Dua

1616 Kata
"Sah??" "Sah??" "SAH!!" "Alhamdulillah." Rangkaian doa terdengar dirumah itu. Nuansa kebahagian terpancar dari setiap anggota keluarga mempelai pengantin. Ucapan selamat terus berdatangan dari orang-orang yang datang dihari penting ini. "Kar biasa aja dong mukanya. Senyum Kar, senyum." Bayu, sepupu Kara menarik kedua pipinya. Mencoba merubah ekspresi Kara yang dari tadi manyun. "Mas Bay..." Kara merengut. Matanya berkaca-kaca hampir menangis. Begitu ijab kabul selesai, dan tamu mulai berkurang, dia langsung kembali izin ke kamarnya. Dengan alasan tak tahan ingin buang air. Padahal dia bohong. "Kamu itu wagu. Makanya kalo mau hilaf itu yo mbok lihat-lihat tempat dulu. Wes reti neng ngumah ono mamak mu tetep wae anak e wong digowo reng kamar." cerca Bayu, sama sekali tidak bersimpati melihat wajah adik sepupunya yang hampir mengangis. *(Wagu = Aneh) *(udah tau di rumah ada mamak mu tetap aja anaknya orang dibawa ke kamar) Gue nggak apa-apain dia padahal. batin Kara. Kenapa sih orang-orang nuduh dia mau ngapa-ngapain Fatih. Padahal mereka nggak ngapa-ngapain ya Allah. Atau belum dia apa-apain? "Heh.. Kok pengantin wanitanya malah disini. Ayo ke depan. Ke suami mu. Foto-foto bareng." Mbak Sani, dukun pengantin yang bertanggung jawab atas acara pernikahan menggandeng Kara kembali ke depan. Akad dan resepsi dilaksanakan di rumah Pak Jayadi, dari pihak perempuan. Karna memiliki halaman rumah yang luas membuat mereka menginginkan resepsi ala-ala pesta kebun. Pernikahan yang rencananya masih satu bulan lagi, kini dipercepat menjadi seminggu setelah kejadian teciduknya Fatih dan Kara minggu lalu. Atau mungkin lebih tepatnya salah paham. Kan emang nggak ngapa-ngapain!! Setelah kejadian itu, Ratih marah besar. Tidak terima calon mantu kesayangannya dinodai anak kandungnya sendiri. Whatt!! Kara pengen nangis aja rasanya jika ingat dia sama sekali tidak diberi kesempatan untuk menjelaskan. Ratih langsung menelpon suaminya. Menyuruhnya pulang. Dan menghubungi calon besannya, memberitahukan kejadian yang anak dan calon mantunya itu lakukan. Malamnya orang tua Fatih langsung ke rumah Kara. Melakukan Lamaran dan menghantarkan seserahan yang  seharusnya diserahkan satu minggu menjelang pernikahan. Untung saja mereka sudah menyiapkannya jauh-jauh hari. Jika tidak, mereka pasti kelabakan mencari seserahan yang dadakan itu. Dan jangan lupakan sidang yang dilakukan para orang tua atas kejadian yang dilakukan Fatih dan Kara. Dan seperti ini lah akhirnya. Mereka dinikahkan secara mendadak. Jauh sekali dari impian Kara.   ****   Kara tidak bisa tidur. Segala posisi ternyaman tidurnya sudah dia coba semua. Tapi tetap saja matanya tak bisa terpejam. Huft   Matanya menatap langit-langit kamarnya. Pikirannya bercabang mengingat kejadian-kejadian yang membuatnya menjadi istri diusia muda. Target nikahnya gagal total karena ulahnya sendiri. Eh.. Jika dipikir-pikir dia akan tetap nikah muda dengan atau tanpa kejadian itu. Awalnya dia emang punya niatan goda Fatih, dengan mengajak masuk kamarnya. Dia hampir b***l juga buat ngetes Fatih cuma sok polos atau emang minta dipolosin. Sayangnya, rencana Kara yang masih setengah jalan harus kandas. Seperti judul lagu. Dia ke geb. Nggak lucu banget kalo inget itu. Tapi ekspresi Fatih yang gemes-gemes unyu  kaget saat melihanya semi telanjang sempat membuatnya nggak kuat. Nggak kuat, nggak tahan pengen nyipo-mmh. Ehem!!   Tok tok tok tok Tok tok tok tok   "Masuk aja mak!" teriak Kara tetap diposisi berbaringnya. Terdengar pintu dibuka dan ditutup. Putaran kunci dua kali. Tumben emaknya ngunci pintu kamar dari dalem. Kepala Kara mendongak. Terlihat Fatih berjalan mendekati ranjang sambil membawa segelas s**u. "Lho? Ku kira mamak."  "Eh??!" Fatih salah tingkah. Berdehem agar tidak gugup. "I-ni dari ibu'. Disuruh minum sampai habis." Fatih menyodorkan segelas s**u di tangannya. "Sini. Duduk sini." Kara menepuk-nepuk kasur sampingnya. "Mas mau minum dulu nggak??" tanya Kara tersenyum menggoda. "Eh- enggak. Minum kamu aja." Fatih mengalihkan tatapannya ke jendela didepannya. Salah tingkah. "Atau mas mau minum langsung dari sumbernya??" Kara kembali menggoda. Tali gaun tidurnya dia turunkan melewati bahu. Entah kenapa, kalau dideket Fatih bawaannya pengen godain mulu. Terdengar plin-plan memang. Mengingat tadi pagi saja dia menangis karna dinikahkan, ehhh.. Sekarang malah goda-goda orangnya. "Ka-kara.." Fatih tergagap melihat kelakuan Kara. "Hahahaha.." Kata tertawa lepas. Puas melihat Fatih salah tingkah "Becanda mas. Gemesin banget sih." Kara mencubit pipi Fatih gemas. Dia ingin ngelakuin ini dari kemarin. Diteguknya s**u hingga setengah gelas.  "Mas bantu habisin dong." Disodorkannya s**u yang masih setengah gelas itu. Fatih menerimannya. Otak jail Kara mulai bereaksi. Diusap-usapnya d**a Fatih. Tangannya membentuk pola dibagian d**a. Mulutnya tidak tinggal diam. Leher Fatih jadi sasaran. Berpindah ke rahang kemudian telinganya.  "Ka-raaaa...." Nafas Fatih tertahan.  Dicengkramnya gelas s**u yang belum habis dia teguk karna  tindakan Kara yang tiba-tiba itu. "Kenapa mas??" Tangan Kara telah berpindah kebawah. Membelai dan meremas. "Sst-stop Karaaaaa." "Mas Kara pengen..." Kara menunjukkan wajah mupengnya. Tangannya masih aktif dibagian bawah.  "Pe-pengen apppaahhhhhh." Fatih tak bisa menahan desahannya.  "Pengennn...makan. Ayo mas makan. Aku laper banget, dari siang belum makan." Ditariknya tangan Fatih yang belum sadar sepenuhnya. "Eh- Kara, itu..." Fatih tergagap bingung. "Kenapa mas? Mas udah pengen ya?? Sabar ya. Aku mesti makan dulu. Ngisi tenaga. Biar kuat sampe pagi. Oke mas?" Kara kembali menarik tangan Fatih. Tak peduli jika yang ditariknya masih berusaha mengumpulkan keasadaran. Sekaligus menahan desakan junior dibawah sana. Mereka berjalan ke dapur. Waktu sudah menunjukkan pukul 11 malam. Suasana rumah sudah lumayan sepi. Acara pernikahan berlangsung dari pagi dan dilanjutkan resepsi sampai sore. Belum tamu-tamu orangtuanya yang berkunjung hingga malam. Membuat keluarganya jam segini langsung masuk kamar, kelelahan.  Kara membuka lemari makan. Tempat Ratih biasa menaruh makanan. Tapi kini isi lemari itu kosong melompong. Kini ia perpindah ke kulkas. Hanya bahan-bahan mentah yang ia temui disana. Makanan sisa resepsi yang dikiranya masih banyak juga ternyata habis tak tersisa. Tamunya tega bener nggak nyisain. "Mas, mamak nggak nyisain makanan buat kita." Kara lesu. Dia kelaparan. Dia hanya makan sepotong kue diresepsinya tadi. Saat banyak makanan, dia sama sekali tak berselera makan. Tapi giliran nggak ada sama sekali, perutnya keroncongan. Kebiasaan!. Kara berjalan mendekati Fatih yang berdiri di samping meja makan. "Gofood aja apa ya mas? Tapi udah malem. Masih ada yang nerima nggak ya??? Ya Allahhhh laperrr!!!!" pekik Kara bersender di lengan Fatih. Tangannya mengelus-ngelus perut yang sejak tadi berbunyi. Tangan Fatih yang ingin mengusap kepala Kara tertahan. Kaku. Masih merasa canggung. "Ka-kamu mau makan a-apa?" tanya Fatih "Terserah yang penting ada nasinya." Kara masih cemberut. Hahh... "Du-duduk sini." Fatih mendudukkan Kara di kursi dengan gugup. Kemudian melangkah dengan sedikit kikuk karna Kara setia memperhatikannya dari belakang, mendekati dan membuka kulkas dan mengambil bahan-bahan yang sekiranya bisa dia masak cepat. "Ehh- mas bisa masak??!" tanya Kara. "I-iya." Fatih kaget. Nggak sadar kalo Kara tiba-tiba di sampingnya. Kemudian fokusnya dialihkan kembali ke bahan masakan. "Mau masakin Kara??!" "Iya." "Kara bantu ya???" Kara antusias. "Eh??!" Kini perhatian Fatih tertuju ke Kara sepenuhnya. "Maksdunya  bantu doa. Hehe.. "   ****   "Mas, biasanya kalo malam pertama itu ngapain??" Mereka berbaring di ranjang setelah makan malam yang kelewat malam. Beruntung masih ada nasi sisa, meskipun tak banyak tapi cukup untuk mengganjal perut mereka berdua. Kara berbaring miring memeluk Fatih yang tengah menatap langit-langit kamar. Tangannya tidak tinggal diam. Kara mengusap-usap d**a Fatih dan sesekali membuat pola lingkaran yang kadang membuat Fatih geli ser-seran. Tapi Fatih tidak peduli. Dia nyaman dengan posisi ini. "Nggak tau." "Mas, besok-besok kalo pada kumpul lucu kali ya kalo aku panggil mas, semuanya pada nengok. Hihihi..." Kara terkikik membayangkan itu. Mungkin tak hanya suaminya saja yang menyahut, kakak-kakak sepupunya yang lain juga akan melakukan hal yang sama. "Apa aku panggilnya Aa' aja kali ya biar spesial. Biar rada beda gitu? Gimana?" Kara menatap Fatih, meminta pendapat. "Ter-terserah kamu." Fatih balas menatap Kara sekilas, lalu kembali menoleh ke arah lain. "Sip. Kita tes dulu kalo gitu. A', Aa' sayang liat aku dong." Kara yang sudah berbaring telungkup, mengarahkan kepala Fatih agar menatapnya. "Ehem." Fatih gugup. Wajahnya memerah hingga telinganya. Kara terkikik. Suaminya gini banget ya Tuhan. "Aa' mau ngasih aku panggilan kesayangan nggak?" "Ehh? Emmm...emang harus?" "Enggak sih, biar samaan aja." Tangan Kara menjalar ke perut Fatih. Masuk ke dalam kaos. Mengusap-ngusap dan sesekali memainkan pusar suaminya. Nafas Fatih terdengar berbeda. Matanya menatap Kara memelas, meminta Kara berhenti tapi tak diindahkan. Tangan Fatih lalu memegang tangan Kara, mencegah berbuat lebih jauh. Kara terseyum menggoda. Bangkit dan menduduki perut Fatih. Tidak terlalu menekan karna dia sadar kalo suaminya ini baru makan. Gaun tidurnya tersingkap. Masa bodo jika celana dalamnya terlihat. Suami sendiri ini. Udah halal. Salah satu tali piyamanya turun. Menambah kesan seksi pada dirinya. Kara membungkuk, hingga wajah mereka berdekatan. Tangannya berada di samping kanan-kiri kepala Fatih. Senyum menggoda masih tersungging di bibirnya. "A'..." Dihadapkan pemandangan seperti itu, mata Fatih berubah sayu. Nafasnya memburu. Matanya fokus pada bibir Kara yang mendekat. Wajah mereka semakin berdekatan. Hingga dirasa hidung mereka bersentuhan. Cup Hanya menempel. Tidak ada yang bergerak. Kedua mata mereka sudah tertutup. Meresapi suasana intim yang mulai terbangun. Cup Cup Cup   Kara mencium bibir Fatih ringan, berkali-kali. Hingga tak sadar bahwa ciuman itu kini berubah jadi lumatan. Tangan Fatih memeluk Kara yang di atasnya. Rambutnya sudah tak karuan akibat ulah Kara. "Hahhhh..." Tautan bibir mereka terlepas. Posisi Kara yang tiduran dan mengangkangi tubuh Fatih membuat tak ada jarak diantara mereka.  "A'." bisik Kara di depan bibir Fatih. "Hm." Mata Fatih yang sayu fokus pada bibir Kara yang basah. "Nggak tahan." Mata mereka bertatapan. Kesadaran Fatih mulai muncul. "Nggak tahan kenapa? Mau ke kamar mandi??" tanya Fatih dengan suara serak. Fatih mendudukkan dirinya, membuat Kara berada dipangkuannya. Kara semakin merapatkan tubuhnya ke Fatih. "A-ayo ba-bangun." Fatih mencoba melepaskan tangan Kara yang melingkar erat dilehernya. Tapi tak bisa. Kara tidak mau.  "Siapa yang mau ke kamar mandi si A'." Kara semakin menelusupkan kepalanya ke leher Fatih. Menciumi leher dan mengusap-ngusap rambutnya.  "Te-terus?" Suara Fatih masih gagap, tapi serak. Terlihat seksi menurut Kara. Apalagi kini dia tak sadar mendongakkan lehernya saat Kara menciumi bagian itu.  Kara menegakkan kepalanya.  Wajahnya mendekat sampai-sampai tak ada jarak. Dimiringkan kepalanya. Seolah-olah akan mencium. Fatih memejamkan matanya. Menunggu kelanjutan aksi Kara. "Bikin dedek yuk." jawab Kara berbisik
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN