Bulir embun itu menggantung di antara bunga lonceng Api Illawara yang merah—bening dan nampak menyejukkan mata. Semilir angin fajar pun melintas, merengkuh tetes-tetes embun untuk jatuh di atas rumput. Angin itu juga lembut menggemerisikkan daun Magnolia Bintang—lalu pergi, dan memang takkan pernah ada angin yang sama tetap tinggal di kediaman rumah artistik itu. Nobelia memandang ke kejauhan sembari menghela napas. Bagaimana pun, ia akan pergi seperti angin-angin itu. “Kenapa sih Obe mau pergi? Tidak lihat ya wajah Papa Azam dan Mama sedih seperti itu? Kalau Obe pergi, terus siapa dong, yang akan menjaga mereka?” Belle menemaninya santi duduk-duduk dekat semak bunga mawar yang akhir-akhir ini jarang dirawat Asha—cemberut. Nobelia merapatkan sweater, menyeduh aroma sendu pagi yang menena

