Apa katanya… menjual kesedihan? Sanya berbalik, matanya menyala. Ada sesuatu yang tersayat halus di dadanya mendengar kalimat itu. “Sebaiknya Bapak keluar dari unit saya.” Suaranya tegas, rahangnya mengeras, sementara matanya mulai berair menahan amarah. “Saya tidak pernah bermaksud menjual kesedihan kepada siapa pun, termasuk Bapak. Seandainya terpikir… saya hanya akan mengemis belas kasih pada satu orang. Dan itu bukan Bapak.” “Lalu siapa?” tanya Ardika, heran melihat perubahan Sanya yang begitu tajam. Sanya cepat menggeleng, tangannya terangkat seolah tak tertarik lagi dengan percakapan mereka. “Saya rasa cukup. Sebaiknya Bapak keluar dari unit saya. Mulai hari ini kita hanya bertemu dan membahas pekerjaan di kantor.” Ia menunjuk ke arah pintu, menunjuk jalan. Lalu ia melangkah men

