"Eeuhh ibu...ibu…" suara parau itu memanggil sang ibu yang biasa mendekap dan memeluknya saat tengah terlelap.
"Tuan muda sudah bangun?" sapa lembut seorang suster dengan wajah ramah.
"Ka...kamu siapa?" teriak Fritz yang ketakutan karena tak pernah bertemu orang asing apalagi membangunkan tidurnya.
"Tenang tuan, saya Isna yang bertugas menjaga tuan muda mulai sekarang." ucapnya tersenyum ramah
"Nggak...nggak mau...mana ibu...ibuuuu" teriak nya kali ini dengan suara yang melengking dan tangisan yang keras.
Brak
"DIAM" bentak seorang kakek tua yang tak lain adalah tuan besar John Emmanuel.
Isna sendiri di buat takut dan gemetaran dengan suara bariton itu. Ia lalu berlari mendekat dan mendekap Fritz yang juga masih menangis semakin kencang karena ketakutan.
"cup cup sayang ini kak Isna, tuan muda aman sama kakak"
"Diam atau ku lempar kau di tengah jalan" bentak tuan John sekali lagi
"Papa!" teriak nyonya Kris di depan pintu kamar.
"Apa harus begini caramu dihadapan cucuku?" ucap nyonya Kris dengan sorot mata tajam dan menghunus. Tuan besar John pada akhirnya keluar kamar dengan wajah kesal.
"Kelak kau akan menyesali semuanya saat aku sudah menemukan semua bukti-bukti itu 36 tahun lalu." batin nyonya Kris masih dengan tatapan nyalang pada suaminya yang sudah berlalu.
"Nyonya, sepertinya tuan muda demam" ucap Isna yang masih menggendong Fritz kecil.
"Ambil air kompresan dan obat penurun demam, jangan lupa kau hubungi dokter anak yang sudah aku catatkan dalam daftar tugasmu, biar Fritz bersama ku dulu, pergilah"
"Baik nyonya" ucap Isna setelah menyerahkan Fritz pada nyonya Kris.
"Cucu nenek sakit hem?"
"Ibu..hikss hikss ibu….!"
"Sudah ya sayang, ibu sama papa masih kerja, Fritz sabar dulu ya"
"Ibu nek...aku mau ibu huaaa"
"Hem cucu nenek baru bangun, bau acem iihh... Ini air mata nya asiin bau busuk iiiihh" ucap nyonya Kris dengan wajah di buat selucu mungkin.
"Masak sih nek?" tanya Fritz seraya mencium bajunya yang basah.
"Iya bener, iih nenek nggak mau gendong Fritz lagi, bau asem" jawabnya sembari memegang pucuk hidungnya.
"Huaaa ibu….Fiz bau busuk, ibu…"
"Cup cup cucu nenek mau ketemu sama adek Sean nggak?"
"Adek Sean siapa nenek?"
"Adek Sean anaknya kak Son yang ganteng itu.."
"Oh ya, emang boleh nek?"
"Boleh banget, nanti Fiz main sama adek Sean ya"
"Mau nek mau tapi kepala Fiz sakit"
"Ya udah kalau gitu Fiz ganti baju dulu sama kak Isna abis itu minum obatnya, besok kita pergi ke rumah adik Sean"
" Janji ya nek?"
"Janji"
"Tapi ….." Fiz kecil menunduk dengan raut wajah sedih
"Tapi apa Fiz?"
"Aku boleh nggak tinggal sama adek Sean aja?"
"Loh kenapa?"
"Aku nggak mau disini"
"Kok gitu cucu nenek?"
"Fiz nggak mau lihat kakek John, kakek itu jahat sama Fiz nek"
Nyonya Kris terdiam seketika mendengar penuturan sang cucu. Ya, di akuinya memang itulah tujuan John memintanya membawa Fritz kemari bahkan mengancam akan memenjarakannya atas kasus percobaan pembunuhan 36 tahun lalu atas seorang pasien di salah satu rumah sakit di negara asalnya. Entahlah apalah daya semua bukti yang ia miliki bahkan hilang bagai di telan bumi.
"Fiz nggak boleh gitu, kakek itu sebenarnya orang baiiiiiiik banget sama siapapun, kakek tadi cuma kaget aja denger suara Fiz nangis"
"Nggak, Fiz tahu kakek itu mau jahatin Fiz, buktinya Fiz nggak bisa ketemu ibu sama papa hiks hiks hiks Fiz benci kakek John, Fiz benci"
"Ya Tuhan hukuman apa yang kau berikan padaku, kenapa harus cucuku mengalami hal sepelik ini?"
"Aku benci kakek John, aku nggak mau maafin kakek John" teriak Fritz dengan lantang disertai isak tangis yang pilu.
"Cup cup sudah..sudah.. Maafin kakek ya nak, maafin kakek, dia nggak sengaja tadi bentak Fiz"
"Aku mau ibu nek...aku mau ibu.."
"Iya sayang iya, nanti kita telfon papa sama ibu ya."
"Nyonya ini air kompresan dan obatnya, Dokter Hanna sedang dalam perjalanan"
"Baik, letakkan di situ dan siapkan baju ganti untuk Fritz"
"Ibu...ibu….papa.." racau Fritz di tengah isak tangisnya.
Jika sudah begini harus dengan kesabaran ekstra untuk bisa menenangkan suasana hati Fritz.
Andai Ia bisa kembali ke masa lalu dan menentukan nasibnya sesuai keinginannya saja tidak akan ia biarkan cucu satu-satunya menderita seperti ini.
"Isna, apa tuan mu ada di ruang kerjanya?"
"Sepertinya begitu nyonya"
"Baiklah kau urus dulu Fritz, ingat saat dokter Hanna datang jangan katakan apapun padanya jika tuan besar tadi sempat membentak Fritz"
"Baik nyonya"
Nyonya Kris keluar dari kamar sang cucu, ia berjalan lurus menuruni anak tangga, sejenak ia berhenti memandang sekeliling rumah mewah yang hanya di huni olehnya bertiga dengan Alana anak perempuan mereka satu-satunya.
Semua asisten menempati rumah belakang yang memang sudah di siapkan untuk semua asisten rumah tangga dan para anak buah yang bekerja di rumah itu.
Nyonya Kris memandang penuh kebencian pada salah satu pintu ruangan yang sedikit tertutup. Ia memutar langkah menuju pintu keluar berjalan santai sembari menyapa para asisten yang sedang bekerja.
Nyonya Kris melewati jalan setapak yang dikelilingi berbagai jenis bunga menuju ke sebuah bangunan khusus seperti gudang tempat penyimpanan barang-barang tak terpakai.
Ia membuka knop pintu setelah mengambil salah satu alat pertanian yang tergeletak di samping pintu gudang. Menaruhnya di balik pintu lalu menutupnya rapat.
"Bik Inem apa kau di dalam?"
"Iya nyonya aku sedang membersihkan tanaman ini, aku baru melihatnya pagi tadi daun nya sudah menguning dan akan gugur"
"Bawalah keluar, apa bajuku sudah siap?"
"Sudah nyonya, silakan!"
"Terima Kasih, pergilah"
Setelah asisten keluar Nyonya Kris mengambil setelan baju kerja kebun dan mengganti pakaiannya.
"Apa kau sudah berhasil menemukan bukti itu?" tanyanya pada seseorang di seberang telefon.
"Aku sudah menemukan sebagian bukti itu, dan bukti utama sepertinya ada pada menantu nyonya"
" Apa kau bilang?"
"Aku mendapatkan laporannya pagi tadi setelah aku selidiki semalam nyonya, apa aku harus ke rumah itu sebagai pembeli rumah yang baru?"
"Jangan gegabah jikalau memang itu satu-satunya jalan berhati-hatilah, apa mereka masih berada di situ?"
"Mereka sudah pergi sejak lusa nyonya, namun sepertinya masih ada yang sengaja ditinggalkan untuk mengawasi tuan muda dan istrinya"
"Hem, berhati - hatilah jangan sampai terendus, biarkan dulu rumah itu kosong selama beberapa bulan atau setahun sembari kau mencari bukti dan saksi, aku akan meminta salah satu orangku disana untuk membantumu, dan terima kasih untuk kerja kerasmu hari ini"
"Baik nyonya terima kasih juga"
Tut (sambungan terputus)
"Tunggulah John, akan tiba waktunya kau menyesali semua perbuatanmu" batinnya geram.
Tok tok tok
"Nyonya tuan muda mencari anda"
"Baiklah suruh ia menungguku sebentar"
Nyonya Kris bersiap keluar namun sebelum itu ia mengangkat salah satu pot tanaman koleksinya membersihkan tanah yang menutupi sebuah papan lalu membuka perlahan dan menyimpan sesuatu ke dalam kotak besi berbentuk persegi.
"Aku sudah menyimpan satu bukti utama itu hanya tersisa saksi mata yang belum aku dapatkan kali ini. Sarah, semua ini ku lakukan untuk mu. aku hanya ingin kebencian John kepadamu hilang dan menyisakan penyesalan terdalam untuk nya saja. Itu tak seberapa dengan apa yang dialami anak dan cucu kita karna keegoisan John."
Nyonya Kris menutup kembali kotak persegi kemudian menutupnya dengan papan dan tanah hingga tak terlihat dan menaruh kembali pot bunga kesayangannya.
Tok tok tok
"Nyonya apa anda sudah selesai bersiap?"
" Iya sebentar aku sedang memakai topi" ucapnya seraya berjalan ke arah pintu.
Kriet tet tet tet
"Hem sepertinya pintu ini harus di ganti bik" ucapnya saat sudah di luar pintu.
"Apa perlu aku panggilkan tukang pintu nyonya?"
"Hem nantilah biarkan seperti ini dulu, apa semua sudah siap?"
"Sudah nyonya, tanaman baru yang anda pesan juga sudah datang, aku sudah menyiapkan media tanam untuk memindahkan tanaman baru"
"Hem baiklah panggil Isna untuk membawa Fritz kemari, dan juga siapkan makan malam untuk Fritz, ingat harus makanan Indonesia!"
"Baik nyonya"
Nyonya Kris kemudian berjibaku dengan semua tanaman koleksinya dengan hati senang meski pada hakikatnya hanya kesemuan yang ia ciptakan untuk menghibur lara hatinya.
"Mau berapa banyak lagi tanaman yang akan kau koleksi?"
"Apa kau masih belum merasa puas dengan semua kemewahan yang aku berikan huh?"
"Apa hanya ini saja yang bisa kau lakukan di rumah ku?"
"Menanam apa saja semaumu tanpa kau lihat betapa buruknya rumah mewah yang kau tempati ini dengan semua koleksi tanamanmu!"
Nyonya Kris diam tak menoleh ataupun merespon ucapan pria tua yang sudah menemani hampir separuh abad usianya. Pria yang sudah menorehkan segala luka dalam hatinya hanya karna dendam dan cinta masa lalu pria itu sendiri.
"Hanya dengan cara ini aku bisa mengenang Sarah sahabatku, wanita tegar dengan seribu pesona hanya bagi mereka yang tahu arti sebuah ketenangan dan kebenaran tanpa prasangka." ucap nyonya Kris lugas dan tegas
Tuan John terdiam seketika mendengar ucapan sang istri yang langsung berlalu pergi setelah berucap demikian.