Luka tak Berdarah

1259 Kata
Sepasang suami istri duduk termenung di kursi taman, ada beberapa minuman kaleng dan makanan ringan menemani acara ngobrol mereka. Ah lebih tepatnya sedu sedan dengan masalah yang mereka hadapi saat ini. Sudah sejam berlalu sejak mereka meninggalkan rumah hanya kebisuan yang menemani mereka berdua. "Mas pulanglah bersama ibu mu" ucap sang istri setelah lelah bersenandung dengan milyaran air mata yang mengalir deras membasahi pipi tirusnya. Sang suami bergeming hanya menatap kosong pada rerumputan yang ia injak. Entah sudah berapa puluh kali ia menelan ludahnya sendiri, berapa puluh kali ia menghela nafas kasar masuk kedalam rongga dadanya, menyibak kasar rambut hitam legam kebanggaannya. Sungguh inilah ketidakberdayaannya sebagai seorang pria juga seorang ayah. "Aku tidak berdaya melawan kemauan papa, aku tak tega pada mama yang terus menerus tertekan dengan sikap papa yang kaku. Ya Allah begitu sulitnya jalan hijrah yang ku pilih, ampuni ketidakberdayaan ku sebagai orang tua" batinnya pilu "Mas" panggil sang istri "Ya" Keenan menjawab tanpa menoleh pada Ratna. "Kenapa harus menyiksa dirimu sendiri Na, kenapa?" tanya Keenan setelah diam beberapa saat lalu. Ratna hanya menunduk pilu memegang dadanya yang semakin terhimpit. Sesak. "Pergilah mas" ucapnya di sela isak tangis. "Apa kau bahagia? Apa harus dengan cara ini kau yakin aku bahagia Ratna?" "Kau yang pertama kali menghentikan langkahku yang keliru, kau bawa aku ke jalan ini, jalan yang kau warnai dengan caramu, jalan yang kau lukis dengan ketulusan, keikhlasan hatimu, lalu……" "lalu sekarang kau ingin aku pergi tanpa membawamu?" "Aku tidak akan pergi meski kau tetap bersamaku, aku tak peduli apapun lagi jika itu kemauan papaku sendiri. Aku akan tetap disini bersama mu….. "Maafkan aku karena keegoisan papaku padamu, aku tahu ini berat untuk mu, kau sudah berjuang lebih untukku dan Fritz, semua tidak mudah untuk kita lalui, kali ini biarlah kita yang mengalah, sejak awal kau tidak salah, tapi aku yang salah telah membawamu ke dalam keluargaku yang tak semua bisa menerima mu. "Papaku hanya belum bisa melihat sisi baikmu, itu saja dan aku yakin suatu saat Allah akan bukakan pintu hati papaku untuk ikhlas menerimamu, apapun yang terjadi aku tidak akan pergi dan kembali lagi pada keluargaku, aku akan tetap disini bersama mu, aku yakin mamaku bisa menggantikanmu mengurus Fritz kita." Keenan menghembuskan nafas kasar setelah berucap panjang lebar. Ia tahu sakit yang ia rasakan tak sebanding dengan sakit dan pengorbanan Ratna untuknya. Hanya mama dan keluarga paman Anderson lah yang bisa menerima Ratna dengan lapang d**a. Memang sakit harus berpisah dengan anak semata wayangnya namun lebih sakit lagi hati seorang ibu yang sudah berjuang bertaruh nyawa demi sang anak bisa melihat dunia. Setega dan sekejam itulah hati papanya, dengan semua kekuasaan yang di milikinya tega memisahkan anak dari ibu yang melahirkannya. kasih sayang seorang ibu pada anaknya seolah bisa ia beli hanya dengan uang. Miris. "Jika kelak Ratna melahirkan anak laki-laki aku baru akan memikirkan ulang untuk menerima Ratna dalam keluarga ini. Jika anak itu perempuan, jangan pernah kau temui aku meski di liang lahat sekalipun. Aku tak akan pernah mau menerima cucu dari perempuan penipu seperti Ratna." ucap Tuan John Emmanual kala itu. "arrgh" Keenan menghela nafas, ingatan enam tahun silam saat terakhir kali bertemu dengan papanya kembali mengusik hati dan pikirannya. Ia menunduk dengan wajah lesu melihat dan seolah bertanya pada rumput yang ia injak, bisakah memberinya jawaban atas apa yang di alaminya kali ini? Keenan menatap nanar pada sang istri yang tertunduk dengan kedua tangan menutupi wajahnya. Nyeri, terluka namun tak berdarah. Begitu dalam rasa sakit yang harus Ratna terima di usianya yang baru menginjak 25 tahun. Enam setengah tahun lalu Keenan bertemu dengannya di salah satu restoran miliknya yang baru saja di resmikan. Kala itu Ratna bersama seorang wanita paruh baya datang ke restoran untuk santap siang. Wanita yang bersama Ratna tak lain adalah ibu dari Lukman sahabat karibnya saat kuliah di Berlin. Keenan sudah jatuh cinta pada pandangan pertama dengan Ratna, meski ia sendiri merasa minder dan tak mungkin bisa meminangnya karna perbedaan. Namun pesona Ratna seolah mampu meluluh lantahkan jiwanya. Senyuman Ratna, tutur kata dan bahasa serta sopan santun yang ia miliki membuat Keenan nekat mengambil langkah terberat dalam hidupnya. Memulai dari awal mendekati Lukman perlahan-lahan hingga ia memutuskan untuk hijrah demi meminang gadis pemilik hatinya, saat jalan itu sudah lurus ia harus terseok-seok lagi saat meminta izin pada papanya. Bahkan semua akses dan kemewahan yang ia miliki pun diambil paksa oleh sang papa tanpa tersisa sedikitpun, hanya sang mama dan keluarga paman nya yang bisa menerima Ratna dengan lapang d**a bahkan mama seolah sangat antusias saat mengetahui siapa Ratna. "Maafkan aku Na" ucapnya memeluk erat tubuh sang istri. Air mata menggenang mengalir tanpa di minta, keduanya larut dalam luka yang tak berdarah. Luka karena keegoisan orang tua, luka karena ketidakberdayaan melawan keadaan. Entah apa yang menjadi alasan kuat sang papa begitu keukeuh menolak Ratna bahkan tega memisahkan mereka dengan anak semata wayangnya Fritz. Getar gawai di saku celana membuat Keenan melepas dekapannya pada sang istri. Rupanya sang mama menghubunginya. " Halo ma," "Mama berangkat sekarang,Fritz sudah tertidur" "hm, baiklah" "Maafkan mama nak, mama tak sanggup berbuat apapun untukmu dan Ratna, tapi mama janji akan menjadi sosok Ratna untuk Fritz, maafkan mama Keenan hiks hikss" "Sudahlah ma, mungkin ini ujian Allah swt untuk kami, Insha Allah Keenan dan Ratna akan belajar ikhlas, pergilah ma titip Fritz untuk kami" "Jaga Ratna baik-baik, suatu saat mama akan kembali lagi dengan membawa hadiah untuk kalian, mama sudah siapkan rumah untuk kalian tempati mulai sekarang, nanti akan ada orang yang menjemput kalian, jangan pulang ke rumah itu lagi karena mata-mata papamu masih berkeliaran" "Ta...tapi ma untuk apa?" "Apa kau tahu papa mu suatu saat akan kembali mengambil salah satu anak kalian jika kalian tidak pergi dari rumah itu sekarang, aku tahu kalian ada di taman dan anak buahku masih menjaga kalian dari jarak jauh. Pergilah secepatnya sekarang sebelum mereka menyadari keberadaan mu. Tak perlu takut jika nanti ada yang menghadang jalanmu, aku yang memerintahkannya. Pergilah sekarang juga Keenan mereka sudah pergi untuk mencarimu." "Ba...baiklah ma" Keenan mematikan sambungan meraih tas selempang sang istri lalu menggendongnya ala bridal style. "Ma..mas kamu apaan?" tanya Ratna terkejut dengan tingkah sang suami yang menggendongnya tiba-tiba "Diamlah kita harus segera pergi dari sini, anak buah papa sedang mencari kita dan itu akan berimbas kembali pada anak kita nanti" "Tap..tapi mas" "Diamlah" Keenan pergi menjauh berjalan keluar dari taman tanpa perduli dengan tatapan aneh dari orang-orang yang melihatnya berlari. "Mas istrinya sakit?" tanya seorang kakek tua yang mengayuh becak. Bagai pelangi di tengah teriknya panas matahari tiba-tiba ide brilian muncul di kepalanya. Ia tahu anak buah sang mama masih membuntuti langkahnya di belakang demi menjaga keamanannya. Keenan menoleh dan memberi kode dengan satu tangannya. "Kek bisa antar saya ke alamat ini?" beruntung Keenan masih sempat membaca alamat yang dikirim mama nya saat tengah menggendong Ratna "Wah ini mah jauh sekali mas, pelosok desa ada di ujung kulon batas kabupaten, desa ini terpencil sekali" "Pokoknya antar saya sampai ke jalan penghubung yang bisa antar saya kesana pak" "Tap..tapi saya nggak bisa mas saya sudah tua kalau harus narik becak ini sendirian kesana apalagi dua penumpang." "Ya udah saya aja yang narik becaknya bapak disini saja. Besok pagi bapak bisa ambil kembali becak nya di dekat taman itu sekalian sama biaya saya minjem becaknya. Tiga kali lipat pak" "Emang berapa mas? Mbok yo jangan ngoyo to mas" "Tiga puluh juta pak, deal!" "Hah?" Bruk Kakek tua itu pingsan begitu mendengar ucapan Keenan. Tanpa aba-aba Keenan langsung mendudukkan Ratna di kursi penumpang lalu ia mengayuh becak. Biarlah sang kakek tua jadi urusan anak buah mama nya. Hahaha.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN