PROLOG
Hal pertama yang gadis itu sadari adalah dalam keadaan sadar atau tidak sadar.
Entah apa yang telah terjadi kepadanya, gadis itu mendesah, merasakan kesakitan yang luar biasa menyerang kepalanya, matanya mengerjap perlahan untuk menyesuaikan tempat yang menurutnya masih asing di penglihatannya.
Seolah lupa dengan apa yang terjadi kepadanya, bau obat-obatan yang sangat menyengat membuat gadis itu melihat ke sekeliling ruangan. Ruangan yang bernuansa putih dan... apa itu? itu saluran infus yang terhubung dengan hidung dan tangannya, gadis itu meringis, sebenarnya apa yang terjadi kepadanya? kenapa dia bisa berada di sini?
Dia berusaha untuk menggerakkan bibirnya dan berteriak, memanggil siapa saja yang berada di tempat ini, tapi lidahnya terasa sangat kelu, dan alhasil Gadis tidak bisa mengeluarkan suara dengan jelas. Dia pun mencoba untuk menggerakkan tangannya yang masih terasa kaku dan sakit, dia berusaha untuk bangun, tetapi seseorang menghentikannya.
"Sayang kamu sudah sadar? terima kasih Ya Tuhan.” Ucap seorang wanita paruh baya dengan suara yang begitu familier bagi gadis itu, iya, itu suara Ibunya-Linda.
"Kamu mau ke mana? kamu baru sadar, sebaiknya jangan terlalu banyak bergerak dulu." Tambah Linda dengan nada khawatir.
"A.... aku.... haus.” Ucap gadis itu pelan hingga menyerupai bisikan, seolah tahu apa yang diinginkan anaknya Linda pun langsung mengambil sebuah gelas yang berisi air putih di atas meja di samping ranjang tempat gadis itu berbaring, Linda membantu Putri semata wayangnya untuk bangkit dengan posisi sedikit duduk, tenggorokan yang kering itu kini terasa segar saat air putih itu menjalar ke tenggorokannya, rasa hausnya pun sedikit berkurang, gadis itu menghabiskannya dengan beberapa kali tegukkan.
"Marsha, Mama senang melihatmu sudah bangun, Nak.” Ucap Linda lagi dengan menitikkan air mata. Gadis yang dipanggil Marsha tersebut mengernyit tak paham dengan apa yang ibunya katakan, Linda yang memahami ekspresi wajah putrinya pun tersenyum dan mengusap lembut wajah Marsha.
"Kamu mengalami koma selama 2 bulan, Marsha.” Ucapnya lagi, Marsha spontan membelalak kan matanya dan menggeleng pelan tanda dia semakin tidak paham dengan apa yang dimaksud ibunya, sebenarnya apa yang telah terjadi? Kenapa dirinya harus mengalami koma selama itu? Marsha kembali berpikir mencoba untuk mengingat apa yang telah terjadi kepadanya, tapi tiba-tiba kepalanya semakin terasa pusing dan... Gadis itu kembali melebarkan kedua matanya, kejadian itu, kejadian di mana hatinya hancur begitu saja, kejadian yang membuatnya nekat untuk menyetir mobil dengan kecepatan tinggi, dan ya mobilnya menabrak sebuah tiang listrik besar, dan gadis itu tidak tahu setelahnya.
“Kenapa kau selalu mengabaikanku?” Tangis gadis itu pecah, di hadapan pria yang tampak tidak peduli dengan tangisnya, dia adalah Marcell yang tak lain adalah kekasih Marsha.
“Karena aku muak denganmu, paham?” bentaknya, Marsha semakin terisak setelah mendengarkan penjelasannya.
“Apa kau sudah punya kekasih baru? sehingga kau mengabaikanku seperti ini?” Tanya gadis itu hati-hati, berharap pria di hadapannya itu menggeleng.
“Iya, tepat sekali, kau benar sayang, aku memiliki kekasih yang jauh lebih sempurna daripada dirimu, dia cantik, seksi, dan apa kau tahu sayang? dia selalu menuruti kemauanku, dia selalu memenuhi hasratku dan rela mengangkang di bawah ku saat aku menginginkannya, tidak sepertimu yang selalu menolak dan merasa gadis yang paling suci cuiihh, aku bosan memiliki kekasih sepertimu.” Gadis itu bungkam. Tidak menyangka dengan perkataan pria di hadapannya ini. Pria yang dia kira menghormati dirinya. Pria yang telah lama menemaninya, pria yang begitu dia percaya dengan segenap hati. Rela berkhianat hanya karena nafsu? Hasrat? Apakah hanya sampai di situ rasa cintanya? Marsha selalu berharap bahwa pria yang akan mendapatkan dirinya adalah Pria yang telah resmi menjadi Suaminya. Itu sebabnya dia selalu menolak. Tapi, apa ini?
“Marcell, jangan bercanda, aku sudah katakan kepadamu bukan, kita pasti akan melakukannya tapi setelah kita resmi menjadi suami istri, aku yakin sekarang pasti aku sedang bermimpi, ini tidak nyata kan? cepat katakan!! semua ini hanya mimpi kan Marcell?” Marsha semakin histeris, gadis itu tidak menerima semua ini, hubungan yang telah lama dia jaga hancur begitu saja hanya karena dirinya tidak memenuhi keinginannya, hanya karena tidak memenuhi hasratnya? Yang benar saja.
“Tidak, ini bukan mimpi, ini nyata Marsha, Aku muak dengan semua ini, dan ingat kata kataku ini Marsha, Mulai saat ini, Kita tidak memiliki hubungan apa pun, kita putus!” Marcell pergi meninggalkan Marsha dalam keadaan hancur, gadis itu menjambak rambutnya sendiri dan berlari ke dalam mobilnya lalu mengemudikannya dengan kecepatan paling tinggi, air matanya yang mengucur deras membuat jalan di depannya tampak tidak jelas, dia tidak menghiraukan bunyi klakson dari mobil yang melintas di jalan itu, dia menangis sesekali marah tak jelas dan...
Duaarrrrr....
Semua pun menjadi gelap.
•••
Marsha tiba-tiba mengeluarkan air matanya, dia masih mengingat dengan jelas saat Marcell memutuskan hubungan dengannya hanya karena wanita yang bisa memenuhi hasratnya, di benaknya dia berpikir, apa semua orang yang pacaran selalu melakukan hal-hal seperti itu? apakah cinta tidak akan lengkap jika tidak melakukan hal itu? Apa kesetiaan tidak dibutuhkan lagi dalam suatu hubungan? apa melakukan seks adalah lambang kesetiaan? tiba-tiba kepala gadis itu pun terasa sakit, dokter pun datang untuk memeriksanya kembali.
“Nona, sebaiknya Anda jangan terlalu banyak berpikir dulu, akibat benturan keras di kepala Anda, Anda bisa saja pusing dengan tiba-tiba jika Anda terlalu banyak berpikir.” Jelas dokter itu.
“Baik, dok.” Jawab Marsha setengah berbisik, namun masih bisa terdengar oleh dokter itu.
“Baiklah, karena kondisi Anda yang semakin membaik, Anda besok sudah bisa diizinkan pulang, dan ingat, jangan terlalu banyak pikiran!” Jelas dokter itu lagi seraya tersenyum kepada Marsha dan Linda setelah itu melenggang pergi dari ruangan dengan diikuti suster di belakangnya.