Chap 5

1250 Kata
  Kimmy baru saja memakai sepatunya saat suara maskulin itu menyergap indra pendengarannya. “Kau akan pulang?” Ia mengangguk gugup pada Damian yang berdiri gagah di depannya. Pria itu tampak luar biasa tampan dengan kaus hitam dan cardigan berwarna abu-abu yang membungkus tubuh seksinya. Kaki panjangnya dibalut celana jeans biru dan sepasang sepatu kets. Damian tampak lebih muda dari umur sebenarnya. Dan sungguh, pria ini tampak luar biasa seksi.  “Sudah puas melihatku?” sentak Damian mengagetkan Kimmy.  Kimmy menyeringai dan menggaruk-garuk tengkuknya. “Ayo aku antar.” “Apa?” Damian berdecak dan menarik tangan Kimmy lalu menyeretnya ke mobilnya yang sudah terparkir di depan garasi. “Tu...tuan tidak perlu repot-repot. Saya bisa pulang sendiri,” ucap Kimmy dengan gugup. “Bisa berhenti memanggilku ‘Tuan’?” “Lalu saya harus memanggil Anda apa?” tanya Kimmy bingung. Damian mengangkat bahunya. “Terserah kau saja, gadis ceroboh!” Bibir Kimmy cemberut. “Dan bisa kau berhenti memanggilku ceroboh??” Damian tergelak. “Kau memang ceroboh.” “Aku bahkan sudah tidak pernah terjatuh lagi di depanmu !!” Damian akhirnya terbahak melihat gadis di sebelahnya ini menahan kesalnya. Ia menghentikan mobilnya di depan sebuah kafe yang tampak ramai. “Kenapa kita ke sini?” “Makan malam,” jawab Damian enteng.  “Kau bahkan tidak menanyaiku aku lapar atau tidak!” Damian keluar dari mobilnya dan membukakan pintu di sisi Kimmy duduk. “Ini sudah jam makan malam. Jadi aku tidak perlu bertanya padamu! Ayo cepat, aku sudah lapar.” Kimmy keluar mobil dengan menggerutu. Padahal dia tadi sangat senang diantar pulang karena itu berarti dia bisa lebih cepat sampai di rumah. Ada tugas kampus yang harus diselesaikannya. “Damian! Wie geht es ihnen?” sapa seorang pria gemuk saat mereka masuk ke cafe. (Damian! Bagaimana kabarmu?) “Sehr gut, Frank,” jawabnya riang sambil memeluk pria itu. (Aku baik, Frank) Kimmy menatapnya heran. Sepertinya Damian sering ke sini. Terbukti dia akrab sekali dengan pria gemuk yang ada di belakang meja kasir itu. “Kau mau apa?” tanya Damian sambil menyodorkan menu setelah mereka duduk. “Erbsensuppe,” jawab Kimmy setelah dia membaca buku menu. “Minumnya?” “Mmm... Bluemchenkaffee.” Damian menatapnya sesaat. “Yakin mau minum kopi malam-malam?” Kimmy mengangguk. “Aku harus begadang malam ini.” “Kenapa?” “Ada tugas yang harus aku selesaikan.” “Oh... Maafkan aku,” ujar Damian tidak enak.  Kimmy tersenyum lembut. “Tidak apa-apa, hanya sedikit tugas.” “Aku mendengar semuanya,” ujar Damian kemudian. Kedua alis Kimmy bertaut bingung. Damian baru akan membuka mulut saat pelayan datang mengantarkan pesanan mereka. “Selamat menikmati,” ucap pelayan itu sebelum berlalu. Kimmy dan Damian mengangguk lalu menikmati makan malam mereka dalam diam. “Apa maksud Anda tadi?” tanya Kimmy setelah mereka menyelesaikan makan.  “Aku mendengar obrolanmu dengan adikku tadi pagi.” Kimmy terkesiap dan menunduk. Merasa bersalah karena telah membicarakan pria itu. “Maafkan saya.” “Kenapa kau minta maaf?” “Kami tidak bermaksud membicarakanmu.” Damian tersenyum. “Aku tahu. Apa adikku pernah bercerita padamu tentang pria yang diceritakannya tadi?” Kimmy menggeleng. “Dia selalu diam tiap aku bertanya. Baru hari ini dia menceritakan itu padaku.” Damian mengembuskan napas lelah. “Apa kau mengenal laki-laki itu?”  “Ya, aku mengenalnya.Dia sahabatku.” Mata biru itu melebar kaget. “Jadi, dulu...kalian...” “Tidak, jangan berpikiran macam-macam. Aku dan dia tidak sampai rebutan wanita. Ceritanya panjang, mungkin aku bisa menceritakannya lain kali.” Kimmy mengangguk. Bagaimanapun ini bukan wilayahnya untuk tahu. Abby mau berbagi saja dia sudah senang, karena itu berarti Abby sudah menganggapnya sebagai seorang teman. “Aku ingin minta tolong padamu.” “Apa itu?” “Aku tahu adikku berencana menjodohkanmu denganku. Tolong kau tolak apa saja yang dia rencanakan. Aku tidak bisa.” Kimmy berhenti bernapas. Tentu saja pria sempurna ini tidak akan pernah mau dekat dengannya sebagai seorang pria dan perempuan. Baginya, Kimmy pasti hanyalah perawat adiknya. Damian tidak akan pernah mau melihatnya sebagai seorang perempuan. “Aku tahu kau masih mencintainya.” Damian menunduk dan mengangguk. “Jujur aku belum bisa menerima semua ini.” Kimmy memberanikan memegang tangan Damian yang ada di atas meja. “Abby pasti tidak akan memaksa. Dia akan mengerti kau masih sangat mencintainya,” katanya dengan lembut. “Tetapi aku tidak bisa melihatnya terus bersedih merindukan Andra.” “Maka berbesar hatilah. Bukankah itu juga kebahagiaan jika melihat orang yang kita cintai bahagia?” Damian tertegun. “Aku belum siap.” “Mulailah dengan membuat Abby tahu alasan apa yang membuat kekasihnya itu tidak menemuinya. Selama ini kau tahu Abby tidak punya semangat untuk sembuh kan?” Damian mengangguk. “Dia tidak ada semangat untuk sembuh karena dia mengira kekasihnya tidak ingin bertemu dengannya lagi. Itu sangat mempengaruhinya.” “Lalu aku harus bagaimana?” “Kalau kau benar-benar mencintai Abby buatlah dia bahagia. Buatlah dia mempunyai semangat lagi untuk sembuh.” “Apa tidak cukup cinta dari kami sebagai keluarganya?” tanya Damian putus asa. “Itu berbeda. Cinta dari keluarga memang pasti besar untuknya. Akan tetapi cinta dari orang yang dia harapkan bisa menjadi tujuan hidupnya akan membuatnya lebih bersemangat. Percayalah, aku yakin akan banyak perubahan jika pria itu ada di sini,” jelas Kimmy panjang lebar. Damian memandangnya sendu. “Apa kau berpikir aku jahat dan egois?” Kimmy menggeleng. “Setiap orang punya caranya sendiri-sendiri untuk mencintai. Dan aku yakin semua yang kau lakukan ini adalah untuk kebahagiaan Abby ke depannya.” “Aku marah pada Andra karena dulu pernah meninggalkan Abby tanpa pesan. Dan sekarang, dia menyebabkan Abby seperti ini. Aku ingin membuatnya merasakan rasa sakit itu. Rasa sakit saat adikku selalu menunggunya. Selalu merindukannya.” “Lalu apa kau sekarang bahagia melihat Abby seperti ini?” Damian menggeleng. “Lihat bahkan yang kau pikir tindakan itu benar ternyata masih salah kan?” “Lalu aku harus bagaimana?” Damian mengulang pertanyaan itu lagi. Kimmy tertawa geli melihat wajah frustasi Damian. Wajah itu justru terlihat semakin imut. “Temui dia. Bawa dia ke sini.” …. Kimmy baru saja mematikan laptop saat ponselnya berbunyi. Dia tersenyum membaca pesan yang ada di sana. Damian Schiffer: Gadis ceroboh, terima kasih untuk saranmu tadi. Aku akan ke Amerika besok. Titip adikku ya. Jangan bilang apa-apa padanya. Kimberly Webber: Oke, tetapi bawakan aku oleh-oleh dari Amerika ya. ;P Damian Schiffer: Kau mau apa aku pasti bawakan. Asal jangan minta kau bawakan beruang grizzly dari Alaska. Kimmy tertawa membaca pesan itu. Obrolan mereka tadi seolah meleburkan dinding pembatas yang selama ini terbentang. Damian lebih bersahabat dengannya setelah pembicaraan tadi. Walaupun dia menolak rencana Abby untuk menjodohkan mereka, tetapi Damian menawarkan sebuah hubungan pertemanan untuknya. Dan bagi Kimmy itu sudah lebih dari cukup. Kimberly Webber: Tidak, sudah ada satu beruang grizzly di rumahmu. Aku tidak ingin menambah lagi. :D Damian Schiffer: Apa maksud perkataanmu barusan, anak nakal? Kau mengataiku beruang? Kimberly Webber: Apa kau merasa?? ;D Damian Schiffer: Dasar anak nakal! Akan kubawakan kau singa gunung! Kimberly Webber: Mungkin aku lebih suka pinguin. :-) Damian Schiffer: Baiklah akan kubawakan pinguin untukmu jika aku ingat. ;P Sekarang tidurlah, sudah malam. Jangan sampai terlambat ke sini besok. Kimberly Webber: gute Nacht (selamat malam) Damian Schiffer : gute Nacht. Mimpi indah, Kimmy Kimmy tidak bisa menghilangkan senyum itu dari bibirnya hingga dia tertidur. Seorang Damian Schiffer benar-benar telah mengubah dunianya yang dulu suram menjadi berwarna. Dan untuk pertama kali dalam hidupnya, Kimmy tahu jika ia benar-benar jatuh cinta.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN