Cinderella dalam Kearifan Lokal
Siapa bilang kisah Cinderella hanya ada di dalam dongeng saja?
Nia Prameswary, jelmaan Cinderella dalam kehidupan nyata. Kulitnya putih, rambut hitam sebahu, cerdas dan memiliki wajah yang Kamumayan manis.
Punya ibu tiri dan saudara tiri dong?
Tidak, Nia memiliki orangtua kandung yang pilih kasih, kedua saudara kandung yang egois dan tidak pernah menganggapnya sebagai saudara serta kehidupan yang miskin. Lebih menyedihkan kan?
Pasti nanti ada pangeran tampan yang akan meminangnya?
Nah kalau bagian yang ini Nia menang banyak dari cinderella. Nia akan bertemu dengan dua pria tampan nan kaya yang sama-sama menemukan Nia sebagai cinta pertama mereka.
***
"Bu, beneran ibu mau pulang kampung?" tanya Nia melihat ibunya sibuk memasukan bajunya satu per satu ke dalam koper.
"Ibu harus pulang. Mbahmu udah sakit parah di kampung. Pakdemu udah nelpon dari kemarin suruh ibu pulang liat mbah. Sekalian nanti ibu mau pinjam uang sama pakdemu," ucap Ibu sambil mengambil beberapa baju di lemari kemudian memasukkannya kedalam koper.
"Nanti kalian pintar-pintar ya bagi-bagi tugas di rumah. Jangan bertengkar. Ibu udah titip pesan sama bude Diah kalau kalian bon belanjaan disana ya. Untuk minuman bapak nanti ibu kasih uang ya. Tiap sore kalo bapak minta, kasih aja biar bapak yang beli sendiri. Kamu kalau berangkat sekolah numpang sama Pak Jamil ya. Ibu udah pesan kemarin sama pak Jamil selama ibu dikampung, kamu numpang sama dia. Kakak dan adekmu biar boncengan pakai motor ibu," kata ibu memberi wejangan.
Nia anak kedua tapi perhatian dan kesigapan nya melebihi kakaknya. Entah memang karena kakaknya tidak paham atau memang kakaknya sengaja pura-pura tidak peka agar bisa lebih aman. Nia tidak pernah mempermasalahkan itu. Menurut dia kakak dan adiknya tidak sejahat itu padanya.
Esok harinya Nia mengantar ibunya ke loket mobil travel dengan motor bebek milik ibunya. Koper besar di depan dan ibunya di boncengan belakang tidak membuat Nia kesulitan mengendarai motor. Dia sudah biasa dengan hal-hal seperti itu. Tak jarang orang mengatakan dia tomboy, padahal sama sekali tidak. Hanya keadaan yang memaksanya begitu.
Baru saja Nia memarkirkan motornya di depan rumah, kakak nia terburu-buru menghampiri Nia.
"Dek, beli batagor depan yuk. Mbak pengen makan batagor," ucap Kakak Nia semangat.
"Kan ibu tadi masak mbak sebeKamum berangkat." Nia berlaKamu masuk ke rumah.
"Tapi mbak lagi pengen makan batagor loh!" Kakak Nia mengikuti Nia masuk ke dalam ruma
"Mbak, kita harus berhemat mbak. Ibu mungkin 2 minggu di kampung. Kalau uang pegangan kita habis, gimana nanti? BeKamum lagi kalau bapak minta uang mbak. Udah ya mbak, Nia mau mandi duKamu. Udah gerah banget," ujar Nia sambil mengambil handuk.
Kakak Nia cemberut dan masuk ke dalam kamar. Nia yang melihat tingkah kakaknya menghela nafas panjang. Dia bingung siapa sebenarnya anak tertua di rumah ini.
Pagi hari sekitar pukul empat dini hari, Nia sudah bangun dan bersiap memasak untuk sarapan dan makan siang. Sambil berjalan ke dapur, diambilnya keranjang pakaian kotor ke belakang, memilah baju dan memasukkannya ke dalam mesin cuci. Sambil pakaian digiling di mesin cuci, dan pakaian yg dipilahnya tadi di rendam didalam ember berisi air sabun, laKamu nia mulai memasak. Hanya dalam 1 jam Nia bisa menyelesaikan semuanya. Memasak, menyapu, mengepel, mencuci pakaian, menjemur dan mencuci piring. Nia sudah sangat terbiasa dengan pekerjaan itu.
Nia sudah bersiap dengan seragam sekolahnya saat kedua saudaranya baru saja terbangun.
"Pak, Nia berangkat sekolah duKamu ya pak. Tadi Nia udah masak. Bapak makan ya." Kata Nia sambil menyalam tangan bapaknya.
"Iya. Nanti bapak makan." jawab bapaknya singkat.
Nia berjalan kerumah Pak Jamil, tetangga mereka sekaligus guru di tempat Nia bersekolah. Sesampainya di rumah Pak Jamil, Nia melihat istri Pak Jamil didepan rumahnya sedang buru-buru mengunci rumahnya. Setengah berlari Nia menghampiri ibu itu.
