Liam mengangkat gagang telepon dan memerintahkan Ervin untuk masuk ke dalam ruangannya. Ervin masuk dengan tergopoh-gopoh saat mendengar suara Liam yang begitu menakutkan, apalagi sebelumnya Ervin mendengar suara kemarahan Liam pada Vero! Hal yang belum pernah sekalipun terjadi!
Biasanya Ervin hanya mendengar desahan dan erangan mereka yang terdengar begitu tidak tau malu meski samar, maka Ervin sempat merasa heran, hal apa yang membuat Liam sampai semarah itu pada Vero, wanita yang biasanya selalu membuat bossnya bertekuk lutut. Pasti hal serius!
“Ada apa, Boss?”
“Usir wanita ini keluar! Saya tidak ingin melihat dia lagi sampai kapanpun!” perintah Liam.
Perintah yang membuat Ervin terdiam selama beberapa detik, untung pria itu cepat sadar dan menarik Vero yang malah berontak marah, tidak ingin dibuang begitu saja oleh pria yang selama ini selalu memenuhi kebutuhan Vero. Baik dari segi ranjang maupun materi!
“Liam! Kamu tidak bisa melakukan hal ini padaku. Apa sebenarnya salahku?” jerit Vero tidak tau malu.
Liam menatap Vero dan maju mendekati wanita itu. Liam sedikit menunduk saat berbisik di telinga Vero. Suaranya terdengar datar dan dingin.
“Aku sudah bosan dan tidak membutuhkan tubuhmu lagi. Jadi lebih baik kamu cari pria lain! Aku sudah menemukan wanita baru yang jauh lebih menggairahkan daripada kamu!” bisik Liam tanpa dosa membuat jerit kemarahan Vero semakin menjadi-jadi!
“Dasar pria breng-sek! Seenaknya saja kamu membuangku seperti ini! Aku pasti akan membalasmu!” pekik Vero tidak terima, dirinya merasa dibuang seperti sampah!
Liam mengangkat bahu santai, tidak menjawab sepatah katapun lagi, hanya memberi kode pada Ervin agar segera mengenyahkan wanita itu. Ervin yang sudah paham langsung menggunakan seluruh tenaganya untuk menyeret Vero dan menyerahkannya kepada bagian keamanan.
“Jangan sampai wanita ini masuk lagi ke kantor dengan alasan apapun! Jika kalian lalai, boss tidak akan segan untuk memecat kalian! Sebarkan informasi ini kepada karyawan yang lain!” perintah Ervin yang langsung dijalankan oleh bagian keamanan, mereka tidak ingin dipecat hanya karena seorang wanita!
“Breng-sek!” maki Vero kalap, tidak terima karena sudah direndahkan seperti ini.
Namun Ervin tidak peduli dan malah kembali ke ruangannya seolah tidak pernah melihat Vero sama sekali! Jauh di dalam lubuk hati, Ervin merasa puas karena akhirnya Liam melepaskan diri dari Vero, tapi Ervin sadar kalau setelah ini pasti akan ada wanita baru yang menggantikan Vero. Ervin belum tau siapa wanita itu hingga satu pikiran terlintas ke dalam benaknya.
‘Mungkinkah Bianca? Tapi tidak mungkin! Bianca wanita baik-baik, Liam tidak mungkin sejahat itu padanya,’ batin Ervin sambil menggeleng, berharap dugaannya salah!
Ervin berdoa agar boss sekaligus sahabatnya tidak bersikap kejam dengan merusak wanita baik-baik seperti Bianca hanya untuk memuaskan rasa penasarannya akan wanita!
***
Bianca masih asyik berkutat dengan pekerjaannya saat ponselnya berdering. Telepon dari Evan. Tumben, tidak biasanya pria itu meneleponnya di waktu kerja. Tanpa pikir panjang Bianca langsung mengangkat telepon dari Evan.
“Halo, Van?”
“Hei, lagi sibuk?”
“Nggak kok. Kenapa?”
“Mau ingetin pacarku jangan lupa makan siang,” jawab Evan membuat lidah Bianca kelu, tidak menduga kalau Evan bisa bersikap semanis dan seperhatian ini padanya.
“Kamu tuh kok jadi perhatian begini sih?” balas Bianca untuk menutupi rasa malunya.
“Gak apa donk. Kan perhatian sama pacar sendiri,” jawab Evan. Jawaban yang membuat Bianca tidak bisa berkata-kata lagi.
“Jadi, siang ini kamu makan apa?”
“Belum tau nih. Aku malah nggak sadar kalau udah jam makan siang,” aku Bianca membuat Evan berdecak khawatir.
“Tuh kan! Kebiasaan deh! Untung aku telepon kamu, kalau nggak bisa-bisa kamu baru makan siang jam 3 sore kayak waktu itu!” keluh Evan mengingatkan Bianca akan kecerobohannya sendiri jika sudah berhadapan dengan pekerjaannya yang memang tidak pernah ada habisnya.
“Iya sorry, abis ini aku langsung minta tolong OB (Office Boy) untuk beliin makanan.”
“Nah gitu donk! Ya udah aku nggak mau ganggu kamu lagi, yang penting kamu sekarang minta tolong OB untuk segera beliin makanan ya. Jangan ditunda lagi, aku takut maag kamu kambuh,” ceramah Evan.
“Iyaaa…”
Evan terkekeh sebelum akhirnya menutup pembicaraan. Bianca mengambil dompet dan berjalan kearah pantry, mencari OB, tapi apesnya tidak ada siapa-siapa disana. Hanya ruangan kosong. Bianca mendesah kesal, sadar kalau mereka pun pasti sedang keluar makan siang!
Terpaksa Bianca menyeret kakinya ke kantin kantor yang menyediakan banyak makanan. Bianca memijat keningnya yang langsung pusing saat melihat suasana kantin begitu ramai, tapi Bianca sadar tidak mungkin kembali ke ruangannya dengan tangan kosong atau Evan akan menceramahinya habis-habisan.
Jadi Bianca memilih menu yang paling gampang dan cepat. Nasi goreng. Take away. Lebih baik makan di ruangannya sendiri daripada makan di kantin seramai ini. Sendirian pula! Pasti akan terlihat menyedihkan karena tidak ada teman!
Memang, selama bekerja disini Bianca hanya fokus pada pekerjaannya dan belum memiliki waktu luang untuk mencari teman baru. Lagipula Bianca tidak yakin dapat bekerja lama di perusahaan ini juga kan? Jadi untuk apa buru-buru mencari teman baru?
Sore hari, Bianca sedang menunggu kedatangan Evan di lobby saat mendengar namanya dipanggil dengan kencang. Refleks, Bianca menoleh dan melongo kaget saat melihat kehadiran Retha, sahabatnya. Bianca menepuk keningnya dengan gemas, sadar kalau selama 3 hari ini dirinya sudah melupakan Retha!
Retha pasti kaget saat masuk kantor dan menemukan Bianca sudah resign! Siapa suruh Steven dan Liam membuat Bianca begitu marah hingga lupa segalanya! Belum lagi Evan yang membuat kemarahan Bianca berganti dengan kebahagiaan. Membuat hati Bianca bagai taman bunga yang sedang bermekaran.
Pokoknya beberapa hari terakhir ini Bianca merasa hidupnya seperti roller coaster dan lupa segalanya! Bianca meringis saat Retha berlari kearahnya dan memeluk tubuh Bianca dengan erat. Padahal mereka tidak bertemu hanya selama 3 hari, tapi kelakuan Retha seperti mereka tidak bertemu selama bertahun-tahun! Lebay memang sahabatnya yang satu ini! Tidak heran kalau Bianca sering memanggilnya ratu drama!
“Lo kenapa bisa mendadak resign sih?! Sumpah gue kaget banget pas masuk kantor dan denger kabar itu!” omel Retha.
Bianca masih meringis merasa bersalah karena sudah melupakan sahabatnya. Lagian kenapa juga saat itu bertepatan dengan Retha yang cuti dadakan karena ada urusan?
“Sorry deh! Abisnya Steven bikin gue emosi sih, jadi gue butuh waktu buat nenangin diri,” aku Bianca.
“Lagian gimana ceritanya sih? Kok lo bisa mendadak resign? Emang ada masalah? Setau gue nggak ada!” cecar Retha penasaran.
“Ceritanya panjang!”
“Gue punya waktu kok!”
“Tapi gue yang nggak punya waktu karena Evan udah jemput,” balas Bianca memeletkan lidah dan mengendikkan dagunya, menunjuk kearah mobil Evan yang sudah terparkir manis di lobby kantor.
Jawaban Bianca tentu saja membuat Retha keheranan. Sejak kapan Evan antar jemput Bianca coba? Selama 2 tahun mengenal Bianca, Retha tau kalau Bianca memang dekat dengan Evan. Sahabat istilahnya, tapi tentu Retha tidak percaya begitu saja. Mana ada coba persahabatan yang murni antara pria dan wanita, betul kan? Lama-lama pasti akan berubah jadi cinta. Persis lagu!
“Sejak kapan?”
“Sejak gue kerja di perusahaan ini.”
Retha meneliti wajah Bianca yang merona dan terpekik kaget.
“Lo udah jadian ya sama Evan?” tanya Retha heboh.
“Sttt! Jangan teriak gitu donk! Kayak lagi pengumuman aja!” omel Bianca setengah hati.
“Biarin! Jawab dulu pertanyaan gue!” desak Retha tidak sabar.
“Iya udah!” jawab Bianca malu.
“Akhirnyaaaaa! Sejak kapan? Jahat banget sih lo nggak kasih tau gue?” rajuk Retha, kesal karena merasa tidak dianggap oleh Bianca.
Bukankah selama ini mereka tidak pernah merahasiakan apapun? Tapi kenapa sekarang Bianca malah tidak memberitahunya kalau sudah berpacaran dengan Evan? Apa Bianca sudah tidak percaya pada Retha lagi? Apa persahabatan mereka ikut bubar semenjak Bianca resign dari kantor Steven?
“Bukan gitu. Nanti deh gue ceritain pas kita lagi jalan bareng. Atau weekend lo mau nginep di apartemen gue?”
“Emang weekend lo nggak malam mingguan?” ledek Retha genit, bahkan kedua matanya pun ikut berkedip-kedip seperti orang cacingan!
“Ya abis pulang malam mingguan lah!”
“Huh dasar! Beda ya emang kalau udah punya cowok! Ya udah sekarang kan hari Kamis, hari Sabtu gue nginep di apartemen lo. Inget, lo harus cerita semuanya. Termasuk tentang alasan lo resign. Tanpa sensor!” tuntut Retha.
“Iya bawel! Ya udah gue jalan dulu ya? Kasian Evan udah nungguin dari tadi!” tutup Bianca. Retha mencibir.
“Emang dasar ya, kalau udah punya cowok gue dilupain deh! Ya udah sana pulang. Ingat jangan kelayapan!” goda Retha sambil melambaikan tangan kearah Bianca yang sudah melesat pergi tanpa menoleh lagi kearahnya membuat Retha semakin dongkol karena merasa diabaikan oleh sahabatnya sendiri!
***
Sudah dua hari ini Liam bersikap tenang, tidak ingin bertindak gegabah. Hanya mengawasi Bianca dari kejauhan dan dari laporan yang diberikan Albert setiap hari tentunya. Meski Liam harus menahan kesal setiap kali mendengar kemesraan diantara Evan dan Bianca, tapi pria itu berhasil menutupinya dengan baik.
Beda halnya dengan Bianca yang mulai merasa terbiasa dengan pekerjaannya di perusahaan Liam. Memang jauh lebih mudah karena hanya harus menangani laporan keuangan perusahaan dan pribadi Liam saja, tidak seperti dulu yang harus menangani sekian banyak klien. Belum lagi dengan gaji yang lebih besar dan fasilitas lain yang lebih memadai jika dibandingkan dengan perusahaan Steven.
‘Semoga Liam bersikap normal seperti ini seterusnya!’ harap Bianca.
Bianca bersyukur kelakuan Liam pun sudah jauh lebih baik, setidaknya tidak mengganggu dirinya seperti awal. Sekarang Liam lebih fokus dengan laporan keuangan yang memang menjadi tanggung jawabnya. Bianca hanya bisa berharap agar Liam tetap bersikap seprofesional ini seterusnya.
Namun ternyata kesabaran Liam sudah tidak bisa dibendung lagi saat melihat kedatangan Evan di kantornya, khusus untuk mengantarkan makan siang kepada Bianca! Dan saat itu juga Liam berpikir satu hal.
“Aku harus bertindak secepatnya! Aku tidak akan membiarkan pria sial-an itu semakin dekat dengan Bianca!” gumam Liam dengan senyum smirk.
Senyum yang mengartikan sejuta makna.
Senyum yang menyimpan maksud terselubung.
Senyum yang mengartikan kalau sebentar lagi, Liam akan mulai menjalankan rencananya untuk mendapatkan Bianca.
Senyum yang mungkin akan mengakibatkan duka bagi Bianca!