bc

Through the Dream

book_age12+
63
IKUTI
1K
BACA
love-triangle
badboy
self-improved
comedy
sweet
bxg
coming of age
friendship
school
slice of life
like
intro-logo
Uraian

Dea sangat menyukai Rafael. Keberuntungan menghampirinya saat cowok itu tiba-tiba menjadi berbalik mengejarnya, padahal cinta Dea sebelumnya sudah pernah ditolak. Rafael mengakui sesuatu jika dirinya adalah teman masa kecil Dea sekaligus pemilik robot yang disimpan oleh Dea. Sosok anak kecil teman bermain yang sering muncul dalam mimpi Dea selama ini.

Setelah keduanya menjalin hubungan, semakin lama dalam berhubungan, keduanya menjadi sering ribut karena hal sepele. Semakin ribut semakin menunjukkan betapa mereka sama sekali tak mengenal satu sama lain apalagi benar-benar saling menyayangi. Dea tak pernah sadar bahwa hubungannya dengan Rafael itu toxic. Hubungan keduanya hanya satu arah. Dea dan Rafael lebih banyak ributnya daripada mesranya. Iya, terkadang mesra itu hanya pada awal hubungan. Jika dihitung dalam ukuran detik dan menit, kemesraan mereka tidak sampai selama 24 jam.

Jika Jojo pernah iseng memberikan Dea berupa permainan Dare buat nembak Rafael, temannya yang lain, si Alvin memberikan permainan Dare berupa memutuskan Rafael. Mendapatkan Rafael itu susah, sesusah Dea untuk melepaskannya juga.

Dea berpikir berhubungan dengan Rafael adalah cara belajar mencintai dengan penuh berbagai cobaan menjadi sabar dan mengerti. Dia tak pernah sadar akan cara dan arti lain untuk belajar melepaskan.

Copyright 2021

chap-preview
Pratinjau gratis
1. Jam kosong
Seharusnya sekarang jam pelajaran Ekonomi. Namun, kelas sudah berubah menjadi gaduh sekali. Layaknya kapal Van Der Wijck saat mau tenggelam. Suara murid yang berteriak bersahutan sambil lari melompati bangku-bangku, tawa murid perempuan yang berkelompok ngomongin cowok ganteng anak IPA, dan beberapa murid yang tidak acuh dengan suara-suara super berisik itu. Inilah kelas kami, 11 IPS 3. Sudah biasa di jam kosong kelas kami berubah menjadi arena banteng. Aku asyik sendiri membaca novel supertebal di sudut kelas. Dari belakang aku bisa memperhatikan seantero kelas. Namun, bukuku isinya lebih menarik. Aku lebih menyukai membaca novel untuk mengisi waktu luang. Bersosialisasi terkadang melelahkan, bikin tenggorokan haus karena terlalu banyak tertawa dan bicara. Selera bacaanku thriller dan horor. Jangan tanya apakah aku takut dengan hantu, jawabannya tentu saja masih takut hantu. Tapi kalau disodorin novel teenlit ringan aku bisa menghabiskannya dalam sekejap, sudah biasa membaca cepat. Aku pembaca cerita fiksi yang ceritanya mudah aku pahami. Walau suka mengkhayal aku tak terlalu suka cerita fantasi berat. Kalau mau baca yang santai-santai ya aku baca teenlit. Orang lain mengira aku tidak tertarik dengan cowok-cowok IPA, karena aku tidak bisa seperti cewek kebanyakan yang bisa mengekspresikan kesenangan saat melihat cowok ganteng. Aku lebih suka diam-diam mengkhayal bisa bersamanya. Nyatanya, aku juga punya crush yang kusuka anak di jurusan IPA. Dan, cowok itu sekarang sedang diomongin oleh cewek-cewek tukang gosip di dekatku. Pembicaraan mereka masuk dalam telingaku dengan jelas. “Rafael abis potong rambut makin ganteng, loh,” kata Della dengan suara riangnya. Cewek tinggi yang rambutnya sebahu dengan body kurus langsing bikin iri. Bukan kurus yang mirip skeleton. “Iya bener makin ganteng, makin gakuku deh gue,” sahut Rina. Teman sebangku Della yang berambut lebih panjang dan wajahnya lebih chubby imut gemesin. “Nih ya, pasti dia potong rambutnya di salon mahal. Gue lihat di i********: Alisha, dia yang nemenin Rafael. Hubungan mereka tuh apa sih, pacaran atau HTS, tapi mesra banget gitu?” beber Della dengan nada penuh pertanyaan. Jangan ngarang deh, jelas-jelas Alisha dan Rafael nggak ada hubungan apa-apa. Rafael single demi para fansnya ini loh. Rafael jomblo nunggu gue gitu loh. Aku memutar kedua bola mata berusaha menghibur diri sendiri. Ucapan tersebut yang masih aku selalu simpan baik-baik dalam otakku setiap kali cemburu dengan Alisha Gracia. Gadis yang menjadi ratu kecantikan SMA Mercu Buana dan layak bersanding dengan Rafael Adrian. Mereka sama-sama berasal dari keluarga terhormat yang perusahaannya sudah maju pesat di negeri ini, good looking, populer, dan memiliki aura kuat. Kenapa sainganku harus seorang Alisha yang cantiknya banget-banget? Mungkin aku hanya se-kuku-nya Alisha. Aku yang lebih mirip remahan kuaci ini hanya bisa ngiler-ngiler dan ngayal babu bisa menjadi kekasih Rafael. Jangankan menjadi kekasih, menjadi temannya saja sudah harus bersyukur buat nasi tumpeng. Aku hanya bisa memendam semuanya dalam angan-anganku, pasalnya imejku sudah terkenal sebagai cewek pendiam, yang lebih suka mojok dengan novel tebal daripada ngerumpi ngomongin cowok ganteng. Tapi aku masih suka ngumpul loh untuk memenuhi kebutuhan sosialku, tentu dengan lingkup kecil. Tidak seluas cewek kebanyakan yang temannya ada di setiap kelas. Setiap kali aku cemburu saat ada cewek lain yang nemplok di dekat Rafael atau sekadar gosipin cowok itu, aku hanya bisa ngomel dalam hati dan mengutuk siapa pun yang berani-beraninya naksir Rafael-ku. Sayangnya, aku harus berbagi dengan setidaknya ratusan cewek murid sekolah ini maupun anak luar. Dari mana aku tahu harus bersaing dengan ratusan cewek? Followers Rafael sudah puluhan ribu, aku yakin dia tidak membelinya. Bahkan cowok itu memiliki fansclub bernama RALF yang memiliki kepanjangan Rafael Adrian Lovers Forever. Katanya, Rafael sempet marah-marah ada fansclub yang tentunya lumayan mengusik kehidupan pribadi cowok itu dan menyuruh anak buahnya (yang lumayan ganteng-ganteng juga) untuk nyamperin si pendiri fansclub itu. Setelah deal ini-itu, mereka boleh mendirikan RALF asal masih dalam pengawasan Rafael. Kalau ketahuan nyebarin gosip atau sesuatu yang pastinya tidak akan disukai Rafael, akan ditutup permanen. Cowok keren mana yang tidak merasa ganteng sampai menolak dan kesal saat tahu dirinya dipuja banyak cewek tetap low profile? Kalau cowok-cowok punya wajah seganteng Rafael pasti sudah bertingkah sok ganteng. Bagaimana tidak semakin naksir dengan Rafael dengan sikap rendah hatinya itu? Kereeen. Aku mengikuti akun i********: fanbase Rafael, tentu saja dengan akun bodongku supaya tidak ketahuan teman sekelasku. Aku mau hanya aku saja yang tahu sudah memuja Rafael. “Dea.” Seseorang menggangguku Kuangkat kepala dari lembaran novel yang sedang k****a. Menoleh ke arah yang tidak jauh dariku, meja yang berisi Della dan Rina, dua cewek itu menatapku dengan ekspresi heran. Omong-omong namaku Dea, aku adalah pemuja rahasia Rafael. Cukup aku dan Tuhan saja yang tahu. “Lo baca novel horor mulu, sini gabung sama kita gosipin Rafael,” kata Rina menyuruhku supaya pergi ke mejanya. “Iya, emang lo nggak suka sama Rafael?” tanya Della. Nama kami memang mirip, kadang dia dipanggil Sundel oleh segelintir orang terdekat kami. Gosipnya karena dikatain mulu, dia potong rambut jadi pendek mirip dora, sebelumnya rambut doi panjang sepunggung. Tentu saja suka, jawabku dalam hati sambil senyum semringah. Aku menutup buku agak kasar supaya menunjukkan aku terganggu. Jelas aku keganggu, karena mereka gosipin Rafael-ku tanpa izin. “Kenapa sih Rafael mulu?” cetusku sok geli saat sudah duduk di hadapan mereka yang berambisi bergosip sampai memutar tubuhnya ke belakang. “Satu sekolah ngakuin dia ganteng dan naksir, elo nggak? Helo, Dea?” Rina menyahut dengan ekspresi wajah dibuat-buat jenaka. Muke gile, ya gantenglah! Aku masih memasang ekspresi seolah-olah topik Rafael membosankan. Siapa yang tidak suka cowok dengan tinggi 180 cm lebih, wajah manis-ganteng-cool di saat yang bersamaan, senyuman tipis tapi penuh menggoda. Otak pintar, keluarga tajir dan sikap terpuji (sekolah kami punya musuh dan suka tawuran, Rafael tidak tergabung dalam kelompok anak yang hobi tawuran itu). Rafael tampan tapi tak pernah bersikap sok ganteng atau playboy ganti-ganti pacar. Jadi, Rafael idaman banget dan nyaris sempurna banget, ‘kan? “Dea sukanya sama Alvin tahu, Rin. Gue lihat dia kemarin di ruang BK nemenin Alvin,” ucap Della cekikikan menggoda. Mataku melotot ke arah mereka, keduanya makin tertawa lebar. “Cie, jadi bener ya gosip lo sama Alvin?” Rina menimpali. Aku bergidik jijik. “HEH! Hiy, apaan sih, gue ogah dipasangin sama tuh bopung!” seruku membela diri nggak mau dipasangin dengan Alvin. Aku melirik pintu kelas, di sana Alvin masuk setelah berpisah dengan Dilan, anak kelas 12 yang mukanya horor banget bikin siapa pun ogah lama deket-deket, kecuali nekat. Sepertinya mereka habis rapat untuk mengatur siasat menyerang sekolah lawan, sejak semester dua ini Alvin jadi lebih sering main dengannya. Awas aja bikin ulah lagi tuh bocah, bikin aku repot terus. Perasaanku selalu nggak enak kalo melihat cowok itu, habis tatapan matanya tajam sekali. Padahal penampilan cowok itu freak cupu abis. Kok bisa cowok kayak gitu didapuk masuk geng buat tawuran? “Waktu itu Jojo nggak masuk. Gue nemenin Alvin di ruang BK sampe walinya datang, ada laporan dia malak anak kelas 10. Siapa sih bikin gosip nggak jelas, gue nggak suka ya dipasangin sama Alvin!” keluhku sudah gerah menjadi bahan ledekan dipasangin sama cowok aneh. Entah siapa yang menciptakan gosip itu, di kelas kami ada cowok nerd. Penampilannya super absurd dan bikin ilfil, beda jauh deh sama Rafael. Namanya Alvin Matthew biasa dipanggil Alvin. Dia culun, pakai kacamata bulat, seragamnya dikancing sampai atas, dan sering pakai celana ketinggian cingkrang seakan ukuran celananya tak ada yang pas memenuhi kebutuhan fisiknya yang tinggi itu. Anehnya dia suka banget tawuran dan nakal. Bikin masalah adalah hobinya. Cupu dan bikin ulah adalah kombinasi yang aneh? Biasanya anak berandalan sekolah berpenampilan berantakan dengan celana kotor, robek, baju seragam kumal dan keluar-keluar tanpa dasi, ya kan? Tetapi penampilan Alvin lebih mirip kutu buku pembaca novel Harry Potter atau buku seleksi masuk kampus. Bajunya kinclong, selalu dimasukkan ke dalam, celananya sangat tinggi dan pakai kacamata bulat mirip Nobita. Aku wakil ketua kelas, menjadi pejabat di kelas yang ada murid nakalnya bikin ketua kelasku pusing. Aku yang wakilnya juga sering kecipratan pusing. Tidak ada yang bisa melawan jika Alvin ngamuk kalau ada masalah, tadinya aku berpikir lebih baik anak itu saja yang jadi ketua kelasnya. Biar kami sekalian hancur semua. Tapi ada kalanya Alvin diam (yang artinya setuju) kalau sedang kami atur. Alvin memiliki pribadi yang ambigu, kalau dia ngomong baru tandanya protes. Nyebelin, 'kan? Katanya gosip-gosip dia akan didapuk sebagai pentolan tawuran setelah kenaikan kelas nanti, karena saat ini pentolan IPS tertinggi masih dipegang oleh Dilan anak kelas 12 IPS yang pernah tidak naik kelas dan mukanya seram banget. Tidak ada yang berani lihat wajahnya, terutama matanya yang tajam. Aku anti dengan cowok-cowok perusuh dan nakal begitu. Ya, di sekolah kami ada dua kelompok berdasarkan jurusan. Anak IPA, pencipta citra sekolah yang baik, karena anak-anaknya menyumbangkan berbagai macam prestasi akademik mau pun non akademik. Sedangkan anak IPS, pembuat kacau, perusak citra. Namun, pelindung almamater sekolah dari serangan sekolah lawan, SMA Persada. Tidak semua anak IPS memiliki bakat tawuran sih, hanya saja anak IPA tak ada yang terlibat dalam geng tradisi itu. Anak IPA dilarang ikut tawuran, kalau ketahuan bisa dilabrak oleh gengnya Rafael. Iya, geng yang isinya anak-anak donatur itu. Perbedaan berdasarkan jurusan memang jelas terlihat. Dilan, sang pentolan paling tidak suka anak IPA ikut tawuran. Ya, menurut gosip anak IPA yang ikut tawuran bikin repot doang, karena masalah makin rumit. Anak IPA diatur sedemikian rupa menjadi murid perfect. “Sebenarnya Alvin nggak jelek tahu, De,” bisik Rina melirik Alvin yang berjalan ke kursinya yang terletak pojok belakang. Sangat cocok untuk dirinya yang lebih suka mengasingkan diri. “Cuma serem. Aneh nggak sih dia cupu gitu, tapi doyan banget tawuran?” gumaman Rina diangguki setuju oleh Della. “Jadi udah gak gosipin Rafael?” Aku menyahut masam. Topik tentang Rafael lebih menarik dari cowok berwajah kaku itu. Rafael akan menjadi sosok favoritku. “Eh iya, ayo lanjut ngomongin Rafael lagi,” titah si Rina mengembalikan fokus. “De, gue heran kenapa Rafael nggak jadian juga sama Alisha. Lo kan suka baca novel detektif, menurut analisis lo gimana? Gue yakin mereka pacaran bakal jadi hot issue banget deh. Siapin aja hati kita ini,” kata Della menatapku serius yang duduk di kursi depannya sambil memeluk buku. “Potek, emang ya cogan sama cecan tuh bikin iri banget. Hubungan mereka bakal bikin cewek gigit jari banget.” Ya karena Rafael nunggu gue. Dia maunya jadian sama gue, bukan Alisha. Nunggu takdir aja yang akan mempertemukan kita nanti. Aku ngayal membayangkan aku yang akan menjadi pacar Rafael. Kami tampak serasi. Rafael yang bertubuh tinggi tegap sangat melindungi diriku yang lumayan pendek. Tangannya yang panjang merangkul bahuku dengan sangat mesra. Kami berjalan di koridor saling melempar senyuman malu-malu dan bercanda riang. Senyuman milik Rafael yang menjadi favoritku terus ada dari bibirnya. Menunjukkan bahagianya dia saat bersamaku. Tatapan iri keluar dari wajah-wajah cewek sekolah kami yang memenuhi koridor. Aku memainkan alis sok keren penuh kemenangan saat bertemu pandang dengan cewek bertubuh tinggi langsing, rambut panjang bergelombang, dan wajah tirus. Alisha berdiri di pinggir koridor menatap syirik penuh kedengkiran ke arah kami. Wajahnya yang serem itu menunjukkan ekspresi siap menelanku bulat-bulat. Aku melemparkan senyuman kemenangan untuknya. “Oi, ngelamun aja! Ngomongin Rafael nih pasti! Muka lo b***t banget, De. Jangan bilang lagi ngelamun jorok!” Seorang cowok tiba-tiba datang duduk di sebelahku. Aku melotot pada Jojo yang lagi cengar-cengir menaik-turunkan alisnya. Cowok kurus itu terkekeh menggoda. Dia teman sebangkuku. Inilah kursiku yang sebenarnya, di barisan kedua dari pintu, nomor dua dari belakang, kursi pojokan tadi milik Dika dan Rayn. “Ganggu aja lo!” seruku kesal. Khayalanku buyar karena diganggu oleh Jojo. Padahal tadi feel-nya sudah dapet banget untuk membuat Alisha ngiri setengah mati, karena aku yang berhasil menjadi pacar Rafael. “Tuhkan bener, Dea tuh suka juga sama Rafael, tapi nggak ngaku!” Jojo membocorkannya pada Della dan Rina, dua cewek itu menganga tak percaya. “Serius? Jadi lo suka juga, De?” tanya Rina raut mukanya yang syok lumayan lebay. “Omaygat, gue nggak nyangka!” Della menutup mulutnya dengan tangan. Jidatnya yang jenong makin maju minta dijitak. “Iya, Dea suka juga—“Si cowok ember bocor Jojo masih nyerocos saja. Terpaksa aku membekap mulutnya. Dia megap-megap kayak ikan. Aku memberi pelototan kesal. “Jojo, lo minta dilakban nih mulutnya,” ucapku agak sarkas. Dia berhasil melepaskan tanganku dari wajahnya, menjauhiku dengan ekspresi kecut menahun. Wajah Jojo berubah serius. “Kita tantang aja si Dea,” kata Jojo sambil berdiri sandaran pada meja Dika. Cowok itu melipat kedua tangannya depan d**a, bersedekap. Rina dan Della tampaknya tertarik langsung menoleh pada Jojo. Aku menggeram kesal, kalau punya death note sudah kutulis nama Joshua Diantoro besar-besar. Mataku menatap Jojo dengan melotot sebesar-besarnya. “Nembak Rafael. Kalo Dea nggak mau pasti emang ada apa-apanya, nggak perlu takut dong kalo memang nggak suka? Ya nggak? Ya nggak?” Sial. Maksudnya apaan? Perasaanku mulai tidak enak. “Jo!” Aku memandanginya gemas. Cowok berhidung besar dan mancung itu malah nyengir lebar. Sudah lebih dari satu semester duduk dengan Jojo, membuatku hapal ni anak lumayan jail banget. Untung dia tidak nakal kayak Alvin, bisa nyeremin deh kelas ini. “Gimana?” tanya Jojo ke Rina dan Della yang lagi syok dan melongo. “Buset! Ih, kasian nanti kalo Dea ditolak,” jawab Rina dengan nada prihatin. Aku terenyak karena ucapan Rina seolah aku ini emang pasti banget ditolak oleh Rafael. Sama sekali nggak ada nada mendukung. Dia meragui diriku padahal Jojo baru mengusulkan. Della langsung nyeletuk, “Udah 15 junior yang nembak Rafael sejak tahun ajaran baru. Nggak ada yang diterima Rafael padahal mereka cantik—" Della menggantungkan kalimatnya saat menangkap ekspresi masamku. Lagi-lagi tidak ada yang mendukung aku layak dengan Rafael. Apa khayalanku yang tadi berlebihan? Apa beneran aku tidak bisa bersama rafael? Aku menahan emosi supaya tidak meledak, padahal aku emang ngaku jauh dari standar cewek-cewek yang sering berada di sekitar Rafael. Tapi nggak gitu juga dong! Jojo tersenyum geli. Bisa aja tuh cowok bikin aku jengkel setelah tragedi kotak kapur di ruang lab bahasa tadi pagi. Karena Rina dan Della meragui usul Jojo aku pun semampunya mengendalikan suasana biar usul Jojo tidak diterima dengan amat serius. “Nah, karena menurut kalian kemungkinan diterimanya di bawah 0%. Usul Jojo emang gila, nggak usah didengerin. Jo, lo jangan ngeracunin otak orang sama ide gila itu.” Aku menunjukkan reaksi tak sukaku sejelas mungkin. Jojo memandangiku dan menahan tawa. “Tapi boleh juga tuh, De.” Tiba-tiba Della cengengesan sambil menerawang. Cewek yang memiliki bibir lebar itu lebih menyeramkan dari biasanya. “APA?” teriakku heboh. “Lo nembak Rafael kalo emang nggak suka, pasti nggak perlu takut ditolak 'kan? Katanya kan lo nggak suka," ucap Rina menekan dan mengulang ucapan Jojo. Si biang kerok tiba-tiba tertawa geli. Dasar cowok usil jago mempengaruhi orang. Aku melempari Jojo dengan pulpen, pensil dan penghapusan dari meja Rina. Yang empunya jerit-jerit takut barangnya rusak. “Yaaah, Dea, pulpen baru!” “Gue setuju sekalian uji keberuntungan,” tambah Della senyum-senyum mencurigakan. Jojo mengacungkan jempol tangannya. “Ya udah, kita tunggu aja Dea nembak Rafael,” ujar Jojo sambil menghindari lemparan dariku. Dia lari keluar kelas. “JOJO!!!! AWAS LO YA! GAK GUE CONTEKIN BAHASA INDONESIA LAGI!” Aku nembak Rafael? Tidak mungkin. Dia yang bakal nembak menyatakan cinta pada diriku. Aku tersenyum membayangkan hal itu. ***

editor-pick
Dreame-Pilihan editor

bc

Super Psycho Love (Bahasa Indonesia)

read
88.6K
bc

B̶u̶k̶a̶n̶ Pacar Pura-Pura

read
155.7K
bc

GARKA 2

read
6.2K
bc

Sentuhan Semalam Sang Mafia

read
188.5K
bc

Perfect Revenge (Indonesia)

read
5.1K
bc

DIHAMILI PAKSA Duda Mafia Anak 1

read
40.8K
bc

TERNODA

read
198.6K

Pindai untuk mengunduh app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook