Chap 7

1417 Kata
“Franz, mungkin kau capek. Aku bisa membantu memijat kakimu,” tawar Kimmy setelah mereka makan siang. “Tidak usah, Sayang, ayo kita ke taman belakang saja.” Kimmy bangkit dari duduknya dan mendorong kursi roda Franz ke taman belakang. “Franz!” Seru suara seksi itu saat mereka sedang di taman belakang. Lalu masuklah dewi yunani tercantik yang pernah Kimmy lihat.  Wanita itu seksi. Sangat seksi dengan bibir merah, d**a penuh, rok pendek ketat dan high heels setinggi entah berapa centi. “Hai, Giselle,” Franz mencium pipi wanita itu. Wanita itu melirik Kimmy sinis. Kimmy hanya menunduk tanpa berani membalas tatapan wanita itu. “Masih berani ke sini kau, gadis miskin?” “Giselle, dia tunanganku.” Franz mengingatkan sepupunya itu. “Ya, tunangan yang tidak tahu terima kasih dan tidak tahu diri!” Kepala Kimmy menunduk semakin dalam. Seluruh keluarga Franz tidak ada yang setuju hubungan mereka. Hubungan yang sangat diinginkan Franz dan begitu ditentang keluarganya. Kimmy tahu bahwa Franz benar-benar mencintainya, hanya caranya saja yang salah.  “Ada perlu apa kau kemari, Giselle?” Franz mengalihkan Giselle yang masih terus menatap Kimmy dengan sadis. “Ada pesta di rumahku besok malam. Kau bisa datang kan?” “Ada acara apa?” “Istri Dennis hamil. Hanya keluarga kita saja.” “Akan kuusahakan.” Saat itulah ponsel Kimmy berbunyi. Kimmy melihatnya dan matanya berbinar. “Maaf, Franz, aku harus mengangkat telepon,” izin Kimmy sambil beranjak dari duduknya. “Hallo, herr.” “Sudah kubilang jangan panggil aku tuan, gadis ceroboh!” Kimmy tertawa. “Dan sudah kubilang jangan panggil aku gadis ceroboh!” “Kau memang ceroboh! Akui saja itu!” “Jadi kau menelponku hanya untuk bilang kalau aku ceroboh?” Damian tertawa di ujung sana. Tawa yang menenangkan hati Kimmy yang tadi jatuh terpuruk karena Giselle. “Kau di mana? Adikku tidur tidak?” “Maaf, tadi aku ijin Abby untuk pulang cepat.” “Ada apa? Ada kuliah?” “Mmm...aku...” “Kimmy masih lama, Sayang??” teriak Franz membuat Kimmy menoleh dan mengangguk kecil. “Siapa itu? Kau bersama kekasihmu? “ “Maaf, aku harus pergi. Sampai nanti.” Kimmy langsung menutup teleponnya sebelum Damian banyak bertanya. “Ada apa, Franz?” “Ayo temani aku jalan-jalan.” Kimmy hanya mengangguk tanpa berani membantah. Jika dengan Franz, dia lebih memilih menuruti daripada terkena masalah. **** Sementara di belahan bumi yang lain, Damian uring-uringan mendengar seorang pria memanggil Kimmy dengan sebutan sayang. Siapa pria itu? Apa dia kekasih Kimmy? “Damiaaaannnn!!” teriak Dave membuat Damian berdecak kesal. “Ada apa, Dave?” “Andra sedang dalam perjalanan ke sini.” Damian hanya mengangguk. “Kenapa? Kau belum siap bertemu lagi dengan Andra?” “Bukan...bukan itu. Ada hal lain yang kupikirkan.” “Mau berbagi?” Damian tersenyum menatap sahabatnya itu. “Kau tahu perawat Abby?” Dave mengerutkan keningnya. “Gadis bermata biru itu?” Damian mengangguk. “Kenapa? Jangan bilang kau jatuh cinta padanya?” Dave tersenyum nakal. Mulai mencium adanya gosip panas dari sahabatnya ini.  Damian tertawa kecil. “Tidak, bukan begitu, hanya saja...” Damian terdiam cukup lama. “Kenapa, Damian??” desak Dave dengan tidak sabar. “Abby berencana menjodohkanku dengan gadis itu.” “Wowww, apa yang ada di kepala si kecil itu?” “Aku tidak tahu. Tampaknya dia terganggu dengan kenyataan aku masih mencintainya, hingga mempunyai pemikiran itu,” jawab Damian terluka. “Kau sudah bilang pada Abby kalau kau tidak mau dijodohkan dengan gadis itu?” “Kau seperti tidak tahu bagaimana keras kepalanya adik kita itu.” Dave tertawa. “Lalu apa masalahnya?” “Sebelum berangkat ke sini, aku keluar dengan Kimmy, hanya sekedar berbicara dan bilang padanya aku tidak menyetujui rencana Abby. Namun sejak malam itu aku merasa ada yang berbeda.” “Jadi kau jatuh cinta padanya?” “Tidak, bukan jatuh cinta, aku hanya merasa...berbeda...” Dave terbahak. “Itu jatuh cinta, bodoh! Lalu apa yang kau pikirkan tadi?” “Ada pria yang memanggilnya sayang.” Tawa Dave semakin tak terbendung. “Damian! Dave! Devandra datang!” teriak Daniel dari ruang tengah menghentikan obrolan mereka. Mereka beranjak menuju ruang depan menyambut sahabatnya itu. “Surpriseeeeeeeeee!!” teriak mereka bertiga bersamaan. Namun Devandra, yang sekarang tampak mengerikan itu, hanya terdiam tanpa ekspresi. “Kau tidak merindukan kami, An?” Akhirnya Damian jengah melihat Devandra yang masih terpaku di depan pintu. Lalu tiba-tiba pria itu meneteskan air matanya dan memeluk mereka. Hati Damian terasa sesak. Sudah sejahat itukah aku pada sahabat dan adikku? “Maaf. Maafkan aku,” bisik Devandra dengan suara tersendat. Damian mengelus punggungnya pelan.  Daniel mengusap bahunya. Dan  Dave menjitak kepalanya. “Sejak kapan kau jadi cengeng seperti ini?” tanya Dave sambil menatap Devandra dengan sinis. Dave memang selalu sinis. Akan tetapi itu hanya di permukaan saja. Dalam hatinya dia sangat menyayangi ketiga sahabatnya itu. Devandra menghapus air matanya yang masih terus menetes. “Maaf,” ucapnya malu. Damian menatap sahabatnya itu dengan trenyuh. Hanya dalam waktu yang tidak terlalu lama, pria ini bukan seperti Devandra yang ia kenal dulu. Jelas, semua ini salahnya. Ia telah menjadi pria paling b******k dan egois karena telah menghalangi kebahagiaan Devandra dan Abby. Dan benar, penyesalan itu tidak pernah datang di awal. ********* Malam itu Kimmy tidak bisa tidur. Pikirannya masih berputar-putar antara Damian dan Franz. Di satu sisi, dia merasa semakin jatuh cinta kepada Damian. Di sisi lain, dia juga harus bertanggung jawab pada Franz.  Apa jika Franz bisa berjalan lagi tanggung jawab itu akan hilang? Apa mungkin Franz bisa berjalan lagi? Tetapi apa akan ada pria yang menerima dirinya yang sudah tidak utuh lagi itu? Damian Schiffer: Kau sudah tidur? Kimmy tersenyum membaca pesan itu. Kimberly Webber: Belum. Ada apa? Damian Schiffer: Kau pergi dengan siapa tadi siang? Kimberly Webber: Dengan temanku. Damian Schiffer:Tidak ada teman yang memanggil sayang!. Kimberly Webber: Aku serius. Satu menit...Dua menit...Tiga menit... Damian tidak juga membalas pesannya. Sampai esok paginya, masih tidak ada balasan dari Damian. “Abs...Ayoo waktunya latihan!” teriak Kimmy begitu tiba di kediaman keluarga Schiffer. Kimmy melihat gadis itu duduk melamun sendirian di taman belakang. Pasti dia memikirkan pria itu, tebak hati Kimmy. “Kenapa kau suka sekali melamun sih?” “Aku tidak melamun,” jawab Abby tergagap. “Lalu jika kau tidak melamun coba jawab apa yang tadi aku tanyakan padamu?” Abby menggaruk tengkuknya dan menyeringai. Kimmy memutar bola matanya dan mendorong kursi roda Abby ke kamar terapi. “Aku merasa seperti bayi yang baru belajar berjalan.” Kimmy tertawa kecil. “Yaa...Kau adalah bayi beruang.”  “Dan kau adalah pengasuh bayi beruang.” “Ya... Ya... Aku beruntung bisa menjadi pengasuh bayi beruang, bukan kakak beruang.” Abby tertawa. “Beruang Grizzly lebih menantang untuk ditaklukkan kata Edward Cullen.” Kimmy mendudukkan Abby di sofa dan mulai memijit kakinya. “Tetapi beruang grizzly yang ini benar-benar galak. Galaknya bahkan melebihi beruang betina yang akan melahirkan.” Abby kontan terbahak. “Memangnya kau pernah melihat beruang betina melahirkan?” “Abs, bisakah kau berhenti mengolok-olokku?” Abby baru akan menjawabnya saat suara ponsel Kimmy terdengar. Dia membelalakkan matanya menatap ponselnya. Apa dia mau marah-marah? “Beruang grizzlynya menelpon. Tumben dia menelponku.” “Mungkin dia rindu padamu.” Abby terkikik melihat muka Kimmy yang memerah. “Ha...Haloo... Herr Schiffer,” katanya dengan gugup. “Kim, di mana adikku? Kenapa ponselnya mati?” “Ya. Dia di sampingku. Kami baru selesai terapi.” “Bisa aku bicara padanya?” Kimmy menyerahkan ponselnya pada Abby. “Kakaaaaaakkkk!” teriak Abby kencang. “……..” “Miss you too. Kapan kau pulang?” Abby cemberut mendengar apa yang Damian katakan. “Ya sudah. Selamat bekerja, Kak!” ucapnya sinis. Abby menyerahkan ponsel Kimmy dan tertunduk lesu. “Ada apa?” tanya Kimmy khawatir. Abby hanya menggeleng dan mulai menangis. Ya Tuhan... apa yang Damian katakan pada Abby hingga dia seperti ini. Kimberly Webber: Apa yang kau katakan padanya? Kenapa dia menangis? Damian Schiffer: Ya Tuhan, tolong tenangkan dia Kim! Aku bilang padanya belum bisa pulang. Sebenarnya, aku akan pulang besok. Tolong kau tenangkan dia. Aku sudah membawanya. Ini akan jadi kejutan untuk ulang tahunnya. Kimberly Webber: Kau membawanya??? Oh Tuhan, terima kasih!! Kimmy memeluk Abby yang masih menangis. “Hei... jangan menangis, kakakmu pasti akan membawakan oleh-oleh begitu dia pulang.” “Aku tidak butuh oleh-oleh! Aku hanya tidak ingin sendiri di hari ulang tahunku!” Kimmy tersenyum dan memeluk Abby makin erat. “Kau tidak akan sendirian Sayang.”        
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN