05

1267 Kata
Love me till it hurts Make my body’s burn Love me till it hurts I need my body’s burn Yellow mother f*****g claw!   Lagu Yellow Claw dengan Ayden yang berjudul Till It Hurts itu terdengar memakakkan telinga. Dava asik menghisap rokoknya sendirian disana. “Eh, Dava ya? Dava Garda Erlangga?” Suara perempuan yang sedikit berteriak karena sedang berada di dalam ruangan penuh hingar bingar musik keras itu membuat Dava menoleh. Ia tak langsung menjawab karena memang lupa. Ini cewek siapa, ya? Tapi dari bentukannya— alias perempuan yang Dava tak ketahui namanya ini memakai dress terlalu terbuka, lipstik merah, dan rambut lurus hasil smoothing, Dava tebak ia adalah salah satu mantan teman tidurnya. Ya Allah, Dav, mantan temen tidur lo begni banget syle-nya, batin Dava merutuki diri sendiri. “Maaf, lo siapa ya?” Tak perlu izin atau basa-basi terlebih dahulu, tak ada hujan tak ada angin, si perempuan dengan seenaknya naik duduk di pangkuan Dava. Kalau ini masih Dava yang dulu, ia pasti mau-mau saja. Lumayan mendapatkan teman di ranjang begini. Tapi kalau sekarang, jelas lain cerita. “Eit, sorry. Gue gak kenal lo. Bisa turun sekarang?” “Lo gak inget sama gue?” satu sapuan halus tangan cewek itu mendarat di pipi kirinya. “Gue Felisia. Kita pernah jadi partner ranjang seminggu lebih.” “Gue gak inget.” Bukannya merasa marah atau apa, Felisia-Felisia ini malah menggigit bibi bawahnya. Jelas sudah wanita itu berniat menggoda laki-laki yang ia duduki pahanya tersebut. “Mau gue bantuin biar inget? Kita pernah jadi pasangan paling liar se-Swill.” Dava mendengus. “Bisa turun dari pangkuan gue? Ini paha, bukan kursi yang bisa lo duduki seenaknya.” “Ih, Dava kok sekarang kasar,” Felisia cemberut. Dava hampir saja menyemburkan tawa di depan wajah Felisia. Menjijikkan. “Eh, tapi lo ‘kan emang suka main kasar dulu. Pas lagi main.” “Turun atau gue dorong sampai lo jatuh ke lantai?” Dengan kurang ajar dan sikap binal yang dipunya, tangan Felisia kini mendarat tepat di atas resleting celana Dava, meremasnya hingga sang empu langsung melenguh dan mengumpat bersamaan. “Anjing.” “Emang lo gak mau main sama gue lagi? Gak kangen? Gue lagi free malem ini.” “Turun.” ‘Woohoo! Apa gue lagi melihat seorang Dava Garda Erlangga selingkuh di belakang sang kekasih?!” Seruan kencang itu datang dari arah kanan Dava. Siapa lagi kalau bukan si sinting Agas Zidane Althaf. Dari jarak sekitar empat langkah, ia bisa menebak bahwa Agas sudah benar-benar berada di bawah pengaruh alkohol. Jalannya sempoyongan, matanya meemrah, dan sampai dua langkah mendekat, bau alkohol menguar dari tubuh Agas. “Ah, gue aduin deh lo ke Gisel.” ujar Agas ngelantur. “Heh, anjing,” Dava panik ketika melihat Agas benar-benar mengeluarkan ponsel dari saku celana belakangnya. “Sini gak lo.” “Gue aduin, gue aduin.” Cowok itu benar-benar sudah mabuk. Dava jelas tak bisa menyalahkan otak Agas yang kewarasannya sudah hilang karena cowok itu memang sudah menghabiskan berbotol-botol minuman keras. “Lo juga!” semprot Dava pada gadis yang kini malah bergelayut di leher Dava. “Turun, anjing.” “Biarin. Biar cewek lo marah sekalian. Eh, kok lo sekarang punya pacar sih, by the way? Bukannya dari dulu elo anti komitmen sama cewek?”  “Bukan urusan lo.” Ckrik! Lampu flash dariponsel Agas menyala terang membuat Dava dan juga gadis yang dipangkunya menoleh. Dava kaget, dia langsung mendorong Felisia hingga gadis itu terjatuh ke lantai. Dava cepat-cepat berlari mengejar Agas yang sialnya mereka jadi pusat tontonan karena lari dan menubruk banyak orang di dalam kelab. Agas memang se-rese itu saat mabuk. Bukan konyol lagi, tapi selalu cari masalah dan akibatnya pasti fatal. Ini adalah contoh nyatanya. “Gas, banget lo, ya!” “Berhenti gak lo!” “Gas!” Agas dengan sintingnya malah tertawa sembari sesekali menoleh ke belakang ke arah Dava yang masih optimis mengejarnya. “Tangkep gue ayo!” “Lari yang cpet dong, Dava Garda!” “La La La, aku sedang dikejar oleh gorilla mengamuk!” Agas benar-benar seperti orang gila. Baru juga Dava hampir berhasil menarik kerah kemeja yang digunakan Agas karena cowok itu sudah tidak bisa kemana-mana, getar ponsel di celananya membuat Dava berhenti. Dia menyempatkan meatap Agas garang sebelum akhrinya merogoh ponsel. Gisella Afreea W is calling... Sedikit berteriak karena musik disana sangat kencang, Dava menjawab. “Halo, babe?” “Siapa cewek yang ada di foto?!” “Gisel, relax dulu, oke? Aku bisa jelasin.” “Ya emang harus kamu jelasin,” kata Gisel setengah menahan kesal. “Kamu main sama cewek?” “Enggak, astaga, Sa—“ “Temuin aku besok pagi. Jelasin.” Tut. Dan panggilan langsung dimatikan begitu saja. Dava mengumpat banyak-banyak. Sekali lagi, Agas memang benar-benar pengacau masalah.  * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * ** * * * * * * * * * * * *      Dava sampai tidak bisa tidur usai pulang dari Swill kemarin malam—ralat, pagi. Ia baru sampai di rumahnya puku dua dini hari usai harus mengantar Agas yang pingsan ke apartemennya baru ia bisa kembali. Kantuknya membuat Dava benar-benar ingin segera merebahkan badan di ranjang besar kamarnya, tapi apa boleh buat jika pikirannya melayang kesana-kemara? Tidak ingin bohong, dia takut Gisel marah. Marah besar. Kalau hanya sekedar ngambek, sih, gak apa-apa. Tapi kalau sampai minta putus? Dava benci perkiraannya. Pukul enam pagi, Dava sudah mencoba menghubungi Gisel melalui pesan singkat hingga telepon dan panggilan video. Tidak diangkat. Dava pikir gadis itu memang belum bangun karena Gisel sama seperti Dava. Keduanya sama-sama bukan tipe orang yang bisa bangun di pagi hari seperti seharusnya. Akhirnya pukul delapan pagi, ia mencoba mengirimi pesan lagi, berulang kali. Iya, cowok itu spamming chat.   To : Giselle Afreea W ayo ketemu katanya mau dengerin penjelasan aku? p p p gisel udah bangun belum sih?   Butuh waktu lima belas menit hingga akhirnya centang satu itu beruah jadi centang dua, beberapa saat kemudian berubah lagi menjadi centang bitu. Dava bahkan seniat itu sampai mengamati Gisel yang sedang mengetik balasan. Sangat lama. Membuat Dava berpikir gadis itu akan memarahinya lewat chat. Namun apa yang ia tebak ternyata salah total. Balasan dari Gisel hanya berupa lima kata.   From : Giselle Afreaa W ketemu di tempat biasa. sekarang.   Dava bisa merasakan kepalanya langsung berdenyut usai membaca pesan balasan dari sang kekasih. Kalau sampai Gisel marah besar apa lagi mengucap kalimat haram untuk hubungan mereka, ia tak segan-segan melempar tubuh Agas ke truk sampah. Tak perlu menunda-nuda, bahkan tak berniat untuk mandi dan membersihkan terlebih dahulu, masih dengan kaosnya yang berbau menyengat sisa mabuk semalam, cowok itu langsung mengambil jaket yang ia gantung di belakang pintu. Tangannya dengan cekatan meraih kunci motor—karena Jakarta pasti macet saat ini dan ia tak berani terlambat menemui nyonya besar, jadi Dava memilih mengendarai motor saja— kemudian Dava langsung berangkat.   * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * ** * * * * * * * * * * * * 
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN