05 | Baper

1277 Kata
Kisah cinta kita lucu banget ya, lo ucap sayang ke gue, tapi malah jadiannya sama sahabat gue *** Cia kini duduk di samping Varo dengan perasaan yang tidak bisa dia jelaskan. Dia sebenarnya tidak enak berada di antara Varo dan Mutia, walaupun mereka bertiga dulu sempat dekat. Cia menepuk keningnya begitu mengingat bahwa tadi dia ke sini bersama David, dia langsung menyalakan ponselnya dan mencari nama David. Alicia Fernita Vidd Alicia Fernita Viddd Alicia Fernita Ada dia di sini Alicia Fernita Dan sekarang gue lagi sama dia, lo sendiri dulu, gak papa 'kan? David Alcander Dia siapa? David Alcander Ya, hati-hati aja Alicia Fernita Orang yang diceritain Dad ke lo David Alcander Yang mana orangnya? Lo di mana? Alicia Fernita Arah jam 10 David Alcander Bahaha, gue lebih ganteng daripada dia :) Alicia Fernita Gue gak nanya lo lebih ganteng apa gimana :) David Alcander Hehe, karena gue lebih ganteng daripada dia, lo harus bisa move on dari dia ke gue Alicia Fernita Huek  David Alcander Sok muntah, tapi dalam hati berbunga-bunga David Alcander Cewek mah suka gitu bzzz Cia tersenyum kecil melihat balasan David. Suara dehaman membuat dia mengalihkan pandangannya dari ponsel.  "Cia," panggil Mutia. "Kenapa?" tanya Cia dengan suara sepelan mungkin, ingin sekali rasanya dia mengeluarkan semua unek-unek dia kepada mantan sahabatnya itu. Mutia menundukkan kepalanya. "Gue minta maaf. Gue sadar gue bukan sahabat yang baik buat lo." Cia mengembuskan napasnya sebelum berucap, "Gue udah maafin sebelum lo minta maaf ke gue." "Gue nyesel—" "Penyesalan selalu datang di akhir," potong Cia seraya memutar bola matanya malas. Sungguh dia sangat malas berurusan dengan Mutia dan Varo. Cia berdiri ketika Varo atau pun Mutia sudah tidak ada yang berbicara lagi kepadanya. Untuk apa dia di sini jika kedua orang itu hanya diam? "Udah gak ada yang mau diomongin 'kan? Ada yang nungguin gue," kata Cia membuat Varo yang awalnya menunduk langsung menatapnya lekat. "Apa?" tanya Cia begitu ditatap oleh Varo. Dia harus kuat. Dia tidak boleh terhipnotis dengan kedua manik mata itu lagi. Sudah cukup semuanya, dia tidak akan membiarkan luka itu terus berada di relung hatinya. "Siapa dia? Cowoknya kayak gimana? Baik gak? Lo tahu gak dia punya kebiasaan kayak gimana? Lo yakin dia gak bakalan nyakitin lo? Lo yakin dia udah cukup baik buat lo?" Cia tertawa renyah mendengar cerocosan Varo. "Peduli apa lo sama gue?" tanya Cia membuat Varo merasa bersalah. "Nita, gue cuma gak mau lo terluka. Gue gak mau ngeliat lo entar nyesel karena salah sayang orang," kata Varo membuat Cia tertawa miris. "Lo mau tahu sesuatu Ro? Gue benci banget sama lo," lirih Cia. Varo menaikkan sebelah alisnya, dia tidak melakukan kesalahan apa pun kepada Cia. Mengapa Cia membencinya? "Kenapa lo benci gue? Gue gak ada bikin kesalahan apa pun sama lo," ucap Varo dengan muka polosnya membuat Cia ingin sekali melempar pisau ke muka Varo. "Lo bilang apa? Lo gak ada bikin kesalahan sama sekali? Haha, lucu banget sih. Lo bikin gue baper selama tiga tahun, Ro. Kalau lo bikin gue baper cuma beberapa hari gue masih bisa terima, tapi tiga tahun.  Tiga tahun itu waktu yang gak singkat. Setelah lo berhasil bikin gue baper selama tiga tahun, lo ninggalin gue gitu aja. Terus, akhirnya gue dengar kabar kalau lo jadian sama Mutia," ucap Cia panjang, matanya mulai memanas.  