Ia merasa telah ditipu. Pencuri itu ... ah tidak, Hacker itu ... mengatakan bahwa tasnya sudah ada di kamarnya, ternyata bukan tas yang ada di kamar melainkan tablet yang berisi petunjuk keberadaan tasnya.
"Ini semua salah Jack, aku harus menemuinya."
Lucas sangat kesal, ia segera pergi membawa tablet itu menuju rumah Jack. Ia tahu betul bahwa jam segini Jack sedang ada waktu kosong, ia tak bekerja. Sesampainya di rumah Jack, langsung saja didobrak pintu kediaman detektif tersebut dan segeralah Lucas menemui Jack yang tengah duduk santai menyesap kopi di ruang keluarga.
"Ada apa, Lucas?"
"Ada apa matamu! Hacker itu menipuku, sialan. Dia mengatakan tasku sudah ada di kamar, namun saat aku tiba di kamar malah benda inilah yang ada di sana." Lucas menunjukkan tablet hologram tersebut kepada Jack, kemudian dilihat oleh Jack dengan seksama.
"Ini adalah petunjuk keberadaan tasmu." Ucap Jack setelah melihat-lihat isi dari tablet tersebut.
Mendengar jawaban Jack, Lucas memutar kedua bola matanya sinis dan kembali mengomel, "Iya, aku tahu. Tapi aku merasa ditipu setelah menyerahkan 50 juta dolar hanya untuk itu."
"Apa salahnya? Kau hanya perlu datang ke lokasi ini dan mengambil tasmu."
"Bagaimana jika lokasi tersebut adalah tempat para mafia yang mencuri tasku? Aku jelas tak akan bisa pulang hidup-hidup."
"Dasar bodoh, kau benar-benar gagap teknologi. Lihat ini! Ini adalah tampilan satelit, kau bisa melihat bahwa tas ini terletak di tengah hutan. Lihat ini! Ini tasmu kan?"
Jack mengutak-atik tablet itu, mengendalikan bayangan objek-objek 3D yang nampak muncul di atas tablet. Dengan begini akan sangat mudah untuk menemukan tas itu. Dia bisa melihat wujud tas hitamnya, melihat di mana letak tasnya berada, dan yang paling penting ... teknologi hologram memberikan kemudahan akses, ini terlihat sangat modern dan canggih.
"Wah, Lucas. Kau sangat pandai memilih hacker. Hacker yang kau pilih itu selain memiliki skill meretas, juga memiliki skill IT."
Lucas sedikit kesal mendengar oujian terus saja memperhatikan gerakan tangan Jack dengan seksama. Jack terlihat sangat lihai memainkan layar hologram itu seperti di film-film fiksi yang ditontonnya sewaktu kecil. Suasana hening dan sunyi di rumah Jack membuat keduanya semakin fokus pada layar hologram di tablet itu, tak ada seorang pun yang dapat mengganggu mereka berdua pada keseriusan ini.
"Berikan padaku!" Ucap Lucas dan langsung merebut tablet itu dari genggaman Jack tanpa menunggu persetujuan Jack.
Kini tablet itu berada di genggaman Lucas, dan Lucas mencoba menggunakan tablet hologram itu dengan seksama. Jack memperhatikan cara Lucas menggunakan tangannya untuk mengendalikan layar itu. Ia tertawa kecil melihat tangan kaku Lucas.
"Lokasinya berada di pedalaman Papua. Kau harus pergi ke sana, sesuai dengan petunjuk yang ada di dalam tablet itu. Di situ juga sudah tertera jarak antara kau dan tas itu. Pokoknya ada banyak sekali fitur canggih di tablet itu, kau harus pandai menggunakannya."
"Ya, ya. Aku bisa menggunakannya. Tapi bisakah kau jelaskan fitur apa saja yang ada di sini?"
Jack terdiam dan menatap Lucas dengan tatapan nanar, seolah merasa kasihan dengan kebodohan Lucas. Sesaat kemudian ia menunduk melihat tablet dan menunjuk salah satu objek di bayangan hologram yang kini berada di atas tablet.
"Ini fungsinya untuk mengetahui jarak antara kau dan tas itu. Kalau ini adalah fitur untuk memperjelas keadaan yang ingin kau lihat, kau bisa melihat jalan raya, pegunungan, hutan, sungai, manusia, atau apapun yang ingin kau lihat sebelum kau melewatinya ... jadi kau bisa menyelamatkan diri bahkan sebelum sampai di titik berbahaya." Jack menggeser objek bayangan hologram dan seketika berubah menjadi tampilan tablet biasa tanpa Teknologi Hologram, "Ini untuk memberi kode jika kau berada 5 meter dari jarak tas. Sedangkan yang ini adalah penanda jika kau telah menemukan tas itu."
Penjelasan Jack benar-benar rinci dan mudah dimengerti. Lucas terus saja mengangguk paham menanggapi penjelasan demi penjelasan yang dikatakan Jack.
"Baiklah, terimakasih atas penjelasanmu. Tapi ... apa kau tak mau ikut denganku ke sana?"
Mendengar pertanyaan Lucas membuat Jack menaikkan ujung bibirnya membentuk smirk, mengejek Lucas, "Kenapa? Kau takut?"
"Ah, tidak tidak. Lupakan. Malam ini aku akan memesan tiket pesawat dan segera terbang ke Papua."
Setelah lama berbincang-bincang mengenai tablet tersebut, Lucas kemudian berpamitan pada Jack dan kembali pulang ke rumahnya. Saat sampai di rumah, ia langsung merebahkan diri di kamar sembari membuka aplikasi pemesan tiket pesawat online dan juga memesan hotel yang tersedia di Papua. Ia berusaha mencari hotel yang jaraknya paling dekat dengan lokasi tasnya berada, namun tak ada satu pun hotel maupun penginapan di dekat sana. Ia terpaksa memesan yang jauh saja, sangat jauh.
Jam sepuluh malam ia telah menyiapkan koper dan pakaian seadanya. Lagi pula ini hanya perjalanan satu hari, tak akan lama. Jadi untuk apa membawa pakaian banyak-banyak? Toh ini juga bukan liburan. Sebelumnya Lucas telah menghubungi sekretaris di kantornya untuk mengurus segala pekerjaan Lucas, jadi dia bisa tenang dari segala hiruk pikuk pekerjaan kantor.
Semuanya dipersiapkan dengan matang. Ia sengaja memilih rute penerbangan malam hari agar cepat sampai di tempat tujuan dan bisa segera kembali ke kota asalnya, Jakarta. Sekarang ia berjalan keluar kamar, membawa satu koper berisi pakaian untuk menuju bandara.
"Kau mau ke mana?"
Ayah Lucas bertanya saat melihat Lucas berjalan menuruni tangga sembari menggendong kopernya. Ayah Lucas yang tadinya hendak mengambil minum dan kembali ke kamar seketika terhenti begitu melihat anak sulungnya berpenampilan aneh. Dalam hati Lucas ia sangat gugup dan ketakutan, Jika ayahnya tahu bahwa ia akan ke Papua untuk mencari tas itu maka ayahnya akan tahu tentang masalah ini.
"A-aku ... aku ingin ke Bandung untuk urusan bisnis."
"Oh, baiklah."
Syukurlah, ayahnya tak curiga sama sekali. Lagi pula umur Lucas sudah 37 tahun, mengapa masih diatur seperti anak kecil? Ayahnya benar-benar berlebihan.
Sekarang Lucas kembali melanjutkan langkahnya. Ia sampai di luar rumah dengan bernapas lega dan segera memasuki taksi yang telah ia pesan melalui aplikasi online, jaman sekarang benar-benar canggih dan serba mudah.
Di sepanjang perjalanan ia mengobrol ringan dengan supir taksi yang ramah hingga tak terasa kini ia telah sampai di bandara.
Suasana bandara tampak sepi karena memang pengguna rute penerbangan malam tak sebanyak pengguna rute penerbangan siang. Kebanyakan dari orang-orang tak ingin begadang dan menghabiskan malam yang buruk di bandara, jadi mereka lebih menyukai rute penerbangan siang.
Lucas berjalan dengan elegan. Kacamata hitam yang selaras dengan jaket jeans hitam miliknya membuat tampilan Lucas terkesan kasual namun tak menghilangkan aura CEO yang ada dalam dirinya. Ia terus melangkahkan kakinya hingga sampai di resepsionis bandara untuk melaporkan rute penerbangannya. Setelah berbincang singkat dengan resepsionis wanita yang terlihat terpesona dengan dirinya, Lucas kembali berjalan dan duduk di kursi yang disediakan sembari menunggu rute penerbangannya tiba.
Tak sampai lima belas menit ia menunggu, alat pengeras suara yang ada di bandara itu kini mengumumkan rute penerbangannya sudah siap untuk terbang. Lucas segera berdiri dan berbaris di antara orang-orang yang akan diperiksa sebelum dipersilakan untuk masuk ke dalam ruang tunggu. Ia sangat santai dan tak mengkhawatirkan apapun, toh dia juga tak membawa benda ilegal ataupun obat-obatan terlarang, jadi tak ada alasan untuk khawatir pada pemeriksaan seperti ini.
"Baiklah, Anda boleh masuk." Ucap seorang petugas setelah memeriksa tubuh Lucas dari atas sampai bawah menggunakan alat metal detector -alat pendeteksi benda terlarang yang menggunakan sistem Xray-.
Lucas masuk dengan percaya diri, kemudian melangkahkan kakinya untuk melakukan prosedur-prosedur selanjutnya yang akan dilakukan pihak bandara.
Setelah melakukan perjalanan jauh dari Jakarta menuju Papua, Lucas akhirnya tiba di hotel bintang lima yang terletak di kota besar di Papua. Ia segera merebahkan tubuhnya setelah sebelumnya membasuh badan di kamar mandi.
"Aku telah menyewa sebuah mobil, besok pagi aku akan mencari tas itu."
Seperti biasa, Lucas bermonolog dengan dirinya sendiri sembari membayangkan hari esok. Hari di mana ia akan menemukan tas 5 miliar dolar dan dokumen merger perusahaan. Itu adalah hal indah untuk dibayangkan, namun sesaat kemudian ia teringat dengan adiknya. Ternyata selama ini ia hanya salah paham, adiknya tak korupsi dan tas itu memang sungguh hilang. Entah apa yang dilakukan adiknya saat ini, namun membayangkan detik-detik saat ia memecat adiknya di hadapan para karyawan membuat Lucas semakin merasa bersalah.
"Mungkin nanti aku harus minta maaf pada Andre."
Hal-hal random yang ia pikirkan sangat banyak, hingga tanpa sadar kantuk mulai memasuki dirinya. Ia tertidur hanya dengan balutan handuk di tubuhnya. Tak ada waktu untuk mengganti pakaian, besok pagi ia akan segera mengganti pakaian dan tak perlu mandi. Itu akan lebih menghemat waktu.
Tepat keesokan harinya, ia terbangun karena alarm weker milik hotel berbunyi sangat keras di jam 6 pagi. Lucas segera mematikannya dengan mata yang masih membutuhkan asupan tidur. Lucas melihat ke bawah, balutan handuk telah lepas saat ia tertidur dan itu membuat burung kecil rahasianya terekspos. Ia segera menutupnya dengan tergesa-gesa dan berganti pakaian.
Kini dia sudah rapi dan wangi, terlihat tampan dengan kaos putih dan celana hitam. Lucas segera turun dari hotel, kemudian menelepon penyewa mobil yang telah ia pesan sebelumnya. Tindakannya selama ini selalu tersusun rapi dan terperinci, ia adalah tipe orang visioner.
Orang yang diteleponnya menjawab panggilannya dan berkata akan tiba 5 menit lagi, jadi Lucas memutuskan untuk menunggunya di depan hotel. Dan benar saja, 5 menit kemudian terlihat mobil sport hitam datang dibawa oleh seorang pria yang turun dan memberikannya kunci. Lucas kemudian berterimakasih dan memasuki mobil tersebut sembari menyalakan mesin. Sementara pria tadi telah pergi menggunakan taksi.
Perjalanan Lucas telah dimulai. Jam setengah 7 pagi ia menyetir mobil, mengikuti petunjuk sesuai instruksi tablet hologram yang ia letakkan di SRS airbag penumpang depan, tepat di depannya.
"Haish, sepertinya perjalanan ini akan sangat jauh. Ini akan memakan waktu yang sangat lama." Gumam Lucas saat melihat jarak tempuh pada layar hologram di sela-sela aktivitas menyetirnya.
Dan benar saja. Jam 9, jam 12, jam 2 siang, bahkan hingga kini ... jam 5 sore pun Lucas masih berada di mobil, menyetirnya sambil berharap akan segera sampai. Ia terus saja memperhatikan layar hologram di tablet sembari mengikuti arahannya. Entah sudah berapa kali dia berhenti di tengah jalan untuk mengistirahatkan p****t dan pinggangnya yang lelah akibat terlalu lama duduk. Sementara itu, ponselnya telah ia ubah ke mode senyap yang berarti tak akan ada seorang pun yang bisa menghubunginya untuk mengganggu.
Sekarang Lucas menyetir memasuki pedalaman, dan semakin banyak pula hutan lebat di sekelilingnya yang menyegarkan mata Lucas. Lucas terus saja menyetir, tak terlalu peduli pada pemandangan hutan hijau yang indah di sekitarnya. Saat ini di pikirannya hanyalah tas itu.
Ini sudah terlalu lama.