Khumaira sang cinta
“Mas latif, makanlah dulu," Khumaira meletakkan piring berisi sarapan kesukaan di hadapanku.
Aku hanya melirik sekilas ke arahnya, kemudian kembali memfokuskan pandanganku ke arah depan.
"Mas, apa kamu mendengarku?"
huh, aku menarik nafas dalam rasanya aku begitu tidak siap untuk berbicara dengan khumaira. ada sesuatu yang baru saja mengusik hatiku, rasanya diri ini tak tega jika harus melihat nya bersedih.
Khumaira duduk di sampingku, kebiasaannya yang sering iya lakukan selama hampir 4 tahun ini. iya akan menghiburku di saat banyak masalah yang ku hadapi, bukan saja soal pekerjaan tapi juga masalah apapun dia akan siap menjadi teman di sampingku.
Khumaira tersenyum kemudian menggenggam tangan ku dengan erat, genggaman lembut yang begitu ku rindukan selama hampir 4 tahun ini. genggaman yang menjadi penguatku setiap hari.
“Mas, katakan padaku apa ada sesuatu yang membuat mu bingung? apa ini soal klien mu?"ucapnya dengan nada penasaran.
Aku menggeleng tegas, “Ini bukan masalah pekerjaan sayang, mas hanya kelelahan saja," jawabku agar membuat nya tak lagi bertanya lebih jauh.
"Benarkah?" tampak pancaran tidak percaya di wajahnya, sepeka itukah hatinya?
“Iya sayang benar."
Khumaira tersenyum kemudian memeluk tubuhku dengan erat, "Aku percaya dengan apapun yang mas katakan padaku, berjanjilah untuk tidak menyembunyikan apapun dari ku. Karena sungguh, aku benar-benar mencintaimu mas."
Aku menengadahkan wajahku ke atas, menutup mataku dan berusaha meredakan detak jantungku yang mulai bertalu-talu. Ya Tuhan, kenapa engkau harus memberikan ujian ini padaku. ujian yang benar-benar tidak bisa membuat ku memilih.
Khumaira kemudian melepaskan pelukannya, ia bangkit dari duduknya dan mengecup pipi kiri ku “cup! jangan terlalu lama di luar ya mas, mas akan flu jika terlalu lama terkena angin kencang," ujarnya.
Aku tersenyum dan mengangguk, khumaira masuk meninggalkanku seorang diri disini. fokusku kembali tertuju pada pemandangan di depanku, pemandangan yang begitu membuat tenang karena keindahan alamnya.
khumaira yang meminta semua ini, iya meminta di buatkan rumah yang masih asri, dengan di kelilingi gunung dan juga persawahan. Aku menuruti keinginannya, terlebih khumaira adalah wanita rumahan iya lebih senang menanam di halaman rumah, daripada pergi nongkrong atau holiday bersama teman-temannya.
Ah, berbicara tentang khumaira tak habis rasa kagum ku padanya. Wanita sholehah yang membawa ku menjadi pria yang lebih baik dari sebelumnya, pria yang dulu pemarah kini menjadi pria yang mulai menjaga tutur katanya.
Semua itu karena khumaira, kekasih hati yang di titipkan Tuhan padaku. aku mencintainya, Sangat-sangat mencintainya. Namun, di dalam hati kecil ku yang terdalam aku masih menyimpan rasa pada seorang wanita bernama Sasa.
Jika ada yang bertanya, siapa itu sasa? Sasa adalah wanita yang pertama kali membuatku mengetahui apa itu cinta, wanita yang membuatku merasakan tak ingin melakukan apapun jika tidak bersamanya.
Wanita yang cantik, pekerja keras, penyayang, lembut, dan tentunya begitu beruntung karena terlahir dari keluarga kaya raya.
Huh, terkadang aku bertanya kenapa aku harus dipertemukan dengan Sasa jika pada akhirnya aku menikah dengan khumaira? cintaku pada kedua wanita itu sama besar porsinya, aku benar-benar mencintai keduanya.
Ingin sekali aku bercerita pada Khumaira, bahwa Sasa telah kembali dari perantauannya. Tapi entah kenapa rasanya begitu berat, karena aku tahu khumaira akan menangis bila mendengar nama wanita itu.
Khumaira mengetahui bagaimana kisahku dengan Sasa, karena khumaira adalah wanita yang aku nikahi karena rasa kecocokan saja.
Ia kecocokan, kecocokan yang berakhir dengan cinta. Khumaira adalah pembantu di rumah papa dan mama, khumaira begitu lihai dalam mengurus rumah sehingga papa dan mama begitu menyayanginya.
Saat itu, layaknya seorang majikan dan karyawan. Aku dan khumaira hanya berbicara sebatas saja, tapi lama kelamaan khumaira menjadi temanku dalam bercerita.
Aku selalu curhat pada khumaira soal Sasa, aku menceritakan kesedihanku karena papa dan mama tidak merestui hubungan kami. aku bercerita soal Sasa yang harus pergi ke luar negeri untuk melanjutkan studinya menjadi seorang dokter yang berakhir membuat kami tak lagi berkomunikasi.
Aku mencegah Sasa untuk pergi, bahkan aku nekat ingin menikahi Sasa tanpa restu mama dan papa. Tapi, khumaira menasehati ku, iya mengatakan jika aku dan Sasa berjodoh sejauh apapun jarak, sesulit apapun keadaannya pasti akan di persatukan.
Hari berlalu hingga tanpa terasa setahun sudah kepergian Sasa, iya sama sekali tidak ada kabar. hubungan kami hilang begitu saja, tanpa ada kejelasan. Aku mencoba menunggunya, berusaha mencari informasi tentang dirinya tapi sama sekali tidak ku temukan.
Lambat laun perasaan muncul di antara diriku dan khumaira, entah darimana mulanya. Tapi aku merasa nyaman dengannya, aku tenang bila dekat dengannya. Dan aku menyadari aku tidak bisa bila tak bersamanya.
Akhirnya, entah langkah yang salah atau memang takdir yang menyatukan aku dan khumaira menikah. Papa dan mama sama sekali tidak masalah dengan status sosial, mereka menyayangi khumaira dan menjadikannya ratu di dalam kerajaan mereka.
Kini sudah hampir 4 tahun pernikahan kami, dan sudah di karuniai seorang anak kecil bernama Saka. Gabungan antara Sasa dan khumaira. Entah benar atau salah perbuatan yang kulakukan itu, tapi khumaira tak pernah membantah atau bertanya soal nama itu.
Kini Sasa telah kembali, iya kembali dengan prestasi dan kejayaannya. iya semakin cantik dengan jas putihnya. Dan aku kembali merasakan getaran yang sama.
Apa yang harus kulakukan? aku tak sanggup bila harus menceritakan pada khumaira bahwa Sasa masih menganggap aku sebagai kekasihnya. Aku tak sanggup jika khumaira menangis karena Sasa.
Tuhan, tolong bantu hambamu ini. berikan jalan agar hamba bisa menyelesaikan semua masalah ini.
Aku bangkit dari posisi dudukku saat ini, Kepala ku mendadak pusing karena memikirkan persoalan ini. Saat aku masuk tak sengaja mata ini melihat khumaira sedang memegang handphoneku.
“Astaga apa dia melihatnya," aku berjalan cepat ke arahnya, kekhawatiranku begitu besar sekarang. aku takut khumaira melihat pesan Sasa padaku.
“Sayang apa yang sedang kamu lakukan," ujarku.
Khumaira berbalik, tampak pancaran matanya menyiratkan sesuatu. Tapi mata indah itu dengan cepat menyipit karena senyuman manis yang dia berikan.
“Tidak ada mas, khumaira hanya mematikan alarm saja. mas sering sekali melupakan nya," Khumaira menyerahkan handphone itu sambil tersenyum manis, kemudian berjalan melaluiku.
Bahkan khumaira begitu hapal dengan kebiasaanku, yang selalu menghidupkan alarm handphone ketika akan melakukan sesuatu. Itu sebagai pengingat diriku saat jadwal begitu padat selalu.
Huh, Bantu aku untuk bisa menyelesaikan masalah ini tanpa harus membuat dua wanita berharga itu sakit ya allah. Mereka tidak pantas, jika harus menangis hanya karena seorang pria sepertiku.