"Maaf Ibu, Pak Jamilnya ada bu? " tanya Nia
"Oalah, maaf ya Nia, ibu Kamupa ngabarin. Semalam bapak jatuh dari motor, jadi sekarang bapak dirawat di Rumah sakit. Gak parah, palingan hari ini pulang ke rumah. Tapi bapak mungkin gak ngajar satu minggu ini Nia. Duh ibu minta maaf ya Kamupa ngabarin Nia. Ibu panik kemarin."
"Gak apa-apa bu. Salam buat bapak ya bu. Semoga bapak cepat sembuh." Nia menyalam tangan ibu Jamil kemudian setengah berlari meninggalkan halaman rumah pak Jamil.
Nia mempercepat langkahnya. Dia bingung harus bagaimana ke sekolahnya hari ini. Dipersimpangan depan lorong rumahnya, Nia mencari tukang ojek pengkolan yang biasa mangkal disana. Tak biasanya hari itu begitu sepi.
"Aduh, kenapa ga ada yang mangkal ojeknya pagi ini. Biasanya banyak. Pada kemana sih??" gumam Nia panik sambil mondar mandir.
"Ya udahlah. Sambilan aku jalan kedepan aja. Mana tahu ketemu abang ojeknya didepan," gumam Nia lagi sambil menggigit bibirnya karena khawatir.
Nia berjalan cepat-cepat sambil melihat kesana kemari. Dia benar-benar panik takut terlambat kesekolah. Sampai Nia tidak sadar dia berjalan sudah hampir ke tengah jalan karena melihat jam yang ada di pergelangan tangannya yang sudah menunjukkan hampir pukul tujuh pagi. Bel sekolahnya pasti sudah akan berbunyi.
Tiba-tiba sebuah motor gede khas anak muda muncul di tikungan tepat disaat Nia akan menyebrang.
Si pembawa motor yang kaget melihat Nia di depannya spontan menarik rem yang ada di tangan kanannya dengan kuat. Keduanya sama-sama kaget. Untung Nia tidak sampai tertabrak. Motor itu berhenti benar-benar tepat didepan Nia.
Tanpa mereka sadari, mereka mengeKamus d**a mereka masing-masing secara serentak.
"Woiii !! Jalan liat-liat dong. Kamu sinting ya!" Labrak pemuda yang membawa motor itu sambil napas terengah-engah karena panik.
"Maaf ya aku tadi gak tahu ada motor yang mau melintas. Aku tadi buru-buru memcari ojek." Nia mengatupkan kedua tangannya meminta maaf. Wajahnya masih terlihat pucat dan tegang kena peristiwa mengejutkan barusan.
"Untung gak ketabrak. Kalau ketabrak tadi Aku yang abis. Kamu yang sembarangan, Aku lagi yang dituntut. Ya udah lah. Kamu lagi beruntung karena Aku lagi buru-buru sekarang!" jawab pemuda itu kesal sambilmenghidupkan kembali motornya yang tiba-tiba mati.
"Ehmm.. Maaf ya, boleh gak aku numpang kamu kesekolah. Aku sekolah di SMA Tunas Bangsa. Gak jauh kok dari sini. Dari tadi aku mencari ojek yang biasa mangkal disini gak dapat-dapat soalnya. Boleh kan?" Nia memohon lagi sambil kembali mengatupkan kedua tangannya.
Pemuda itu terdiam sesaat. Dilain sisi dia masih kesal dengan perempuan itu tapi wajah manis nan menyedihkan yang sedang diperlihatkan oleh perempuan itu berhasil menyentuh sisi malaikat hatinya.
"Ya udah naiklah. Aku juga sekolah disitu. Kita sama-sama sudah terlambat. Cepat naik! " jawab pemuda itu sambil mengalihkan tatapannya yang sedari tadi tertuju pada Nia.
"Terima Kasih ya." Nia kegirangan. Wajahnya yang tadi pucat berangsur merona karena senang.
Dengan cepat dia naik ke motor itu. Walaupun kurang nyaman bagi Nia naik motor besar seperti itu, namun Nia terpaksa. Dia tidak ada pilihan lain.
Dengan bentuk tempat duduk yang begitu sempit dan miring, seberapapun usaha Nia untuk berpegangan tetap saja tubuh Nia harus bersentuhan dengan punggung pemuda itu. Pemuda itu tahu Nia kurang nyaman dengan posisinya. Tapi dia hanya tersenyum geli dibalik helm yang dipakainya sambil sesekali melihat ke arah ia dari spion motornya.
“Kerjain gak ya nih anak? Hitung-hitung tadi dia udah buat jantungku hampir copot berantakan.” Kekeh pemuda itu dalam hati.
Baru saja tangannya akan menarik pedal rem secara mendadak untuk ngerjain Nia, tiba-tiba dia mengurungkan niatnya.
“Jangan ah. Kasihan anak orang. Mana wajahnya melas banget tadi.” Pemuda itu tersenyum sambil menoleh sekilas ke arah Nia yang terlihat sedang menikmati hembusan angin di wajah dan rambutnya yang cantik.