Eren sedang sibuk berkutat dengan pekerjaannya di atas pangkuan Kevin, sangat fokus sampai-sampai tidak mengacuhkan Kevin yang sedang menggambar pola-pola abstrak di punggungnya dengan jari-jemarinya.
"Kalau kau sedang serius begini ... kau terlihat semakin seksi," bisik Kevin sambil mengendusi leher yang tertutup kerah kemeja Eren. Ia sangat menyukai aroma citrus yang berpadu dengan kelenjar keringat Eren sendiri, sangat segar.
"Jangan ganggu aku, Kevin," rutuk yang dipangku dengan bibir cemberutnya, tak suka diganggu dengan pekerjaannya.
"Aku tak mengganggumu. Kerjakan saja pekerjaanmu," ujar Kevin dengan wajah yang dipolos-poloskan.
Hening.
"Uhhh—K-Kevin, jangan menyentuh pahaku!" keluh Eren saat merasakan telapak tangan besar itu menggerayangi dengkulnya, lalu menjalar hingga ke paha bagian dalam. Tentu saja Eren kegelian sampai-sampai badannya mundur memepeti d**a Kevin yang bidang, menghindari sentuhannya yang semakin nakal.
"Hanya lanjutkan saja pekerjaanmu, Sayang. Jangan memedulikanku," kata Kevin yang diam-diam menyeringai di belakang Eren.
Si pria yang digoda pun hanya menarik dan membuang napasnya, berusaha menetralkan pikirannya yang sempat tak fokus.
"Kalau kau bekerja, jangan memedulikan apa-apa kecuali urgent." Ya, tentu saja itu perkataan si workaholic yang tak mempedulikan apa pun selain kerjaannya.
Eren mengangguk. Ia kembali memakukan mata serta pikirannya pada pekerjaannya, sampai—
—Sampai tangan Kevin mulai menggerayanginya, lagi.
Satu kali usap, Eren masih baik-baik saja.
"Uhh ...." Usapan kedua. Tangan Kevin mengelus paha dalamnya perlahan, Eren merapatkan pahanya agar tangan itu tak bisa bergerak.
Tangan kanan diapit, Kevin masih punya tangan kirinya yang meraba paha bagian luar Eren, kemudian menjalar naik memasuki jas serta kemeja si mungil.
"K-Kevin, stop—hhh," keluhnya sambil memejamkan matanya frustrasi.
"Jangan pedulikan aku, Eren."
Bagaimana bisa tak peduli jika kau saja menyentuhku begini! maki Eren dalam hati. Sedikitnya pikirannya sudah melanglang buana ke mana-mana ketimbang terpaku dengan apa yang dikerjakannya sekarang.
Eren membekap bibirnya dengan tangan kiri, pun tangan kanannya meremas gadget apel tergigit miliknya frustrasi tatkala tangan hangat Kevin merabai dadanya, menyentuh putingnya sensual.
"Ngh ...." Napasnya tercekat saat ibu jari dan telunjuk Kevin mengapit putingnya, memelintirnya main-main.
"Kevin! Aaah!" Kepala si pendek tersentak membentur bahu Kevin ketika pria yang memangku itu menjepit pucuk d**a si mungil untuk kemudian menariknya kasar.
Eren menggeram.
Cukup sudah!
Eren langsung menurunkan kedua telapak tangan Kevin dan membalikkan tubuhnya sendiri. Ia juga langsung mempertemukan kedua bibir itu untuk berciuman dengan penuh gairah.
Kevin si penggoda tentu saja senang, pria itu tersenyum sangat-sangat licik dalam ciuman yang Eren berikan. Ia suka ketika kucing nakalnya berubah menjadi kian membinal.
"N-ngaaah!" pekikan tertahan itu keluar saat tangan kekar Kevin meremas bongkahan pantatnya dengan keras. Ia tak tahu jika dirinya yang sedang terangsang akan sangat sensitif terhadap sentuhan seperti itu.
Matanya berkaca-kaca menatap Kevin, mengirim sinyal bahwa ia sangat putus asa akan rabaan yang Kevin berikan. "K-Kevin ...."
Dengan senyuman tipis, Kevin mendekati perpotongan leher Eren. Mengendusi dengan hidungnya sehingga terasa dielus oleh pucuk indra penciuman Kevin. "Ya, Sayang?"
Si dominan menggigit leher submisifnya pelan, menjilatinya hingga liur panas itu meleleh membasahi kerah si mungil, pun menjalar ke dadanya.
"A-aah ...."
"Kau benar-benar cantik." Mata itu menilik ekspresi sang kesayangannya yang telah diliputi kabut gairah. Ia senang melihat mata berairnya Eren dihiasi dengan wajah yang memerah sempurna, seperti memohon untuk dimasuki tanpa ampun.
Netra kebiruan dan abu-abu itu bersibobrok, saling menatap dengan penuh perasaan. Kevin memajukan wajahnya, mempersatukan bibir mereka dengan ciuman yang lembut. Melumat bibir atas dan bawah itu bergantian, menyesapnya dalam cumbuan.
Sangat nikmat sehingga Eren hanya bisa meremat jas Kevin untuk menyalurkan rasanya.
Namun, lain Eren lain Kevin. Tangan Kevin malah sudah beraksi membuka satu persatu kemeja sekretarisnya itu. Hingga terpampanglah d**a rata—tapi tak tahu kenapa sangat menggairahkan—milik papanya Emer.
Tangan itu menelusup masuk untuk menggoda kedua p****g lelaki manisnya, yang mana membuat Eren meringik dalam ciumannya.
"Kau benar-benar indah," bisiknya sambil menatap memuja bagian atas tubuh Eren yang putih sehingga terdapat sedikit freckles yang samar. "Cantikku, milikku."
"Kevin," Submisifnya yang lemas akan rayapan tangan Kevin langsung lunglai, menyembunyikan kepalanya pada bahu Kevin. Bernapas dengan terengah untuk akhirnya menyerah. "A-aku ... menginginkanmu."
-
"AHH!" Eren menjerit keras di kala satu jari Kevin menerobos bagian belakangnya, ia masih saja merasa kesakitan meskipun sudah menggunakan pelumas juga lelehan spermanya—yang bisa-bisanya keluar begitu saja hanya karena dicumbui oleh kekasihnya.
"Lubangmu menjepit jariku dengan kuat, Sayang," lirih Kevin seduktif.
"S-sakit," cicit Eren. Sebenarnya hanya perih saat dindingnya yang kering—karena hanya mengandalkan liur dan precum-nya—tergesek oleh jemari berkulit kasar Kevin, setelah masuk tak begitu perih. Namun, tetap saja lubangnya terasa aneh.
Ya, aneh. Biasanya analnya hanya mengeluarkan, tiba-tiba sekarang dimasuki.
Kevin langsung berdiri dari tempat duduknya—yang otomatis tubuh Eren ikut terangkat. "Turun dan berbaliklah."
Eren menurut. Ia langsung turun dari gendongan koalanya dan memunggungi Eren, meskipun tak tahu untuk apa dirinya diperintah seperti itu.
"AH!" Si kecil tersentak kaget tatkala tubuhnya ditundukkan. Dibuat menungging, menumpu terhadap meja yang penuh dengan berkas-berkas atasannya.
"Ngaah—hhh!" Sekretarisnya mendesah dengan ribut saat tanpa aba-aba bosnya justru memasukkan ketiga jarinya sekaligus dan langsung mengeluar-masukkannya secara brutal, yang mana membuat spot-nya tertumbuk liar. Terkesan kasar, namun akhirnya Eren suka walaupun hal ini tak membiarkannya mengambil napas. Dirinya terengah, seolah napas itu tertahan dalam kerongkongan. "K-Kevin, p-pelan!"
Namun tentu saja Kevin tak mengindahkannya, ia justru semakin gencar memenetrasinya hingga akhirnya pria kecilnya merasakan pandangannya memutih, tubuhnya mengejan. Dirinya keluar untuk ketiga kali.
Pria tinggi itu merasakan jarinya diremas kuat oleh lubang tersebut dengan super intens. Matanya menatap takjub rektum Eren yang basah kemerahan, berkedut menghisap jemarinya bak ular yang tengah memakan mangsanya. Pemandangan yang sangat eksotis.
"Bolehkah?" tanya Kevin memastikan.
Sebenarnya Eren belum benar-benar siap, tetapi saat mengingat dirinya yang sudah berkali-kali diberikan kenikmatan ... mau tak mau ia mengangguk. Ia tak boleh egois. "Y-ya, lakukan saja."
Tidak ingin memberikan Eren waktu untuk berubah pikiran, dirinya perlahan memosisikan pinggulnya sembari menahan pinggang Eren agar tak bergerak. "Ini akan sakit maupun pelan atau tidak. Jadi, tahanlah sebentar. Oke, Sayang?"
"Iya—ARGH!" Eren merasakan tubuhnya seperti ditikam di bagian bawahnya. Sangat perih dan ia sangat kesakitan di saat kepunyaan Kevin mengoyak lubangnya secara langsung. Ia dapat merasakan lubangnya lecet yang saat itu juga dialiri oleh darah kentalnya. Ia menangis, ini terlalu sakit.
"S-sakit, Kevin," adunya sambil meringis dalam tangis.
"Maafkan aku," sesalnya. "Apa mau dihentikan saja biar tak sakit?"
Sialan, sudah kesakitan begini masa mau berhenti, maki Eren dalam hati, namun tak bisa ia katakan karena ia mau bicara saja rasanya ikut sakit.
"T-tidak. Jangan," ucap Eren. "Bergeraklah pelan-pelan."
"Oke, setelah ini akan kuobati." Dan Kevin pun menggerakkan pinggangnya, pun dengan pinggul Eren yang ia pegangi. Pinggangnya maju, pinggul Eren mundur. Terus bertabrakan, mengakibatkan keduanya diberi kenikmatan yang sama. Begitu terus hingga lama-lama tempo gerakan itu menjadi semakin cepat dan kian meliar.
Kevin menyukai bagaimana a**s Eren memanjakan kejantanannya, begitu pula dengan Eren yang menyukai bagaimana milik Kevin menumbuki sesuatu yang berada di dalam tubuhnya. Prostatnya dihentak dengan kasar sampai Eren bisa gila dibuatnya.
"Kau benar-benar nikmat," puji Kevin dengan mata terpejam, merasakan dengan detail betapa ketatnya lubang si kesayangan.
"A-aku mau keluar," kata sang submisif di sela-sela desahannya.
Kevin menggeram bagai serigala. Kelelakiannya juga tengah berkedut di dalam, siap untuk menumpahkannya ke organ Eren.
"Aku mencintaimu, Eren!"
Dan ....
Keduanya keluar beberapa kali, klimaks dengan merasakan gelombang yang sangat memuaskan—apalagi dengan Kevin yang kejantanannya serasa diperas karena saat Eren keluar, dinding anusnya mengetat tanpa ampun. Sangat nikmat.
"A-aku juga men—" Eren ingin menjawab, namun saat mendongak, matanya menemukan seseorang yang tengah mengintip di ambang pintu dengan tatapan terlukanya. Bersibobroklah kedua netra hingga membuat keduanya membeku bagaikan patung.
"Lihat apa, Sayang?" tanya Kevin ketika merasakan tubuh Eren menegang, ia pun ikut mengarahkan pandangan ke tempat yang sama.
"Sharon?"