Berat, buram dan juga berkunang-kunang—Nobelia mati-matian memertahankan kesadarannya, sambil berusaha merangkak naik. Ia mencoba mengais rumput untuk mencari pegangan, sebab dunia seolah berubah menjadi cermin tegak lurus. Nobelia terluka dan hampir kehilangan kewarasannya. Tubuh di sisinya yang terbengkalai penuh darah itu blur. Nobelia terisak, air matanya melebur bersama sisa-sisa tanah yang menghambur di wajahnya sehabis ledakan hebat. Pandjie—tubuh yang kini membujur kaku itu adalah Kharisma Pandjie. “Ya Allah.” Tangan Nobelia menggapai udara yang kosong, namun Pandjie sulit untuk dijangkau. Terlalu jauh untuk diamati apakah pemuda itu baik-baik saja atau terluka parah. “Adjie.“ Bibirnya mengguman, gemetar. Benturan di belakang tempurung kepala nyatanya menimbulkan efek yang meng