Dia sebenarnya tidak ingin mengorek luka yang berhasil dia kubur selama ini, tetapi melihat wajah Varo yang sama sekali merasa tak bersalah membuatnya merasa harus memberitahu Varo. Varo mengerutkan dahinya bingung sebelum berucap, "Lo baper sama gue?" "Cewek mana sih yang gak baper kalau diperlakuin manis kayak gitu? Cewek mana yang gak baper kalau semua yang dia pengen diturutin? Cewek mana yang gak baper kalau pas ulang tahun dikasih surprise-nya wow banget? Cewek mana, Ro?" tanya Cia sembari tersenyum miris membuat hati Varo berdenyut. Entah mengapa hati Varo seakan-akan dapat merasakan luka yang dia torehkan di hati Cia. "Nit, gu-gue gak tahu kalau gue kayak gitu bisa bikin lo baper. Gue nganggap lo sahabat gue, Nit. Makanya gue perlakuin lo spesial dari yang lainnya," ucap Varo membuat air mata Cia turun dari pelupuk matanya. Mutia hanya terdiam menatap kedua orang itu. Dia sadar bahwa dia adalah orang jahat. Cia selalu memberitahu apa pun kepadanya termasuk perasaan Cia terhadap Varo. Tetapi, dia malah dengan teganya menerima Varo. "Nit," panggil Varo. Cia menyeka air matanya lalu berusaha tersenyum sebelum berkata, "Gue gak papa, gue sadar gue aja yang kebaperan. Harusnya gue tahu kalau lo itu cuma nganggap gue sahabat, gak lebih dari itu.  Harusnya gue tahu kalau lo cuma cintanya sama Mutia, bukan gue. Maafin gue yang benci sama lo. Sekarang, gue lebih baik pergi, karena gue gak mau jadi nyamuk di antara kalian." Cia berdiri dari kursinya hendak berjalan ke David yang masih setia menunggunya, tetapi tangannya dicekal oleh Varo. "Nit, lo di sini dulu. Gue kangen sama lo, gue juga mau jelasin semuanya tentang apa yang terjadi di antara gue sama Mutia," kata Varo yang langsung dibalas gelengan oleh Cia. "Gak usah, gue gak minta penjelasan kok. Lagipula, gue udah bisa nerima semuanya. Gue yakin kalau gue sama lo itu cuma ditakdirin buat jadi sahabat doang bukan buat jadi lebih dari sahabat. Gue selalu berharap kalian bisa langgeng," ucap Cia sembari tersenyum, dia berharap ini pertemuan terakhirnya dengan Varo mau pun Mutia Dia sudah lelah. Dia tidak ingin luka yang sudah lama dia kubur semakin terbuka lebar. Dia tidak ingin perjuangan dia mengubur luka itu berujung sia-sia. Varo menggeleng sebelum berucap, "Bagi gue, gue orang jahat kalau gue gak jelasin ke lo." "Lo emang orang jahat, Ro. Jahat banget," lirih Cia berusaha menahan air matanya agar tidak tumpah lagi. "Var, lepasin Cia. Udah cukup semua ini, dengan cara lo nahan dia di sini itu bikin dia makin terluka," kata Mutia. "Gue gak pingin hubungan gue sama Nita hancur gitu aja karena hal sepele kayak gini," ujar Varo membuat Cia tersenyum pahit. "Hal sepele buat lo, hal penting buat gue. Lepasin gue, Ro. Gue udah gak mau lagi terus-terusan kayak gini. Gue sadar gue udah banyak ngerepotin orang di sekitar gue sejak gue ditinggal lo. Gue udah cukup dengan semua ini," ucap Cia. "Nit, hubungan kita gak main-main. Kenapa lo ngomong kayak gitu seakan-akan hubungan kita itu gak penting sama sekali?" tanya Varo dengan suara yang dia naikkan beberapa oktaf. "Apa maksud lo hubungan kita gak main-main, Ro? Kita itu udah gak punya hubungan sama sekali! Yang punya hubungan spesial itu lo sama Mutia, bukan gue sama lo! Gue udah capek, Ro! Capek! Lo kenapa gak bisa ngertiin gue sih?!" pekik Cia kesal, kesabarannya sudah habis menghadapi semua ini.  Hal itu membuat seluruh pengunjung cafe menoleh ke arah meja mereka, termasuk David dan Aldri. Tetapi, Aldri dan David hanya diam, mereka tidak berniat menghentikan Cia, karena mereka tahu Cia butuh mengeluarkan semua unek-unek yang selama ini dia tahan sendirian, agar lega. "Gue itu sayang sama lo, Nit," balas Varo berteriak membuat Cia tertawa miris, entah sudah berapa kali dalam sehari ini dia tertawa miris. "Lucu banget ya, Ro. Lo emang cowok terlucu yang pernah gue temuin di hidup gue. Lo bilang sayang ke gue, tapi lo jadiannya sama sahabat gue!" teriak Cia sembari menahan rasa sakit pada hatinya. "Nit," lirih Varo seraya meraih tangan Cia yang langsung ditepis kasar oleh Cia. "Gak usah sentuh gue, gue harap ini terakhir kalinya gue ketemu sama kalian berdua. Gue udah muak sama semua ini." Tanpa mendengar perkataan Varo lagi, dia langsung berlari menembus hujan yang sedang mengguyur kota Surabaya dengan air mata yang bercucuran deras dari pelupuk matanya.  "Gue b**o banget ya, Ro. Gue b**o banget bisa baper sama semua apa yang lo lakuin ke gue. Gue b**o, Ro," lirih Cia di sela-sela tangisnya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN