bc

Perjanjian Lembar Kedua

book_age18+
50
IKUTI
1K
BACA
contract marriage
HE
kickass heroine
billionairess
heir/heiress
drama
bxg
genius
childhood crush
like
intro-logo
Uraian

Cinta, membawa wanita pemilik nama lengkap Eleanor Gilda terombang-ambing di dalam lautan derita. Penyatuan hati dengan lelaki pemilik perusahaan terbesar bernama Mike Simmon berakhir pada sebuah tragedi. Lalu, ia mendapatkan kembali kesakitan itu setelah mengenal sosok pria bernama Devan Smith dan Filbert Adrian.

Apakah Eleanor akan menyambut cinta lama yang datang lagi kepadanya?

Ataukah Eleanor ingin mengubah pasangan hidupnya bersama dua lelaki yang sempat membuatnya menderita?

chap-preview
Pratinjau gratis
PROLOG
Menyerah .... Mungkin, ini adalah kata terakhir yang dapat Eleanor berikan untuk suaminya. Berulang kali ia mengucapkan kata itu di dalam benaknya, sambil meresapi embusan udara sore hari di dalam ruang kekuasaannya. Angin sepoi-sepoi berembus, menelusup masuk melalui jendela kaca sebuah tempat produksi bahan pakaian di bawah atap bangunan bernamakan El-textile. Udara di sore hari menyejukkan pikirannya yang sedang kacau, dengan selembar kertas perjanjian pernikahan di dalam genggamannya, ia merenung. Menatap tajam pada barisan kata yang tertulis di balik kertas tersebut, meratapi kejadian-kejadian silam bersama suaminya. Tempat yang menjadi pijakkan kakinya kini, adalah tempat yang membuatnya mengenal seorang pria bernama Mike Simmon. Di tempat ini pula .... Suara meledam dari pintu ruang yang terbuka secara kasar, telah membuat Eleanor menatap pada sumber suara. Hiasan dinding bergetar samar, menyampaikan amarah dari tindakan yang dilakukan seorang pria. Lelaki ini memasuki ruang milik direktur utama, menghadap sang pemilik bangunan dengan paparan wajah murka. "Kau yakin ingin berpisah?" Mike segera menyampaikan tujuan, ketika berdiri di hadapan wanita yang duduk di atas kursi kepemilikannya. Eleanor tak lekas menyahut, ia menghempaskan kertas dari tangannya, sambil memandang malas wajah yang memerah di sana. "Yakin!" katanya berseru tegas. Mike mendesis ngeri, perasaan yang menggumpal di dalam sanubari, hanya dapat dilampiaskan pada kepalan tangan yang berada di dalam kantung celananya. "Kau marah?" Eleanor kemudian bangkit berdiri, dan berjalan lamban untuk menghampiri suaminya. Nada bicaranya tegas, mewakilkan keberanian yang telah lama terpendam. Biasanya, Eleanor takut untuk meluapkan keluh kesah dan emosi kepada suaminya. Bermaksud, untuk menjaga hati sang empunya. "Siapa yang tak akan marah kalau istrinya memutuskan kontrak pernikahan sepihak?" kata Mike membujuk dengan nada lembut. Ini belum saatnya! Mike menegaskan dengan tatapan tajam menuju wajah istrinya. Wanita yang sudah merampungkan ayunan kaki di samping Mike ini, melebarkan senyuman tanda sedang mencibir. "Sudah jadi keputusanku, kalau kau tak ingin terima, kau bisa intropeksi diri!" Salah? Mike bertanya-tanya di dalam benaknya. Kekhilapan apa yang telah ia perbuat, sehingga menyebabkan perpisahan ini terjadi? Lelaki itu kemudian menggeleng tajam, setelah mendapati bayangan akan pengalaman untuk merebut hati istrinya. "Karna aku terlalu posesif?" "Kau pikir itu penting untukku?" Padahal, Mike merasakan hal serupa dengan istrinya. Ia sudah menepati janji. Yakni .... "Terima kasih, karna kau sudah membantuku untuk menghidupkan pabrik ini lagi." Eleanor mengedarkan pandangan pada setiap penjuru ruang, menunjuk objek yang disebutkan dengan gerakan wajahnya. "Lalu, apa lagi yang kamu inginkan?" kata Mike kian membujuk, tetapi, kali ini nada bicaranya menjadi tegas. Lantunan kalimat perintah dengan nada seakan tidak ingin mendapat penolakan, Eleanor berharap, kali ini, untuk terakhir kali ia mendengarnya. "Mudah saja, tapi ... sepertinya kau tak akan bisa mewujudkannya," kata Eleanor. "Katakanlah!" "Hal itu tidak untuk aku katakan. Sebaiknya, kau belajar lagi dari pengalaman." Mike dibuat kewalahan, bahkan, ia tidak dapat menimpali ucapan istrinya. Hanya helaan napas dalam yang meluncur dari mulutnya. Seharusnya, untuk menggait hati wanita itu mudah, pikirnya. Karena, ia terlahir dari keluarga kaya, parasnya pun tampan bak seorang dewa. Lalu, apa lagi yang membuatnya menciut untuk mendapatkan hati sang Eleanor ini? "Surat gugatan cerai mungkin sudah sampai di kantormu, Mike," kata Eleanor, yang lagi membuat Mike tertegun rapuh. "Aku ingin kau memikirkannya dulu!" Kemudian, Mike sudah tidak dapat menahan kepedihan. Ia melangkah pergi, membawa luka hati di setiap ayunan kaki. Eleanor menghela napas lega, bahkan, telapak tangannya mengusap d**a. Nyaris, ia tergoda lagi oleh suaminya. Padahal, ia sudah bersusah payah mengumpulkan tekad untuk tidak lagi memberikan harapan cinta kepada sang empunya. Tidak hanya Mike yang dibuat frustasi akan keputusan pahit dari Eleanor ini. Eleanor sendiri pun mengemban dusta di dalam benaknya. Naluri mengatakan untuk memberikan lagi sedikit harapan kepada Mike, tetapi, niat hati tidak ingin terbantahkan. Eleanor mulai penat, ia dengan tergesa meraih tuxedo bagian atas yang bertengger pada tempat penyimpanannya. Kemudian pergi meninggalkan ruang yang telah menemaninya merenung selama dua jam ke belakang ini. Tujuan Eleanor adalah sebuah rumah sakit ternama di pusat kota, setelah tiba di sana, ia langsung memasuki ruang khusus dokter kandungan. Seperti sebelumnya, sang ahli medis menyatakan rahimnya telah bersih dari noda sisa benih cinta yang tumbuh satu minggu yang lalu. Ia mengalami keguguran, karena beban pikiran yang terlalu berat. Stres? Mungkin saja, tekanan batin yang membuatnya tidak dapat mempertahankan bakal anaknya. Ia mempersalahkan para insan yang telah membuatnya hampir gila itu. Termasuk, suaminya sendiri. Usai memeriksakan bagian dalam anggota tubuhnya, Eleanor meninggalkan ruang tersebut. Entah mengapa, ada rasa malas untuknya segera pergi dari rumah sakit ini? Sehingga, ia mencari tempat untuk dapat memanjakan diri. Mendapati pekarangan yang berada di halaman depan tempat ini, jua sebuah kursi tersedia di sana. Eleanor menapakkan tubuhnya di atas benda penumpu raga itu. Meresapi pijar senja yang bersinar kekuningan, dengan menatap cakrawala membentang di sana. Namun, kenikmatan terhadang, ketika seorang pria menghampiri dan lekas duduk di sampingnya. Eleanor menatapnya dengan kernyitan di dahi, tanpa berkata ia mengungkap perasaan herannya. "Nyonya Simmon?" kata si lelaki, berbalas tatapan tajam menusuk indra penglihatannya. Eleanor dibuat kian heran, karenanya, tidak pernah sama sekali mengenali sosok pria tampan yang sedang tersenyum kepadanya ini. Perasaan itu, membuatnya terpaku dalam renungan. "Bukan! Seharusnya anda sudah tak menyandang status itu, bukan?" Lantas, si lelaki kembali berkata. Apa? Eleanor semakin terheran-heran. Dari mana lelaki ini mendapatkan kabar tentang perceraiannya dengan Mike Simmon? Sementara, ia belum pernah memberitahukan kepada siapapun, selain suaminya. Ataukah? "Kau temannya Mike?" Eleanor ingin mengakhiri rasa penasarannya, dengan segera melepas kata pertanyaan. "Bukan!" Lelaki ini kemudian mengulurkan tangan, bermaksud untuk memperkenalkan diri secara resmi. "Kenalkan, namaku Filbert Adrian. Saya, pengagummu sejak dua bulan yang lalu." Pengagum? Jika demikian, Eleanor dapat menerka tujuan dari lelaki ini. Yakni, si lelaki menyukainya, tetapi, terhalang oleh status ikatan resmi bersama Mike Simmon. Lantas, Filbert mencari-cari informasi tentangnya. Pantas saja, lelaki ini dapat mengetahui kabar tentang perceraiannya. Sudah dapat dipastikan, si lelaki berambisi mengorek jati dirinya. Eleanor dengan senyuman membalas salam perkenalan itu, tak luput tangannya pun menyambut jabatannya. "Aku tak usah memperkenalkan diriku lagi, bukan?" kata Eleanor disertai tawa pelengkap candaan. Filbert menyahut dengan senyum menawan, kemudian mengatakan, "tentu, karna, aku sudah tau semua tentangmu. Termasuk, alasan kenapa anda menemui dokter kandungan." Mendengar kata dengan nada lembut, membuat Eleanor tertegun sejenak. Ada kehangatan yang menyelimuti hatinya. Mungkin, bukan karena ucapan si pria. Melainkan, karena ia yang sedang haus perhatian. Maka, hanya dengan kata-kata penggoda saja, telah membuat hatinya menghangat. Apakah Eleanor harus menyambut kehangatan ini? Tentu! Eleanor merasa, Filbert adalah dewa penyelamat hatinya. Kalau begitu, "Kenapa kau masih berbicara formal padaku?" kata Eleanor, disambut dengan senyum kemenangan oleh Filbert. "Jadi, kita bisa bertemu lagi? Di tenpat yang lebih indah dari taman rumah sakit ini?" "Ya! Kau bisa menghubungiku, tanpa aku berikn nomor ponselku, 'kan?" "Baiklah! Sepertinya, kau sudah ingin pergi." Mendapati ucapan tergesa-gesa itu, Filbert dengan mudah menyatakan terkaannya. "Ya!" Dan, Eleanor bangkit. Sebelum melangkah pergi, ia melengkapi salam perpisahan dengan senyuman dan lambaian tangan. Ada sedikit rasa lega, membuat Eleanor meninggalkan tempat tanpa beban. Lalu, ia menghampiri kendaraan roda empat miliknya, yang terparkir pada tempat yang tersedia. Senyuman menggiring setiap gerakan yang dilakukan Eleanor, tetapi, seketika enyah. Manakala, di tengah perjalanan, mobil yang berada di belakang kendaraannya telah menabraknya. Eleanor murka, ia menghentikan laju kendaraan, dengan posisi mobil itu menyilang di tengah jalanan. Bermaksudkan, agar kendaraan yang telah membawa masalah pada dirinya tidak dapat melarikan diri. Benar saja, si pengendara dari mobil yang dihalanginya menghampirinya. Eleanor dengan tegas membawa tubuh keluar dari dalam kendaraan, dan menyambut lelaki itu dengan sorotan mata dendam. "Kau sepertinya baru belajar mengendarai mobil," ucap Eleanor ketika seorang lelaki melenguh di hadapannya. "Nona, maafkan aku, tapi ... aku sedang terburu-buru. Kalau kau mau minta ganti rugi-" lelaki itu menjeda kata, ketika tangannya sibuk meraih dompet dari dalam kantung celananya. "Kau pikir aku kekurangan uang?" Eleanor berkata setengah berteriak. Namun, lelaki ini sepertinya tidak menghiraukan amarah si wanita. "Kau bisa menghubungiku nanti." Tanpa acuh, lelaki ini menyerahkan kartu tanda pengenal diri kepada Eleanor. "Huh ...." Melihat dari tindak-tanduk si lelaki, Eleanor tidak dapat mencurigai. Lalu, membiarkan pria itu pergi, sebelumnya meraih secarik kertas yang disodorkan si lelaki. Eleanor melihat sekilas tanda pengenal itu, terdapat nama "Devan Smith?" Membacanya dengan lantang, karenanya ia pernah mendengar nama itu dari rekan bisnisnya. Ya! Dia adalah pria yang menjadi saingan Mike Simmon. Lelaki yang berhasil mendobrak popularitas, hingga berhasil mendapati peringkat kedua sebagai pembisnis termuda. Lantas, tidak mungkin lelaki ini mengabaikan tragedi nahas lima menit yang lalu, bukan? Eleanor memberikan kesempatan kepada dirinya sendiri, untuk menghubungi si lelaki di lain hari.

editor-pick
Dreame-Pilihan editor

bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

Tentang Cinta Kita

read
192.8K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
209.2K
bc

My Secret Little Wife

read
102.9K
bc

Siap, Mas Bos!

read
14.8K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.9K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
15.9K

Pindai untuk mengunduh app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook