"Kalung lo bagus." Ucapanku membuatnya tersentak dan segera menyembunyikan benda itu ke balik kaus putihnya. Aku merenung seperti pernah melihat benda itu. Belum lama ini, tapi di mana ya?
"Kalo pake ini gue pasti menang tawuran." Tidak aku sangka dia menjawab pujian dan obrolan remeh dan murah macam kacang goreng itu.
Aku menarik sudut bibir kembali memandangi sosoknya yang lagi melihat padaku. "Tadi dipanggil guru BK karena ikut tawuran? Kenapa lo ke sekolah lagi nggak langsung cabut aja?"
Dia bergeming sebentar lalu mengendikkan bahunya. "Diceramahin sama Bu Imel. Biasa deh tuh guru ngomel mulu. Gue dijitakin. Namanya juga udah tradisi dan masalah itu ada terus, jadi dipanggil doang sih. Tapi nanti hari Senin, wali murid yang ketangkep tawuran dipanggil. Ada surat panggilannya tuh."
Aku tersenyum mendengar Alvin bercerita. Perasaan cemas mendadak merayapi hati perasaanku. "Ortu dipanggil itu bukan cuma doang! Lo nggak takut?" tanyaku kesal.
Lagi-lagi dia mengendikkan bahunya. "Paling yang dateng nanti wali gue, si pengacara suruhan biasanya, buat beresin." Dia menunduk terlihat menutupi sesuatu. Sudut bibirnya terangkat senyuman sinis.
Aku dan Jojo yang sering dibikin repot kalau Alvin diamankan di ruang BK. Habis bikin ulah. Aku kira pria berjas hitam yang sering datang untuk mengurus masalahnya adalah keluarganya, tetapi jawabannya ternyata bukan. Aku tidak berhak ikut campur mengurusi keluarga Alvin. Tidak semua orang suka diusik masalah pribadinya. Tidak ada yang dekat amat dengan Alvin. Aku bertaruh Jojo, Dika, dan Rayn juga tidak terlalu tahu sosok asli Alvin.
Kadang kasian juga dengan Alvin, mengingatkanku pada sosok misterius legendaris lainnya yang terkenal di sekolah. Alvin mirip Dilan. Atau, memang penerus Dilan, aku berharap Alvin bisa meninggalkan dunia tawurannya itu. Bahaya. Sejak Alvin akrab dengan Dilan awal semester genap cowok itu reputasinya langsung buruk. Karena mereka mirip, jadi lumayan dekat. Oke itu hanya asumsiku. Satu sekolah juga tahu bagaimana Dilan dulu suka berulah sampai musuhnya dua sekolah.
"Lo mirip Dilan."
"Dilannya Milea?" Dia tersenyum samar.
Aku menatapnya datar dengan mata menyipit menatapnya. "Lucu lo kali ini. Bukan Dilannya si Milea, tapi itu loh Dilan yang serem."
"Oh, dia. Kita dekat, udah gue anggap kayak abang sendiri. Lo nggak jadi wawancara dia, ‘kan?"
Aku mengerutkan kening karena masalah wawancara dibahas. "Nggak. Fachri bilang nggak usah. Idenya ditolak sama guru pembimbing ekskul."
Alvin mendenguskan tawa pelan penuh kesinisan. Aku melotot curiga.
"Pengecut amat," gumamnya pada diri sendiri, tapi aku mendengar itu.
Aku memajukan tubuh ingin tahu yang lebih lanjut. Dia menyadari diriku yang makin lama makin dekat. Dia berhenti senyum, kembali menjadi Alvin si jutek. "Apa? Lo nggak ngapa-ngapain dia, ‘kan?" tanyaku curiga.
"Gue bilang ke Dilan kalo lo mau kenalan. Dia nggak mau, katanya lo masih kecil. Nggak menggairahkan. Dia nggak mau diwawancara juga. Gue yang bilang langsung ke Dilan kalo anak jurnalis tertarik sama profil dan kehidupan dia yang jadi legenda sekolahan."
"Eh, kok k*****t si tuh orang!" dengusku sebal. Mentang-mentang dia udah tua, pasti seleranya cewek-cewek seksi. Dilan paling sebelas dua belas dengan Aidan. "Uh, ngeselin. Dia misterius banget. Hebat banget ada cowok yang cakep dan keren tapi nggak narsis."
"Gue bilangin loh ke orangnya." Alvin menatap tajam mengancam.
Aku mendadak panik. "Eh, jangan! Kita nggak cees nih?"
"Sejak kapan kita cees?"
"Oh, jadi selama ini kita apa?" Aku melotot.
Alvin pasang pose sok mikir dengan tangan mengelus dagunya, matanya menerawang ke atas. "Apa aja deh. Terserah lo."
Aku membanting punggung ke sandaran sofa memberengut. Alvin tertawa pelan. Namun, efeknya dahsyat. Aku terpana sesaat melihat dia tertawa sampai matanya menyipit dan giginya kelihatan. Ini pertama kalinya aku melihat deretan gigi Alvin. Oke, bukan umpamaan yang pas. Tapi, apa yah dia menarik dengan caranya sendiri. Karena aku lihatin terus-terusan dia berhenti tertawa dan dingin kembali. Alisnya sebelah menaik seakan mempertanyakan arti tatapanku.
Aku salah tingkah, buang muka ke layar TV yang menampilkan berita terkini artis cantik yang biasa main di film terkenal. Meski umurnya sudah hampir kepala 4, wajahnya masih tetap muda. Gayanya yang elegan selalu membuatku menganga kagum. Aku mengagumi kecantikan artis cantik tersebut yang diwawancarai baru saja menghadiri premiere film terbarunya yang diangkat dari novel best seller. Meski perannya pasti selalu kebagian menjadi wanita tua, aku yakin jika dia berperan sebagai wanita muda simpanan CEO m***m pun masih bisa diterima. Aku ingin segera mengabari Rina dan Della bahwa film yang kita tunggu sudah mulai ada di bioskop. Aku menyambar ponsel ngirim pesan.
ANU INU (200+)
Dea Sagita:
Gengs, film Dua Rembulan udah mau tayang. Nonton yuk
Alvin Matt:
Ogah
Aku mengangkat pandangan saat sebuah pop up notifikasi pesan muncul berisi pesan dari Alvin. Cowok itu duduk agak miring kepalanya ditopang dengan tangan kanan dan memegang ponsel dengan tangan kirinya. Dia memainkan alisnya saat kami bertemu pandang. Aku mencebik kesal. ngapain dia yang balas pesan?
Karina Yessi:
HUAAAAAA yuk!!!!!!!!!!!
Andella Jenny:
Ikut aja gue mah, mau kapan?
Rayn Ghali:
Besok aja rame-rame. Oppa ikut ^^
Karina Yessi:
Apasi Rayn. Huek, jijik oppa ige mwoya.
Andella Jenny:
Rayn modus aja, sama cewe lo sana. Kardus cowok ikut sendirian ;)))
Rayn Ghali:
Kalian kan pacarnya oppa, neeeeee?
Joshua Diantoro:
Ayen-_____-
Andella Jenny:
Huek najis
Karina Yessi:
Kalo sama Rain Bi gue mau.
Rayn Ghali:
Najis najis gini pernah baperin kalian.
Dika Prayogo:
Mampus lu playboy. Dalem anjir itu luka lama jan dikorek. Tampol aja rin del tar dia kebiasaan.
Andella Jenny:
Skip -__-
Karina Yessi:
Itu juga khilaf langsung mkir: gile aja gue, Rayn kan mukanya kayak kardus besek.
Dika Prayogo:
MWOYA EOTTOKE? *bener kaga?*
Ayo buli Ayen.
Karina Yessi:
Ini kenapa jadi pda Koreaan -__-
Rayn Ghali:
Fix kalian kita bukan koalisi lagi -_-
pecah kalian musnah -_-
Dika, kok jahat sama saya? Fix, gak gue bagi VS terbaru.
Dika Prayogo:
Sori sori itu tangan gue asal ngetik -_- jan gitu elah
Karina Yessi:
Dasar cowok -__-
Andella Jenny:
WOI!! Jangan dibahas disini -_- Mata gue ternodai
Joshua Diantoro:
Anjay :v
Rayn Ghali:
Jojo nongol pas baca ada kata VS-nya pasti
Dika Prayogo:
Aduh, lae =D
Joshua Diantoro:
Kagak sumpah -_-
Jangan ngadi-ngadi ye lu kutu beras
Aku tertawa keras sengaja menikmati kerusuhan di grup ini. Saat dipelototin Alvin aku segera bungkam. Aku melirik sedikit cowok itu tidak bereaksi padahal obrolan di grup seru banget. Dia main hape itu lagi ngapain ya? Lagi chat sama pacarnya? Apa udah punya pacar? Kayaknya serius banget. Eh, bukan urusanku sih!
Joshua Diantoro:
Filmnya ttg apa si?
Rayn Ghali:
Gue tdi liat di Tv banyak cecannya. Ada Michelle Ziudith.
Aku tersenyum isi balasannya kembali ke bahasan film.
Dea Sagita:
Tentang cewek gamon gitu. Kalian mau ikut?-_- ini film cewek
Dika Prayogo:
Ilah -___- Dea banget
Dea Sagita:
Jgn ngomong Dika ;))))
Ingin rasanya meremas kepala Dika.
Karina Yessi:
Asdfghjkl ingin ngakak ;))
Rayn Ghali:
Boleh ketawa ga? H A H A
Joshua Diantoro:
Ikut aja, boleh bawa orang? Tawa lu bau, yen. Bau sirih.
Andella Jenny:
Jojo malu-malu pedekatenya, bawa aja tar gue juga bawa Sungjae Oppa.
Rayn Ghali:
Sundel punya Oppa selain gue? O gt. Oke gue bawa siapa ya, banyak jd bingung.
Karina Yessi:
Atas gue sok ganteng.
Joshua Diantoro:
Sok laku -__-
Rayn Ghali:
Salah gue paling ganteng?
Dika Prayogo:
Yen, gue enek bacanya.
Yaaaa, bawa aja yg kalian punya.
Kayak kencan berjamaah jadinya oi. Seru nih
Andella Jenny:
Abis Oppa ceweknya banyak jadi akuh cari yang setia
Bisa bikin nyaman dan bahagia ^^
Anjas
Rina,oppamu genit nih modusin aku depan kamu
Karina Yessi:
Oke gue juga bawa gandengan. Biar kalian kenalan. Bomat oppa gue gak dekil gitu. Gak kenal ama Ayen. Ughhh
Rayn Ghali:
Anying gue mana pernah dekil? Gue baby face gini -3- unyu nyuk mwah
Joshua Diantoro:
Babi Face yang bener.
Loh Dea mana?
Kok ilang?
Dea Sagita:
Hmmmm kalian bawa gebetan kok gue kesel ya ;))))
Tar gue juga bawa pacar deh :*
Andella Jenny:
Loh emang Dea punya pacar?
Rayn Ghali:
Loh emang Dea punya pacar? (2)
Karina Yessi:
Loh emang Dea punya pacar? (3)
Dika Prayogo:
Loh emang Dea punya pacar? (4)
Joshua Diantoro:
Loh emang Dea punya pacar? (5)
Dea Sagita:
Sialan kalian semua minta diuruk pasir ;((
Awas aja ya kalo gue bawa cogan kalian pada iri!
Aku menangkap ada suara tawa kecil di dekatku. Siapa lagi kalau bukan cowok yang duduk di seberang sana. Aku melihat pesanku sudah dilihat oleh 6 orang yang artinya semua anggota membacanya. Alvin pasti jadi sider.
"Sider deh, lo mau ikut?" tanyaku sudah kesal.
"Apa? Mau cari sekutu lo jones sendirian di sana?"
Sial.
Maksudnya kan tidak begitu, kenapa dia nangkepnya ke sana. Rasanya aneh nanti aku akan berjalan dekat Alvin karena yang lain asyik sama gebetan masing-masing. Ini lebih ngeri daripada aku jalan sendirian mandangin teman-temanku jalan sambil bergandengan tangan dengan pacar. Tapi, jadi Alvin itu jones?
"Siapa yang jones? Lo jones juga tuh!" tudingku rada senang soalnya ada yang sesama jones.
"Weh, gue mah jomblo terhormat. Lo jones," cibirnya membuatku mengerucutkan bibir.
"Nggak ye! Gue bakalan punya cowok. Tuh cowok yang pernah gue tembak. Ganti berbalik dia yang nembak gue," ucapku sombong.
Alvin menoleh perlahan. Dia menyipitkan matanya kepadaku. "Mimpi aja sana. Gue suruh ngaca, nggak ngerti juga?" tukas Alvin sinis.
Aku melempar bantal sofa ke arahnya. Dia balas melempar bantal tepat mengenai mukaku. Alvin tertawa senang melihatku megap-megap.
"Dasar lo tuh!!” geramku.
Belum sempat aku membalas lemparan lagi, terdengar suara perempuan mengucap salam dan pintu diketuk. Mama pulang. Aku bernapas lega kalau Alvin pulang aku sudah memiliki teman lagi di rumahku. Aku buka pintu. Mama mengernyit melihat diriku yang masih pakai seragam sekolah.
"Tumben belum mandi. Temanmu masih ada ya? Motornya di depan garasi jadi Mama belum masukin mobil," kata Mama sambil melepas sepatu dan meletakannya di rak.
Aku membawakan tasnya dan berjalan bersama menuju ruang TV. Di sana Alvin sudah berdiri, saat melihat mamaku dia langsung pasang wajah sopan bahkan menyalami tangan Mama. Mama pamitan mau segera ke kamarnya. Di ruang TV tinggal aku dan Alvin lagi.
Kami sama-sama diam tidak ada yang mengeluarkan satu kata pun. Mengapa beda saat bersama Alvin, padahal dia sama aja kayak Jojo, Dika, dan Rayn, ‘kan?
Aku meliriknya, sedikit tersentak bahwa ternyata dia tengah melirikku juga. Tajam. Itu matanya bahaya banget. Beberapa kali kami hanya main lirik-lirikan, lihat-lihatan, dan aku sok-sokan fokus menonton berita sore untuk menutupi bahwa saat ini lagi gugup banget.
Beberapa kali aku berusaha tidak melirik ke arah kalungnya. Benda itu ada kemiripan dengan sesuatu yang pernah aku lihat namun lupa di mana.
"Kehadiran gue ganggu lo ya?" Tiba-tiba suaranya yang berat dan rendah mengagetkanku.
Aku menggeleng kuat-kuat. "Enggak, ah. Lo bisa main kapan aja sih, asal nggak tengah malem datengnya. Hehe."
Alvin meneguk ludahnya membuat jakun pemuda itu bergerak. "Udah gue temuin jawabannya. Di sini kayak menarik. My best place. Kayak rumah."
Aku menatapnya tidak percaya usai dia mengatakan begitu. Rumah? Aku mengerjapkan bulu mata syok, namun tetap tenang. Otakku berpikir mengapa ucapan dan sikap Alvin padaku akhir-akhir ini aneh. Aku memandanginya tepat di mata cowok itu. Manik matanya tidak asing. Dugaanku saja mengingat wajah Alvin pasaran kayak artis Korea. Aku tidak seharusnya ambil pusing.
"Vin?" panggilku.
"Ya?" balasnya.
Aku menijlati bibir gelisah. "Lo bener-bener nggak asing deh. Lo nggak punya kembaran, 'kan?"
Kesunyian yang menjawab pertanyaanku. Aku menyesal asal mengeluarkan pertanyaan itu, dari raut wajah Alvin yang tegang aku yakin pertanyaan ini cukup menyentaknya.
TBC
***
21 Okt 2021