Tatapan Lucas sangat jelas menandakan dirinya tengah dalam mode serius dan tak ingin bercanda sekarang, sementara itu, Anna terdiam di tempat saat mengingat tanggal itu.
Tanggal sial yang membuat dia berubah kepribadian.
“Aku ... aku saat itu sedang syuting. Ya, aku syuting di malam hari. Ada apa?”
“Jangan berbohong, Anna.”
“A-aku tak berbohong. Ada apa memangnya? Kenapa mengintimidasiku begini?"
Lucas menarik napas dalam-dalam, kemudian menghembusnya dengan kasar, ia menatap Anna sembari berkata, “Malam itu aku pergi ke hutan belantara di Indonesia, di Papua ... dan menemukanmu tengah mengenakan jubah merah panjang di tengah hutan. Apa yang kau lakukan di sana?”
“Apa maksudmu? Aku ... aku sama sekali tak pernah pergi ke Indonesia sebelumnya. Apalagi pergi ke hutan di Indonesia, tak pernah. Mungkin kau hanya berhalusinasi.”
Berhalusinasi?
Lucas terdiam beberapa saat untuk memikirkan ucapan Anna. Apakah benar dia hanya berhalusinasi saat berada di tengah hutan waktu itu?
“Jadi ... itu sungguh bukan kau?
“Tentu saja bukan. Mustahil aktris terkenal sepertiku berada di tengah hutan di antah berantah saat malam hari. Kau ini ada-ada saja."
Anna berbicara dengan lugas dan percaya diri, berusaha membuat Lucas agar percaya dengan omong kosong yang ia katakan. Anna adalah manusia biasa yang memiliki banyak privasi dan rahasia. Terkadang beberapa orang mengetahui rahasia itu tanpa sengaja, walaupun mereka tak menyadarinya ... Anna tetap tak mau menerima resiko apapun. Ia harus bertindak cepat agar kondisi kembali seperti semula dan baik-baik saja. Pria di depannya ini ... pria yang tengah menunduk dan merenungi pikirannya itu terlihat sangat tampan dan polos, ia tak boleh terlibat dalam rahasia besar Anna.
Anna menatapnya dengan nanar, meratapi nasib dirinya yang sangat buruk dan memprihatinkan. Semuanya harus dia pikul sendiri, harus dia tanggung sendiri. Tak ada seorang pun yang boleh mengetahui atau bahkan mengupas konspirasi tentang kehidupan pribadi Anna.
Menjadi bintang dunia ternyata hanya terasa nikmat bagi masyarakat dunia yang menyukai dan mendukung karirnya, tapi terasa sangat menyakitkan bagi dirinya. Ini benar-benar sakit, setiap malam terasa seperti akhirat bagi Anna. Dan tentang yang dikatakan Lucas, itu memang benar. Wanita misterius bertudung merah itu adalah dirinya.
“Hanya itu saja hal yang ingin kau tanyakan?” Anna memutar kedua bola matanya malas, “Tch, ternyata tak sepenting yang kukira.”
“Ah, ya. Maafkan aku. Mungkin aku hanya berhalusinasi.”
Di depan Anna, Lucas mengakui bahwa ia menyadari kalau dirinya hanya berhalusinasi saat malam gelap di hutan itu. Tetapi yang sebenarnya terjadi adalah ...
Lucas hanya berpura-pura. Pura-pura percaya dengan perkataan Anna. Ini jelas mencurigakan, Anna mengatakan itu dengan gugup, bagaimana Lucas bisa mempercayainya? Mungkin karena terlalu sering bergaul bersama teman detektifnya, Lucas menjadi lebih skeptis terhadap argumen apapun, terutama terkait gadis misterius bertudung merah yang mengaku bernama Emma.
Pasti ada sesuatu yang Anna sembunyikan.
Lamunan Lucas seketika ia hentikan dan kembali menatap Anna dengan kondisi sadar, “Ehm sepertinya obrolan kita cukup sampai di sini saja hari ini. Aku ada urusan di kantor.” Lucas hendak berdiri kemudian tersentak dan kembali berbalik ke Anna, ada satu hal yang lupa ia katakan.
“Rumahmu di mana? Aku bisa mengantarmu pulang.”
Lucas mengatakan itu dengan ramag dan percaya diri, namun sesaat kemudian dia menepuk jidatnya dengan keras saat menyadari sesuatu, “Arghhh sialan, aku lupa tak memiliki mobil di sini. Jangankan mobil, ke sini saja aku jalan kaki.” Batinnya.
Lucas tersenyum kaku, menunggu jawaban Anna. Dalam hati ia berharap Anna akan menolak ajakan Lucas. Bayangkan saja betapa memalukannya ketika Anna menerima ajakan Lucas namun CEO Smith Life Insurance itu mengaku tak memiliki kendaraan. Mau ditaruh di mana wajah Lucas? Apalagi Anna merupakan gadis yang disukainya, itu sama saja seperti merendahkan harga diri.
“Anna? Bagaimana menurutmu?”
Anna menggeleng, “Tidak, aku akan langsung ke kantor untuk melanjutkan syuting. Kau pulang duluan saja.”
Syukurlah.
Akhirnya Lucas bisa menghirup oksigen tanpa beban pikiran. Syukurlah Anna tak menerima ajakannya, dengan begitu dia tak perlu menanggung malu untuk mengatakan bahwa dia tak memiliki mobil di Singapura.
“Baiklah kalau begitu. Sampai jumpa besok di kantor.”
Lucas berjalan ke arah kasir dan membayar semua tagihan pesanannya. Kemudian ia keluar setelah sebelumnya tersenyum dan melambaikan tangan pada Anna yang masih duduk di Cafe.
Di tengah perjalanan menuju hotel, Lucas terus saja bergumam dan bermonolog, “Aku harus mencari tahu lebih lanjut, dia pasti berbohong. Aku tahu itu.”
Awalnya Lucas berniat untuk langsung pulang saja ke hotelnya dan mengistirahatkan tubuh untuk hari yang sangat padat besok di kantor, namun sepertinya malam ini ia tak akan bisa tidur dengan rasa penasaran yang membuat ia seperti akan mati. Lucas memutar haluan jalannya dan kini berjalan menuju Sun Entertainment, bukan menuju hotel.
Dia berjalan sangat cepat hingga akhirnya sampai lebih cepat di tempat tujuannya, setelah mengkonfirmasi identitasnya di lobi dan diizinkan untuk masuk ke dalam, ia segera berlari menuju lift dan menekan angka empat. Tanpa disangka olehnya, ternyata di dalam lift ada banyak orang yang satu jalur dengannya dan itu membuat dia tak bisa bebas bermonolog. Lucas hanya diam membisu di sepanjang perjalanan dan menunggu dengan sabar hingga lift terbuka.
Kini lift sudah terbuka. Sebagai orang yang paling buru-buru, ia menjadi orang yang pertama keluar dan membuat orang-orang di sekitarnya hanya geleng-geleng kepala. Bagaimana tidak? Satu detik setelah lift terbuka, Lucas langsung menyerobot orang-orang dan keluar dengan sangat cepat. Itu membuat sedikit kericuhan terjadi di dalam lift, namun orang-orang tak berani menyalahkan atau menegur orang yang bersalah itu karena mereka tahu dia adalah CEO Smith Life Insurance, perusahaan besar yang akan melakukan merger dengan perusahaan tempat mereka bekerja. Dia adalah orang penting.
Sementara itu, Lucas masih terus berlari di dalam kantor besar ini hingga akhirnya sampai di depan sebuah pintu. Ia tanpa ragu-ragu segera masuk ke dalam dan menutup pintu kembali dengan rapat. Lucas menyapu pandangannya pada seluruh ruangan, dan mendapati seorang pria tengah duduk di kursi sana. Pria yang satu-satunya duduk di sana pun segera menyadari kehadiran Lucas dan mendongak tersenyum padanya.
“Hey Tuan Lucas, ada apa? Sepertinya kau sangat terburu-buru.”
Pria itu bertanya sembari berdiri dan berjalan mendekati Lucas yang terlihat ngos-ngosan.
“Saya ingin bertanya ....” Ucap Lucas sembari mengatur pernapasan.
Sementara pria itu, pria yang merupakan menejer Anna membalas ucapan Lucas dengan menaikkan alisnya, seolah memberi kode 'Tanya saja, apa yang ingin kau tanyakan?'
Lucas kemudian menoleh ke bawah dan mencari sesuatu. Ia mencari kursi untuk duduk dan segera mendapatkannya tepat berada di samping Lucas. Ia duduk di sana ... diikuti dengan menejer Anna yang ikut duduk di samping Lucas, di kursi kuning yang berjejer ini.
“Ada apa?”
Lucas menatap matanya tajam, “Hari Senin ... tanggal 9 Agustus ... pada malam hari ... Anna ZE berada di mana?”
Mendengar pertanyaan serius dari Lucas membuat pria itu berpikir keras sejenak sembari mengingat dengan jelas di mana Mita berada saat itu, “Di rumah. Ada apa?”
“Dia tak syuting?”
“Tidak, saat itu belum ada jadwal syuting.”
Jawaban dari sang menejer tentu saja membuat Lucas terkejut dan sangat syok. Sesuai dugaannya, Anna pasti berbohong mengenai syuting yang ia katakan di Cafe tadi. Lucas tak ingin menyia-nyiakan kesempatan ini, ini adalah saat yang tepat untuk mengupas banyak hal yang tidak ia ketahui tentang Anna.
“Benarkah dia di rumah? Dia tak pergi ke tempat yang sangat jauh?”
“Entahlah, saya juga kurang tahu mengenai itu. Dia hanya bilang pada sore hari bahwa ia ingin pulang ke rumah dan akan kembali dua hari kemudian.”
“Dua hari kemudian? Maksudmu dia mengambil cuti?”
Suasana semakin menegangkan, jawaban yang ingin Lucas ketahui pun semakin menemukan titik terang. Sementara pria yang merupakan menejer Anna tampak mengangguk dengan wajah serius,
“Ya, ada apa memangnya?”
“Bisakah kau membantuku untuk mencari tahu ke mana ia pergi? Ada hal penting yang harus kuketahui mengenai itu.”
“Tapi ... bukankah itu adalah privasinya? Kau seperti menyuruhku untuk melanggar etika menghargai privasi orang.”
“Apakah jika polisi ingin mengetahui apa yang dilakukan tersangka di TKP merupakan pelanggaran hak privasi?”
Pria itu menggeleng sembari tertawa kecil, “Kau seperti penyidik saja, haha.”
“Anggap saja seperti itu.”
Mereka melakukan percakapan yang cukup panjang, entah yang sekedar basa-basi ringan hingga membahas hal-hal berat terkait perusahaan dan Singapura. Saat sedang asik membahas semuanya dan tertawa ria, tiba-tiba pintu ruangan terbuka dan menampilkan sesosok wanita cantik berwajah datar. Lucas dan menejer Anna seketika menoleh ke sumber suara, yaitu di ambang pintu dan menemukan Anna sedang berdiri di sana.
“Lucas? Apa yang kau lakukan di sini?” Tanya Anna dengan wajah tertegun.
Ia cukup terkejut ketika mengetahui pria yang tadi mengajaknya ke Cafe saat ini tengah duduk santai di dalam ruangan ini. Padahal sudah tertera dengan jelas bahwa ruangan ini adalah miliknya, khusus untuk keperluan pribadi Anna ZE sebagai aktris dari perusahaan entertainment ini. Dibalik rasa terkejutnya, sebenarnya ada rasa gugup dan gelisah yang bersarang di dalam batinnya. Ia takut ... takut jika kebohongan yang ia katakan di Cafe ternyata telah terungkap.
Sekilas Anna menatap menejernya yang tampak santai dan tersenyum sumringah seolah tak ada masalah apapun. Ingin sekali rasanya dia menggunakan telepati dan bertanya pada menejernya apakah dia telah memberitahu Lucas sesuatu atau tidak.
“Aku tadi ada urusan dengan menejermu. Masuklah, tak baik berdiri di ambang pintu terlalu lama.”
Lucas sebisa mungkin mengontrol dirinya untuk tidak bertindak gegabah. Dia harus bersikap baik dan normal seolah tak ada apapun yang terjadi. Meskipun telah mengetahui bahwa Anna ternyata berbohong, namun mengintimidasi Anna dan menuntut jawaban dari Anna adalah hal yang labil. Ia harus bersikap dewasa dan elegan, lagipula umurnya sudah menginjak kepala tiga ... tak mungkin untuk bertindak semena-mena pada situasi seperti ini.
Dengan senyuman merekah yang terus saja terukir di wajahnya, Lucas berdiri dengan santai dan berjalan menuju ambang pintu. Ketika dia berhadapan dengan Anna, dia tersenyum lembut sembari menepuk pundak Anna dengan lembut,
“Jika ada sesuatu yang ingin kau katakan, datang saja ke ruanganku di lantai 12. Pintu ruanganku dan pintu hatiku akan selalu terbuka untukmu.” Ujarnya kemudian melangkahkan kakinya pergi meninggalkan ruangan Anna, meninggalkan Anna yang tampak terpatung dengan perasaan campur aduk.
Sesaat setelah Lucas pergi, Anna buru-buru berbalik dan menutup pintu ruangannya dengan rapat. Wajahnya saat ini terlihat pucat dan gelisah. Menejernya bahkan bisa melihat dengan jelas raut wajah ketakutan yang terukir jelas di wajahnya yang cantik.
Melihat tindakan Anna yang menutup pintu dengan tergesa-gesa membuat menejernya menyerit kebingungan. Sangat jarang ia melihat Anna bertingkah seperti ini, terutama pada CEO asal Indonesia itu.
Anna berbalik menghadap menejernya dengan mata melebar, kemudian menghampiri menejernya dan bertanya dengan nada panik,
“Katakan padaku, apa yang kalian berdua bicarakan?! Apa kalian membahas sesuatu tentang diriku? Apa yang kau katakan padanya? Katakan padaku!”