jika ingin tahu isi dari lantai bawah, kau bis menggunakan lift itu, " jelas Hunt. " Apakah ada orang lain disini?" "Disini ada banyak pengikutku, mereka akan menjagamu dari hal berbahaya. Hanya saja, kau tidak akan bis amelihat mereka." "Kenapa? Mataku masih normal! Apa mereka hantu?" "Aku harus pergi sekarang, kau akan disini sendiri. Jika sudah waktunya makan, seorang asisten rumah akan mengantarkan makanan kekamarmu. Jangan pernah masuk kekamarlu tanpa izin dariku!" tambah Hunt. "Bolehkah aku ikut bersamamu?" "Tidak! Selama disini jangan membantahku, jangan berbuat hal bodoh, gunakan ponsel ini untuk menghubungiku atau Gary jika kau dalam masalah disini, tapi bisa kupastikan kau akan baik-baik saja selama disini." "Baiklah, aku akan kembali kekamar saja," ujar Paula sedikit kecewa. Hunt mendekatinya lalu mencium kening Paula. Lelaki itu mengacak rambut Paula dengan sedikit kasar. "Apa-apaan sih!" protes Paula. Setelah itu Hunt pergi dari Sala Silvermine menuju Mexico dengan jet pribadi yang berada di hanggar miliknya. Sementara Paula kini masuk kedalam kamar dan memikirkan beberapa permainan agar ia tak mati kebosanan. "Mari kita lihat, ada barang apa saja dikamar ini," gumam Paula. Gadis itu melihat satu almari kaca besar dan berisi tas dari segala brand terkenal didunia. Tentu saja hal itu membuat Paula berteriak histeris saat melihat salah satu brand favoritnya. "Seberapa kaya lelaki itu? Astaga, tas ini seharga seratus milyar dan sekarang aku memilikinya," seru Paula. Paula kembali histeris saat melihat dibagian bawah almari kaca itu terdapat perhiasan dari berbagai model dan motif. Bahkan berlian yang pernah dipakai Candy juga ada disana, tentu saja dengan bentuk yang berbeda. "Aku bisa mendapatkan apa saja disini, semoga saja Papa tidak buru-buru menjemputku." Setelah selesai dengan barang-barang yang ada dikamarnya, Paula berjalan keluar kamar. Gadis itu menyusuri lorong dilantai itu. "Kenapa sunyi sekali."
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN