2 Bulan kemudian...
Marsha sedang mengemasi barang-barangnya, gadis itu memilih untuk menerima beasiswa dari sekolah yang sempat saja dia ditolak, dan akan melanjutkan kuliahnya di Los Angeles, sembari menyibukkan diri dan berusaha betah dinegara yang akan dia tempati nantinya, berlama di Indonesia juga membuat dia teringat akan Marcell, dan berharap dengan kepergiannya dia dapat dengan mudah melupakan Marcell, mantan kekasihnya yang pernah menjalin hubungan dengannya selama 3 tahun itu.
“Apa kamu sudah memikirkannya, Marsha?” Tanya Linda.
“Iya Ma, doakan Marsha ya di sana.” Jawab Marsha yang tanpa sadar air matanya melolos begitu saja.
“Iya, Mama dan Papa, pasti akan selalu mendoakan mu Marsha, dan kami pasti akan setia menunggumu untuk pulang.” Tukas Linda, wanita paruh baya itu merasa sedih melihat keadaan putri semata wayangnya, dan rela melepaskan putrinya untuk melanjutkan hidupnya di negara lain, dan berharap kebahagiaannya akan kembali menghampiri, Marsha lantas memeluk Ibunya dengan erat, air mata tiada hentinya bercucuran di pipi Marsha. Marsha pun mengurai pelukannya karena merasa pundaknya ada yang menariknya dengan lembut, Fatah-Ayah Marsha yang berusaha menenangkan istri dan anaknya, Marsha beralih memeluk Fatah dengan sayang, dia sangat menyayangi kedua orang tuanya ini, sejujurnya dia tidak tega meninggalkan mereka berdua, tapi karena keadaan lah yang memaksa Marsha untuk pergi dari Indonesia, dan memulai kehidupannya yang baru.
“Pa, jaga Mama baik-baik ya! aku akan sering-sering pulang jika libur semester.” Pinta Marsha kepada Ayahnya
“Itu pasti Marsha, kamu hati-hati ya di sana, selalu berdoa di mana pun kamu berada, dan jangan lupakan Mama dan Papa ya!?”
“Iya, Pa.” Jawab Marsha sembari memeluk kedua malaikatnya, dia menangis histeris, dia masih merasa berat jika harus meninggalkan kedua malaikatnya tersebut.
“Hei.. Hei, anak Papa kok menangis, ayo nanti ketinggalan pesawat loh, kamu masih ada waktu satu jam untuk sampai ke bandara.”
“Baiklah Pa, Ma, Marsha berangkat dulu ya, sopir taksi yang Marsha pesan sudah datang dan menunggu di depan, doakan Marsha!” Pamit Marsha
“Iya Marsha, jaga diri baik-baik ya.” Mereka pun berpelukan untuk yang terakhir kalinya, setelah semuanya merasa baik, Marsha lantas masuk ke dalam taksi dan berangkat menuju bandara.
•••
Los Angeles (Pacific Breeze)
Marsha mulai memasukkan barang-barang yang dia bawa dari Indonesia ke dalam almari di apartemennya, dan menjatuhkan tubuhnya di ranjang, dia sangat lelah setelah menempuh perjalanan jauh. Apartemen Marsha tidak begitu besar, tempat yang hanya memiliki dua kamar dan satu dapur, tapi Marsha merasa nyaman dengan tempatnya itu, kini dia tinggal sendiri, jauh dari kedua orang tua dan sahabat-sahabatnya yang setia menemaninya, dia pun mulai memejamkan matanya dan tertidur.
•••
Universitas California, Los Angeles
Hari ini adalah hari di mana Marsha pertama kali masuk kuliah, seperti biasa dia selalu tersenyum ramah kepada orang yang di lihatnya, Marsha Jont Keyza - Gadis berumur 19 tahun, yang memiliki paras cantik, dan lugu itu tidak pernah merepotkan kedua orang tuanya, meskipun di Indonesia keluarga Marsha dikenal dengan keluarga yang terpandang, tetapi dia tidak pernah menyombongkan dirinya dengan kekayaan kedua orang tuanya, bahkan mulai sejak kecil kedua orang tua Marsha tidak pernah membiayai sekolah anak semata wayangnya itu, karena kecerdasannya yang membuatnya mendapatkan beasiswa di sekolah favorit.
•••
Gadis itu melamun di sebuah bangku panjang yang tersedia di halaman kampusnya, dia memandang kosong ke depan dengan memikirkan sosok yang membuatnya pergi jauh dari kampung halamannya, Marsha masih mengingat dengan jelas, bagaimana mantan kekasihnya Marcell, memutuskan hubungannya begitu saja, hubungan yang telah lama dia jaga, kini hancur hanya karena Marcell yang selalu meminta Marsha untuk melayani dan memenuhi hasratnya, tentu saja Marsha selalu menolak saat Marcell mengajaknya untuk melakukan hal-hal yang menurutnya masih tidak pantas, karena bimbingan dari kedua orang tuanya, dan selalu mengingat kata-kata ibunya, untuk lebih berhati-hati, Marsha pun selalu mematuhi apa yang dikatakan kedua orang tuanya, Marsha terus melamun hingga tak sadar jika dirinya sedang diperhatikan oleh sosok yang sangat misterius.
“Hai, boleh aku duduk di sini?” Pinta seorang gadis yang berhasil membuat lamunan Marsha terbuyarkan.
“Ah, silakan!” Jawab Marsha dengan tersenyum ramah, sembari menggeserkan bokongnya untuk memberi tempat pada gadis itu.
“Namaku Freya Fredelix, panggil saja Freya.” Ucap seorang gadis itu lagi, tapi kali ini dia mengulurkan tangannya kepada Marsha dengan tersenyum penuh ketulusan.
“Aku Marsha Jont Keyza, panggil saja Marsha.” Jawab Marsha, sembari menerima uluran tangan Freya, dengan senyumnya merekah bahagia karena memiliki teman baru di Los Angeles.
“Kamu masih baru di sini ya?” Tanya Freya kepada Marsha.
“Iya, aku dari Indonesia.” Jawab Marsha.
“Wah Indonesia!!, tapi kelihatannya dari wajah kamu, kamu seperti bukan berasal dari Indonesia!” Ucap Freya yang membuat Marsha tertawa kecil.
“Iya, aku blasteran Indonesia-Amerika, Mamaku berasal dari Indonesia, dan Papa ku berasal dari Amerika.”
“Oh pantas saja.” Jawab Freya sembari mengangguk-anggukan kepala.
Percakapan kedua gadis itu berakhir saat Marsha memilih untuk bangkit hendak memasuki kelasnya, karena jam pelajaran Marsha akan di mulai tiga puluh menit lagi.
Freya Fredelix - Gadis yang cantik dan baik, dia berasal dari LA asli, anak dari John Fredelix, yang bekerja dengan seorang CEO Muda, pemilik 'Zac Trellix's Company’.
•••
Marsha memilih pergi dan jalan-jalan di Los Angeles, karena dengan berjalan-jalan menurutnya bisa menghilangkan sedikit rasa galaunya terhadap Marcell. Malam yang dingin, membuat Marsha memeluk dirinya sendiri, tetapi dia tidak berniat untuk kembali ke apartemennya, karena dia masih ingin menyibukkan dirinya dengan berjalan-jalan.
Iya, Marsha masih belum bisa lupa dengan Marcell, hubungan 3 tahun dengannya yang membuat Marsha susah sekali untuk melupakan pria itu begitu saja, apalagi kedekatan keluarga kedua belah pihak yang saling mengenal.
Marsha menyusuri tempat-tempat pembelanjaan, dan tempat makan, dia berharap rasa stresnya berkurang setelah selesai berjalan-jalan, tidak banyak pola, hanya dengan menggunakan kaos berwarna putih, dan celana jeans dengan variasi sobek-sobek serta rambut panjangnya yang dibiarkan terurai, sudah membuatnya tampak terlihat cantik.
Gadis polos itu berjalan dengan santai, sehingga tak menyadari bahwa ada mobil sport hitam yang tengah mengikutinya, dengan diikuti dua mobil berwarna putih di belakangnya.
Marsha memilih berhenti di taman, dan duduk dengan santainya, sambil membawa barang yang telah dibelinya di beberapa toko saat dia jalan-jalan.
Dia memejamkan matanya dengan menghirup udara segar di malam hari, dan mengeluarkannya melalui hidung dan mulutnya.
“Bawa dia kemari, dan ingat!! Jangan menyentuh bagian yang aku sukai!!” Ucap seorang pria yang berada di dalam mobil sport hitam itu, kepada seseorang berbaju hitam kekar, yang tak lain adalah anak buahnya.
Pria berpakaian hitam itu pun mengangguk dan segera menghampiri Marsha yang tengah duduk sendirian, dia mengeluarkan sebuah sarung tangan, dan menyodorkan ke hidung Marsha.
“Si.. siapa kali....” Ucap Marsha terpotong, karena efek dari sarung tangan yang mengenai hidungnya membuat Marsha kehilangan kesadarannya.
Pria itu pun menggendong Marsha di pundaknya, sehingga membuat kepala Marsha berada dibokongnya, dan memasukkan gadis itu ke dalam mobil tuannya.
“Akhirnya aku mendapatkanmu.” Ucap pria yang berada di mobil sport hitam itu, dengan senyum liciknya.
•••
Gadis itu terbangun dalam keadaan yang sangat mengenaskan, tangan dan kakinya diikat, dan mulut yang dibekap dengan isolasi berwarna hitam, keringat dingin bercucuran di wajahnya yang cantik.
Perasaan takut melingkupi diri Marsha, tempat gelap ini membuatnya takut, siapa yang membawanya ke sini, dan tempat apa ini, Marsha ingin pulang. Jeritnya dalam hati.
Gadis itu ingin berteriak, dan memanggil siapa pun yang membawanya ke sini namun dia tidak bisa, Karena mulutnya yang dibekap, dan yang hanya bisa dilakukan hanyalah menangis dalam diam.
Pintu terbuka, dan terlihatlah sosok laki-laki yang tinggi, dengan tubuh kekarnya, Marsha tidak bisa melihat dengan jelas siapa dia, karena penerangan ruangan itu yang sangat minim dan hanya disinari dari lampu dibalik jendela, membuatnya mengernyit melihat sosok yang misterius itu.
“Ternyata kau sudah sadar.” Ucap Pria itu.
Suara bariton itu menyeruak di seluruh ruangan gelap itu. Membuat Marsha terkejut, dan kembali menangis. Itu adalah suara paling mengerikan yang pernah Marsha dengar seumur hidupnya.
Laki-laki itu berjalan mendekati Marsha, membuat Wajahnya semakin terlihat jelas di mata gadis itu.
Tampan. Hanya itu satu kata yang melintas di benak Marsha. Marsha pun langsung menepis semua yang dia pikirkan, bodoh sekali dia memuji Pria yang ada di hadapannya ini, pria yang jelas-jelas telah menculiknya dan mengurungnya di tempat ini.
Marsha hanya bisa menggelengkan kepalanya, saat pria itu hendak menciumnya, rasa takut kini menguasai dirinya, air mata tiba-tiba melolos begitu saja, iya Marsha menangis.
“Hey, Kenapa kau menangis, Sayang?” Tanya pria yang ada di hadapan Marsha saat ini, dengan nada yang dibuat buat. Membuat Marsha bergidik mendengarnya.
Matanya abu-abu tajamnya, bertatapan dengan mata Marsha, terbesit rasa kebencian dibalik mata abu-abu itu, Marsha semakin takut, dia memejam kan matanya, berharap semua yang terjadi adalah mimpi buruk baginya.
Tiba-tiba dia merasakan rasa sakit pada mulutnya, saat pria itu, menarik paksa isolasi hitam yang membekap mulutnya, ada rasa panas dan nyeri di mulut Marsha saat ini.
“Si... Siapa kau?” Tanya Marsha dengan nada ketakutan, keringat membanjiri wajah Marsha.
Wajah dingin, dan tatapan mata itu membuat Marsha meneguk salivanya, dia menggeserkan tubuhnya yang terikat dengan susah payah, hingga punggungnya, menabrak dinding ruangan itu.
“Kau mau ke mana? kau tidak akan bisa kabur dari sini!” Jelasnya dengan nada dingin, yang membuat Marsha semakin ketakutan dan kembali menangis.
