A New Job

1144 Kata
Setelah pertemuannya bulan lalu dengan Sharon, Eren berusaha bersikap biasa saja. Ia ingin bertindak egois walaupun ini terus menjadi bayang-bayang rasa bersalah yang menghantuinya. Rasanya ia seperti pria berengsek yang tetap berteman dengan Sharon seolah tak tahu apa-apa, padahal di belakang Sharon pun ia yang mengakibatkan semakin retaknya rumah tangga keduanya. Sebutlah ia perebut suami orang. Terkesan jahat, ia mengakuinya. Di satu sisi ia ingin mengalah merelakan Kevin untuk Sharon, tapi ia rasa itu tak akan mengubah keduanya. Ada tidaknya dirinya, rumah tangga itu pun tak akan berjalan lancar karena tiada cinta yang kuat sebagai fondasinya. Dan juga, melihat betapa Kevin memperlakukannya dengan baik nan penuh cinta membuatnya tak ingin melepas pria itu begitu saja. Setiap kegoyahannya, pasti Kevin akan menguatkannya agar ia terus mempercayai Kevin. Tentu saja, ia sangat percaya akan cintanya. "Kau ini suka sekali melamun, ya!" sentak seseorang yang tiba-tiba mencubit pipinya pelan. "K-Kevin?" Eren menatap wajah pria tinggi itu horor, "Apa yang kau lakukan di sini?" "Oh, aku baru saja selesai meeting sama bosmu di sini." "Aku tak bertanya kenapa kau di kantorku," ralat Eren, "tapi aku bertanya apa yang kau lakukan di sini, di divisiku, di depan mejaku?" bisiknya sambil menatap sekitar. "Apa salah aku mengunjungi keka—hmph!" Buru-buru Eren membekap mulut Kevin dengan telapak tangan kecilnya. Alih-alih meminta dilepaskan, Kevin justru menjilat telapak itu pelan membuat Eren langsung melepasnya dan menatap Kevin dengan jijik. "Kau jorok!" pekiknya tertahan. Tiba-tiba si tinggi menundukkan kepalanya, mendekatkan bibirnya dengan telinga si mungil. "Aku akan ke rooftop duluan. Jangan lupa menyusul ya, Sayang." Dan sebagai salam perpisahan, Kevin menggigit telinga Eren cepat, yang mana membuat Eren refleks merintih. Sialan, untung saja posisi bilik kerjanya menguntungkan, jadinya orang-orang hanya melihat seolah tengah dibisiki biasa oleh Kevin. Beberapa menit setelah Kevin pergi, ia pun sedikit merapikan mejanya untuk kemudian beranjak menyusul Kevin ke rooftop kantornya. - "Senang akan pemandanganmu?" tanya Kevin tiba-tiba. Menarik Eren pada kesadarannya. "Eh?" Eren tergagap di tempatnya berdiri. Wajahnya merona samar ketika tertangkap basah memandangi rambut Kevin yang berantakan tertiup angin. Alih-alih terlihat buruk, lelaki yang tiga bulan lebih tua darinya itu justru terlihat seksi. "Kemarilah," pinta Kevin sambil merentangkan tangannya. Eren yang melihat itu pun langsung berlari kecil guna menghampiri d**a bidang sang kekasih, memeluknya dengan erat seolah telah lama tak bertemu. "Kau ada masalah?" Kevin menatap wajah si pendek dengan mesra. "Tidak ada." "Kau tahu kalau kau tidak bisa membohongiku 'kan, Papanya Emer?" Pria yang lebih muda terkikik pelan dipanggil begitu. "Hanya memikirkan tentang pekerjaan dan ... kau tahu, berapa lama ini aku merasa dihantui rasa bersalah karena jadi orang ketiga di hubungan orang." Dominan itu langsung menggigit hidung submisifnya gemas. Sudah ekspresinya lucu, gemas akan pikirannya juga yang sudah ribuan kali Kevin bilang untuk jangan overthinking. "Kau ini! Kau bukan orang ketiga. Kau dan aku, kita. Hanya berdua." Dan lumatan di bibir Eren adalah bukti bahwa memanglah ia merasa sangat dicintai. Lagi, ia yakin bahwa semuanya akan baik-baik saja. "Omong-omong, apa bosmu sudah bilang?" "Bilang apa?" Eren bertanya sambil menenggelamkan wajahnya di ketiak Kevin, menghirupnya dalam—ia memang menyukai aroma parfum serta keringat yang menyatu pada tubuh lelakinya, tercium sangat maskulin. "Perusahaanmu diakuisisi oleh perusahaanku. Kau tahu bahwa perusahaanmu sedang agak pailit, 'kan?" Eren sejenak berpikir. Benar juga, pantas saja beberapa rekan kerjanya banyak yang di PHK beberapa bulan ini. Mungkin itulah sebabnya, karena perusahaan sedang jatuh. "Um ... ya. Lalu?" "Dan aku me-request perusahaanmu untuk menyerahkanmu—" "Tapi aku bukan barang!" sela Eren tak terima. Enak saja dirinya dipindahtangankan seenak jidat. "Bukan, Sayang. Tak ada yang menganggapmu barang," kata Kevin buru-buru sebelum Eren salah paham. "Jadi karena perusahaannu diakuisisi, beberapa karyawan kantormu ada yang dipindah divisi maupun dipindahkan ke cabang lain perusahaan. Nah, berhubung aku baru memecat sekretarisku, jadi aku meminta bosmu untuk menjadikan si cantik ini menjadi sekretaris pribadiku." "T-tapi aku belum ada pengalaman menjadi sekretaris. Aku kan departemen keuangan," cicit Eren sedikit minder. Ia takut ketidakbecusannya justru akan merecoki pekerjaan calon bos barunya, Kevin. "Nanti kuajari, Eren—" "Oke." "—Kuajari untuk menjadi sekretarisku di kantor maupun di ranjang," godanya sambil bersiul genit. "Sialan kau, c***l!" pekik Eren sambil menjambaki rambut Kevin brutal dengan wajah memerahnya. Kevin benar-benar. Sudah seminggu ini pikiran kekasihnya itu sangat liar, yang menggodanya bahkan sampai nyaris melecehkannya. Eren memang masih polos. Maksudnya ia belum pernah melakukan seks sesama laki-laki selama hidupnya. Dulu pun ia hanya berpacaran dengan normal. Pelukan, ciuman, berbincang, paling mentok hanya dibubuhkan kissmark oleh Kevin. Catatlah bahwa sebelum dan sesudah bersama Kevin, Eren itu straight. Kevin tertawa keras melihat ekspresi Eren yang merengut sebal. "Jika kau seperti itu, aku jadi tak bisa membedakan mana Eren dan mana Emer." Yang lebih mungil langsung mengangkat tangan Kevin, untuk kemudian— "AH! EREN, KENAPA KAU MENGGIGITKU?!" —digigit sekencang-kencangnya, mengeluarkan segala emosinya dengan penuh cinta. - "Pak Eren, ini file-nya salah," tegur Ruth sambil menunjukkan layar komputernya, ia adalah sekretaris manager biasa di perusahaan Kevin yang Kevin utus untuk membantu si sekretaris CEO ini. "Seharusnya kau tambahkan ini di sini." "Ah, iya." Eren tersenyum kikuk. "Akan kubetulkan." "Oke, kalau ada apa-apa telepon aku saja, oke? Aku harus kembali ke pekerjaanku. Kutinggal tak apa, ya?" Ayah dari Emer itu mengangguk dan memberikan senyum tipis sebagai tanda perpisahan keduanya. Saat sedang asyik mengetik, tiba-tiba intercomnya berbunyi. "Iya, Pak Kevin?" Ya, selama di kantor atau di luar ruangan Kevin, ia memang membubuhkan panggilan 'pak' untuk Kevin sebagai formalitas. "Ah, baik." Tanpa perlu menunggu lama, ia pun beranjak dari duduknya sambil membawa iPad di tangan. Berkunjung ke ruangan sang CEO kesayangan. "Ada apa, Kevin?" tanya Eren setibanya di ruang kerja Kevin dan berdiri di hadapan atasannya. Pria berjas itu langsung melepaskan kacamatanya dan melonggarkan dasinya. "Kata Ruth kau agak susah menyerap ilmu sekretaris darinya, ya?" Eren tersenyum canggung. "Y-ya. Aku masih bingung tentang sekretaris. Dan ... rasanya seperti banting stir, kau tahu?" "Baiklah, sini biar kuajarkan," titah Kevin sambil menepuk kedua pahanya pelan. Eren yang tak paham justru memiringkan kepalanya bingung. Oke dirinya mau diajarkan, tapi apa maksud tepukan seolah ia disuruh duduk di pangkuan? "Tunggu apa lagi, Eren? Sini, duduk di atas sini," pinta Kevin sambil menunjukkan pahanya yang berlapiskan celana bahan. Si mungil mengangguk. Ia langsung menghampiri bosnya itu dan mendaratkan bokongnya di pangkuan atasannya itu. "Mana yang tak kau mengerti?" Mulut Kevin yang berada di belakang tengkuk Eren langsung membuat yang dipangku menegang, bulu kuduknya langsung meremang tatkala napas hangat itu melewati ceruk tengkuk ke arah lehernya itu. "I-ini," lirih Eren sedikitnya tak nyaman dengan posisi ini. "Oh, begini ...." Kevin menunjuk beberapa hal yang tertera di iPad milik sang sekretaris. Eren pun berusaha untuk fokus dan profesional. "... Kau mengerti?" Eren mengangguk mantap. "Baik, akan kukerjakan sekarang." Eren hendak beranjak, namun Kevin justru menahan pergerakannya dengan melingkari perut rata tersebut. "E-eh?" "Kerjakanlah di sini," bisik Kevin. "Di atas pangkuanku." "Jadi bebas bertanya, 'kan?" "Kau bilang kau sudah mengerti, jadi kau tak boleh bertanya. Kalau kau bertanya atau salah, kau akan dapat hukumannya. Paham?" Tak ada yang bisa lebih menakutkan dari ini, maka Eren hanya menganggukkan kepalanya pelan dan menelan ludahnya kasar.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN