“Bi,” panggil Evan membuat perhatian Bianca teralih dari ponselnya ke wajah Evan yang tampak gugup, apalagi Evan langsung menggenggam tangannya.
“Kenapa, Van?” tanya Bianca heran setelah rasa kagetnya mereda, tidak biasanya wajah Evan segugup ini.
Apa ada masalah? Tapi apa? Rasanya sejak tadi mereka hanya berbincang santai, tidak membahas masalah berat. Lalu apa yang membuat Evan menjadi gugup?
Begitu banyak pertanyaan yang muncul di dalam otak Bianca, apalagi Evan menggenggam tangannya dengan pandangan berbeda. Pandangan yang membuat hati Bianca semakin berdebar kencang.
“Aku nggak tau apa yang selama ini ada di dalam pikiran kamu mengenai hubungan kita, tapi jujur aku sudah tidak bisa lagi menahan perasaanku. Sudah cukup lama aku menutupinya, tapi malam ini aku ingin jujur sama kamu. Aku cinta sama kamu, Bi. Sejak pertama kali melihat kamu saat kita SMA, aku langsung merasa tertarik dan aku nggak tau sejak kapan perasaanku berkembang semakin dalam dan berubah menjadi rasa cinta. Apa kamu juga punya perasaan yang sama kayak aku?” tanya Evan memberanikan diri.
Inilah saatnya dan Evan tidak mungkin mundur lagi, lebih baik perjelas semuanya daripada menundanya terus menerus. Evan tidak ingin kalah langkah dari Liam yang pasti memiliki maksud tertentu pada Bianca.
Bianca ternganga, tidak menyangka akan mendengar pernyataan cinta dari sahabatnya sendiri. Sahabat yang juga dicintainya secara diam-diam dan ternyata selama ini Bianca tidak bertepuk sebelah tangan! Ternyata selama ini Evan juga memiliki perasaan yang sama dengannya!
Astaga! Jika bukan karena menjaga image, ingin rasanya Bianca berteriak kegirangan sambil menari di tengah jalan saking bahagianya! Siapa yang menyangka kalau perasaannya akan bersambut seperti ini? Siapa yang menyangka kalau setelah sekian tahun menunggu akhirnya saat indah ini hadir juga di hidupnya?
Bianca pikir selamanya ia hanya bisa memendam perasaannya pada Evan seumur hidup. Bianca pikir itu hanya sekedar impian, tapi malam ini Evan mewujudkan impiannya menjadi nyata. Evan membuat angan-angan Bianca menjadi kenyataan.
Saking kaget dan bahagianya, Bianca sampai tidak menyadari kalau dirinya belum menjawab pertanyaan Evan hingga suara Evan kembali terdengar di telinganya.
“Bi? Apa jawaban kamu? Apa kamu punya perasaan yang sama kayak aku?”
“Apa masih perlu kamu tanya lagi, Van? Apa selama ini kamu nggak sadar perbedaan sikapku dengan teman priaku yang lain?” balas Bianca balik bertanya dengan senyum kecil, malu sendiri jika harus mengakuinya secara blak-blakan.
“Maksudnya kamu juga punya perasaan yang sama kayak aku?” tanya Evan memastikan, berharap dugaannya tidak meleset.
Bianca mengangguk malu, mengiyakan pertanyaan Evan.
“Iya, aku juga cinta sama kamu. Aku baru sadar saat kita kuliah,” aku Bianca.
“Jadi kamu mau kan jadi pacarku?” tanya Evan memastikan status diantara mereka yang akan berubah sebentar lagi.
Lagi, Bianca mengangguk malu. Dan pekik kebahagiaan Evan membuat senyuman Bianca berubah menjadi gelak tawa. Siapa yang akan mengira kalau Evan akan begitu bahagia saat mendengar jawabannya hingga tidak mempedulikan orang-orang di sekitar mereka yang sedang menatap penasaran.
Dan ternyata rasa penasaran para tamu tersebut tidak berlangsung lama karena dengan bangga Evan kembali menggenggam tangan Bianca erat-erat dan memamerkannya ke depan umum sambil berucap tegas,
“Hari ini kami sudah resmi menjadi sepasang kekasih,” beritahu Evan tanpa malu, beda halnya dengan Bianca yang terbelalak kaget. Apalagi saat mendengar tepuk tangan yang begitu meriah, memberi mereka teriakan selamat. Bianca tidak menduga kalau Evan akan mengakui hal itu di depan umum. Di depan orang-orang yang tidak mereka kenal sama sekali. Dan di depan Albert, pria yang ditugaskan Liam untuk mengawasi Bianca!
***
Baik Evan maupun Bianca masih terbawa dengan euphoria kebahagiaan atas hubungan baru mereka. Perasaan yang setelah sekian tahun ditutupi pada akhirnya terucapkan juga hari ini, sekarang mereka sudah saling mengetahui perasaan masing-masing.
Di depan pintu apartemen Bianca, Evan menggenggam tangan gadis itu, seolah enggan melepaskannya lagi.
“Thank you karena kamu udah bersedia menjadi kekasihku, Bi.”
“Thank you juga karena kamu udah berani jujur soal perasaan kamu ke aku, Van. Kalau nggak, mungkin aku akan menutupi perasaanku sama kamu selamanya, karena aku pikir kamu nggak punya perasaan yang sama denganku,” aku Bianca.
“Buatku kamu special, Bi. Dan perasaanku sudah ada sejak lama hanya saja aku ragu untuk mengatakannya,” aku Evan sambil menarik tubuh ramping Bianca ke dalam pelukannya.
“Itu juga yang aku rasakan, Van,” balas Bianca sambil membalas pelukan Evan.
“Ya sudah aku nggak mau menahan kamu lagi, ini sudah malam dan besok kita masih harus kerja. Lebih baik sekarang kamu mandi dan cepat istirahat,” ucap Evan sambil melepas pelukannya meski enggan, karena sebenarnya hatinya masih ingin terus bersama dengan Bianca tapi Evan cukup sadar diri.
“Okay, kamu juga nanti nyetirnya hati-hati ya. Sampai rumah langsung mandi dan istirahat,” ucap Bianca mengingatkan.
“Siap, Sayang,” balas Evan genit membuat wajah Bianca merona.
“Dasar kamu tuh!” cicit Bianca malu.
Evan maju selangkah dan mengecup kening Bianca dengan sayang.
“Ya udah aku balik dulu ya. Sampai ketemu besok pagi. Aku jemput kayak tadi, okay?”
“Okay. See you besok!”
Bianca melambaikan tangannya sampai Evan tidak terlihat lagi dan Evan sendiri berjalan santai sambil tersenyum lebar mengingat moment kebersamaan mereka sebagai sepasang kekasih untuk pertama kalinya yang terasa begitu indah.
Mereka berdua tidak menyadari kalau kegembiraan hari ini bisa berubah menjadi kesedihan esok hari tanpa disangka-sangka.
***
Liam mengepalkan tangan dengan erat. Laporan dari Albert disertai dengan foto kemesraan antara Bianca dengan Evan membuat emosi Liam melonjak naik. Ego Liam jatuh tersentil hingga ke dasar karena Bianca lebih memilih pria seperti Evan yang jelas tidak bisa dibandingkan dengannya sama sekali.
Apa sebenarnya yang istimewa dari pria itu hingga membuat Bianca begitu bahagia jika sedang bersama dengannya? Bahkan menerima Evan menjadi kekasihnya! Dasar wanita! Bagaimana bisa seleranya serendah itu?
“Jadi maksud kamu, mereka berdua sudah resmi berpacaran?” tanya Liam sekali lagi, memastikan informasi yang baru saja disampaikan oleh Albert.
“Betul, Boss. Pria itu sendiri yang mendeklarasikannya secara langsung di area restoran, termasuk di depan saya,” aku Albert jujur. Kejujuran yang membuat Liam semakin murka!
‘Kurang ajar! Aku tidak akan membiarkan mereka bahagia!’ batin Liam licik.
Sejak awal melihat Bianca, Liam sudah merasakan ketertarikan yang begitu tinggi dan kini disaat wanita itu lebih memilih pria lain tentu saja Liam tidak bisa terima. Tidak ada satu orang pun wanita yang menolaknya selama ini! Jadi Bianca pun tetap harus menjadi miliknya! Liam tidak peduli dan akan menghalalkan segala cara!
Bianca baru boleh bersama dengan Evan jika Liam sudah bosan pada wanita itu. Itulah motto hidup Liam. Setiap wanita yang ia inginkan harus tunduk dan takluk padanya, jika Liam sudah bosan, baru ia sendiri yang akan membuang para wanita itu jauh-jauh dari hadapannya tanpa kompromi!
‘Aku pasti akan mendapatkanmu, Bianca! Persetan dengan pria yang bernama Evan. Aku tidak peduli!’ batin Liam geram.
Sepanjang hari Liam tidak bisa konsentrasi dengan pekerjaannya. Pikirannya selalu terfokus pada Bianca dan rencana untuk mendapatkan wanita itu. Berbeda jauh dengan Bianca yang selalu menebar senyum sejak pagi. Bahkan saat Liam memanggil Bianca ke dalam ruangannya pun, Bianca tidak segusar kemarin.
‘Sebegitu besarnya kah pengaruh resminya hubungan Bianca dengan Evan di dalam hidup wanita itu?’ batin Liam keheranan.
“Bapak memanggil saya? Ada apa, Pak?”
Liam memutuskan bersikap seperti biasa. Formal. Lagipula kali ini yang ingin dibahas pun benar-benar mengenai pekerjaan. Liam akan berusaha bersikap sebaik mungkin, berharap dengan begitu Bianca lalai dan memberinya kesempatan tanpa sadar.
Bianca dan Liam masih serius membahas mengenai masalah keuangan perusahaan saat ruangan Liam terbuka lebar dan muncullah wanita seksi dengan tubuh tinggi semampai. Entah siapa. Bianca tidak mengenalnya.
“Ada apa, Vero?” tanya Liam gusar, tidak suka diganggu jika sedang bekerja.
“Hei, Baby. Aku kangen. Kamu udah beberapa hari nggak telepon aku,” jawab Vero manja. Kemanjaan yang membuat Bianca mual. Apalagi melihat dandanan wanita itu yang seperti tante-tante. Begitu menor. Bukannya tambah cantik malah seperti ondel-ondel yang keliling di pinggir jalan!
“Aku sedang sibuk, Vero. Bukannya aku sudah bilang akan menghubungi kamu?”
“Tapi kamu selalu sibuk dan lupa menghubungi aku! Aku kan kangen sama kamu! Dan kangen sama si junior!” balas Vero tanpa tahu malu meski sadar masih ada Bianca di dalam ruangan itu.
Bianca merinding. Jijik dengan kelakuan Vero. Bagaimana bisa bossnya bertemu dengan wanita macam ini? Ahh! Bianca lupa! Bukankah kelakuan bossnya juga sama be-jatnya dengan Vero? Jadi mereka berdua memang cocok!
“Hmm… lebih baik kita bahas mengenai masalah laporan keuangan ini besok lagi, Pak. Saya pikir bapak pasti akan sibuk hari ini,” sindir Bianca jijik sambil merapikan berkas-berkas yang berserakan diatas meja. Bianca sudah tidak tahan lagi melihat kemesraan yang begitu membuatnya mual.
Liam menyerah, tidak mungkin menahan Bianca. Tidak dengan kehadiran Vero disini, hal itu malah akan membuat nama Liam semakin tercoreng di mata Bianca! Dasar Vero kurang ajar! Breng-sek!
Dengan raut wajah mengejek, Bianca berlalu pergi membuat Liam semakin geram dan hanya Vero lah yang bisa dijadikan pelampiasan amarahnya. Bukankah karena wanita itu penilaian Bianca pada dirinya semakin buruk?
“Aku tidak ingin kamu datang ke kantorku lagi!”
Ucapan Liam yang terdengar dingin membuat Vero tersentak kaget selama beberapa detik. Dipecat menjadi pemuas naf-su Liam sama saja mati! Apalagi selama ini Vero sudah terbiasa menikmati kemewahan yang dapat diberikan secara cuma-cuma oleh Liam!
Well, sebenarnya bukan cuma-cuma karena Vero membayarnya dengan tubuhnya sendiri, tapi tidak masalah, toh dirinya juga sangat menikmati permainan Liam yang hebat! Bahkan ketagihan! Jadi tidak heran kalau sekarang Vero malah datang menyodorkan diri agar bisa memuaskan hasratnya sendiri!
“Kenapa, Sayang? Apa kamu sudah bosan sama aku? Apa aku kurang memuaskan kamu?” tanya Vero manja sambil memeluk tubuh kekar Liam yang begitu nyaman dipeluk, hal yang biasanya bisa membuat Liam luluh tapi tidak kali ini karena bukannya membalas pelukan Vero tapi Liam malah menepis tangan Vero!
“Jangan memancing kemarahanku lagi, Vero! Lebih baik kamu enyah secepatnya dari hadapanku! Aku tidak ingin melihat wajahmu lagi dimanapun!” bentak Liam dengan suara menggelegar, hal yang belum pernah dilakukan Liam di depan Vero karena selama ini Liam selalu mudah luluh dengan bujuk rayu Vero.
Sayangnya kali ini tidak semudah itu karena Vero sudah menghancurkan rencana Liam untuk mendapatkan hati dan perhatian Bianca! Mengingat hal itu membuat Liam semakin marah dan emosi!
Vero hanya bisa terdiam membeku saat Liam menatapnya tajam dan penuh amarah! Tatapan mematikan yang membuat Vero langsung merasa gemetar ketakutan!