“Siapa kau? kenapa kau membawaku ke sini? kau telah menculikku, aku akan melaporkanmu ke polisi!” Ucap Marsha.
Laki-laki itu lantas tertawa, tertawa yang membuat Marsha bergidik ngeri mendengar tawanya, dia sangat ketakutan sekali.
“Kau mau melaporkanku ke polisi? Hahaha, cepat pergilah! bawa polisi itu kemari, dan suruh dia untuk menangkapku.” Jawab laki-laki itu dengan nada mengejek.
Marsha mengutuki dirinya sendiri, dia bodoh, sudah tahu kalau tangan dan kakinya terikat dengan kuat di sini, bagaimana bisa dia melaporkan penculik ini kepada polisi.
“Apa masalahmu denganku? kenapa kau menculikku, aku tidak pernah mengenalmu.” Ucap Marsha lagi.
“Biarkan aku pergi, aku berjanji tidak akan melaporkan tindakan kejimu ini kepada polisi.” tambahnya.
Pria itu mencekal dagu Marsha dengan kuat, dan mendaratkan ciuman di bibir Marsha. Marsha membelalakkan matanya, gadis itu memberontak dan menggeleng-gelengkan kepalanya, tapi cekalan laki-laki itu membuat Marsha tak berkutik.
Marsha menutup bibirnya rapat-rapat, dia tidak bisa merelakan ciuman pertamanya dengan penculik b***t ini, dia menangis, dengan sesekali memohon perlindungan kepada Tuhan.
“Jangan mencoba untuk menolakku, jika kau tidak ingin hidupmu hanya tinggal nama.” Marsha diam, membalas tajam tatapan pria di hadapannya ini.
"Aku Zac Trellix, Kekasihmu.” Tambahnya, tepat di telinga Marsha.”
•••
Zac Trellix Seorang CEO Muda berusia 23 Tahun, sikapnya yang dingin dan sulit sekali untuk tersenyum, membuat beberapa orang mengalihkan tatapannya saat berpapasan dengan kedua mata itu, bukan karena wajahnya tak pantas untuk di lihat, melainkan dia akan memburu siapa pun yang berani membalas tatapannya, dan kalian tahu arti dari diburu? Alias dibunuh. Pria bermata abu-abu dengan sorot tajam itu memiliki tubuh berperawakan tinggi dan kekar menambahkan poin plus pada ketampanannya, sikap dinginnya membuat seluruh orang tidak berani mencari gara-gara dengannya. Satu lagi, Dia adalah pemilik utama di 'Zac Trellix's Company'.
Zac Trellix, memiliki sifat yang mampu membuat siapa pun bergidik ngeri jika mengetahuinya, ada jiwa psikopat di dalam dirinya sejak kecil, dia akan membunuh siapa pun yang menentangnya, bahkan dia akan menghabisinya dengan tangan nya sendiri, tidak pernah membuang waktu untuk menyuruh anak buahnya, karena menurutnya melihat darah yang bercucuran dari musuhnya, itu adalah hal yang sangat menyenangkan.
Gadis itu selalu menangis tiada hentinya, dia sangat takut berada di tempat yang sama sekali tidak diketahuinya. Gadis itu adalah Marsha Jont Keyza.
Marsha selalu ke pikiran dengan kata-kata pria semalam yang mendatanginya dan mengatakan bahwa dia adalah kekasihnya.
Hmm lelucon macam apa ini, bahkan aku tidak mengenalnya sedikit pun. Batin Marsha.
Marsha merasa sangat capek hari ini, badanya terasa sangat sakit, akibat ikatan kuat pada dirinya semalam. Tapi untung saja pria semalam mau melepaskan ikatan tali itu yang mengikat pada tangan dan kaki Marsha.
Tapi semua tidak semudah yang kalian bayangkan. Marsha harus membujuknya untuk melepaskan tali ikatan Marsha, dia juga memberikan Marsha peringatan, jika Marsha kabur, dia pasti akan mencarinya sampai ketemu dan setelah itu dia akan membunuhnya, tentu saja ancamannya itu membuat Marsha sangat takut sekali dan mengurungkan niatnya untuk melarikan diri dari tempat yang menurutnya menyeramkan itu.
Pintu kamar Marsha terbuka, menandakan ada seseorang yang masuk, Marsha terbuyar dari lamunannya. Seorang wanita paruh baya, dengan pakaian hitam putih, seperti ala pelayan, apakah dia pelayan di rumah ini? pikir Marsha.
“Selamat Pagi, Nona.” Sapa pelayan itu kepada Marsha, dan Marsha hanya membalasnya dengan senyum manisnya.
“Saya Maria, Kepala pelayan di sini, oh iya saya ditugaskan oleh Tuan Zac, untuk memberikan Nona ini.” Ucap Maria, sembari memberikan Marsha sebuah kotak berwarna hitam yang indah dengan hiasan pita putih besar di kotak tersebut.
Marsha mengernyit melihat kotak itu, dia tidak mengerti kenapa pria itu memberikan kotak yang begitu cantik untuknya, ah tidak, itu pasti akal-akalan pria jahat itu, siapa tahu di dalam sana isinya adalah bom dan aku akan mati setelah membuka kotak itu. Pikir Marsha
“Nona Marsha.” Panggil pelayan itu, Marsha pun spontan terbuyarkan dari lamunannya dan melihat kepada pelayan itu seraya mengernyit dia tahu namaku, dari siapa?.
Melihat raut tanda tanya di wajah Marsha, Maria lantas menyunggingkan senyum nya dan menjelaskan bahwa dia diberitahu oleh tuannya Zac Trellix.
“Apa kau tahu, kenapa aku bisa dibawa ke sini oleh majikanmu itu?” Tanya Marsha kepada Maria. Maria yang mendengarkan pertanyaan Marsha pun hanya mengernyit dan mengangguk paham.
“Bukan kah, Nona adalah calon istri dari Tuan Trellix!!” Jelas Maria, membuat Marsha menggeleng keras dan membelalakkan matanya.
“Tidak, omong kosong apaan ini? bahkan aku tidak tahu tempat apa ini, siapa kalian, dan majikanmu, aku sama sekali tidak mengenalnya.” Jawab Marsha dengan berteriak, dia tidak ingin hidupnya dipermainkan seperti ini.
Gadis itu kembali menangis, dia tidak tahu maksud dari semua ini, dia hanya ingin keluar dan bebas, kembali seperti biasanya.
“Ada apa Maria? kenapa dia berteriak?” Pria itu datang dengan suara dinginnya dan menatap Maria yang mulai ketakutan, dia tidak ingin membuat majikannya itu marah kepadanya.
“Itu Tuan, Nona Marsha marah saat mengetahui jika tuan adalah calon suaminya.” Jelas Maria yang membuat Zac mengetatkan rahangnya.
PLAAKKK...
Marsha terkejut mendengar tamparan itu, dia membulatkan matanya melihat Pria yang ada di hadapannya ini, menampar Maria, Wanita paruh baya yang sama sekali tidak bersalah.
“Hey, apa yang kau lakukan, dasar kejam, tidak sepantasnya kau menampar wanita, apa lagi umurnya yang lebih tua darimu, seharusnya kau menghargainya, dasar pria kurang ajar.” Umpat Marsha kepada Zac.
Zac yang mendengar hinaan untuknya dari Marsha, merasa terhina, dia pun mengepalkan tangannya dan menarik rambut gadis itu hingga terjatuh, Maria berusaha menolongnya tetapi Zac menatapnya, dan Maria melepaskan genggamannya pada Marsha. Zac menarik rambut Marsha dan membawanya ke dalam kamar mandi, lalu memasukkan Marsha ke dalamnya dan mengunci pintunya dari luar.
Brakk brakk brakk
Terdengar gedoran pintu, dan jeritan Marsha untuk meminta dibukakan pintu. Zac tidak memedulikan itu, dia lantas keluar dari kamar Marsha dengan keadaan marah.
“Buka pintunya, pria brengsek.” Jerit Marsha dari dalam kamar mandi.
Brakk brakk.
Ya Tuhan, selamatkan gadis itu batin Maria, dia sangat tidak tega melihat gadis itu, dia dihukum karena membela dirinya.