Chapter 2-Out Of Control

1382 Kata
“DAMN!”             Reygan menjatuhkan tubuhnya di kursi dan menggebrak meja. Tindakannya itu membuat hampir sebagian teman sekelasnya langsung menatapnya dengan kening berkerut heran. Di samping Reygan, Gabriel meringis aneh dan menarik napas panjang. Ikut terkejut karena kehadiran Shirena di atas pohon tersebut dan mendengarkan semua percakapannya dengan sang sahabat. Turut merasa tidak enak hati karena sudah membicarakan kehidupan pribadi Shirena.             “Udahlah, Rey,” kata Gabriel seraya meremas pundak Reygan kuat. “Mana kita tau kalau si Shirena ada di sana, kan?”             “Gue juga salah karena udah nanya soal Shirena ke lo dan akhirnya lo malah kelepasan cerita.” Reygan memijat pelipisnya. “Belum pernah gue merasa terintimidasi dan ngerasa nggak enak hati kayak gini. Sialan nggak tuh, si Shirena?”             Gabriel mengangkat satu alisnya dan duduk di atas meja, di samping meja Reygan. Kedua tangannya terlipat di d**a. “Elo? Terintimidasi sama orang lain? Dan anehnya, sama si Shirena?”             Reygan mengangguk malas. Benci dengan kenyataan bahwa Shirena adalah orang pertama dan satu-satunya orang yang bisa membuatnya merasa bersalah hanya karena hal sepele seperti ini. Padahal sebelum ini, mau Reygan membicarakan aib orang lain seberapa banyak pun, cowok itu fine-fine saja.             Tapi dengan Shirena, semua berbeda.             Semenjak pertemuan pertamanya dengan Shirena pagi tadi, Reygan sudah merasa asing pada dirinya sendiri. Merasa kasihan dan penasaran pada cewek datar dan dingin itu. Merasa iba akan cerita kehidupan Shirena, sekaligus emosi dan kesal karena cewek itu menganggapnya angin.             Dan hal itu membuatnya merasa tertantang!             “Gue akan bikin dia nyesal.”             “Maksud lo?”             Reygan menyeringai. Seringaiannya itu membuat Gabriel tersentak dan berharap gagasannya ini salah. Perlahan, Reygan menatapnya. Seringaian misterius dan berbahaya itu semakin jelas terlihat, dan Gabriel kini yakin seratus persen dengan gagasan absurd yang baru saja melintas di otaknya tersebut.             “Don’t tell me that—“             “Exactly!” seru Reygan, bahkan tanpa sempat Gabriel menyelesaikan kalimatnya barusan. “Dia udah salah pilih teman bermain. Dia mengintimidasi gue, bahkan nyuruh gue untuk nggak muncul di hadapannya lagi. Dia pikir, dia itu siapa? Di setiap permainan, Reygan Megantara lah yang menjadi pemegang kendali, bukan orang lain, terlebih cewek datar yang punya masa lalu kelam macam Shirena. Akan gue tunjukkan siapa itu Reygan Megantara! Gue akan bikin dia tergila-gila sama gue dan akhirnya, gue akan campakkan dia kayak gue ngebuang permen karet yang udah hambar. Beautiful, isn’t it?”             Gabriel hanya bisa menggeleng dan menarik napas panjang. Dia angkat tangan untuk rencana Reygan barusan. Dia tidak ingin ikut campur. “Lo lupa sama ucapan Reyna, Rey?”             Pertanyaan Gabriel membuat Reygan diam sejenak. Dia sempat bimbang, tapi kemudian memantapkan hati. Cowok itu mengibaskan sebelah tangan dan berkata, “Reyna nggak akan marah kalau dia nggak tau, kan?”             “Hah?!”             “Jadi, kalau dia tau soal rencana gue, lo yang akan gue kejar, Iel! Karena hanya lo yang tau rencana ini. Gue, lo dan Tuhan!” Reygan memundurkan kursi dan bangkit. Perasaannya mendadak berubah drastis. Dia jadi bersemangat dan ingin segera mengeksekusi Shirena si cewek salju itu.             “Rey, lo amnesia?”             Reygan mengerutkan kening dan menoleh. “Apa?”             Gabriel berdecak jengkel dan menendang tulang kering Reygan, sehingga sahabatnya itu mengaduh keras dan jatuh terduduk lagi di kursi. Tingkah Reygan membuat teman-teman sekelasnya menggeleng. Sudah tidak asing dengan perdebatan di antara Reygan dan Gabriel yang ujung-ujungnya akan berakhir dengan kekerasan versi mereka berdua.             “Lo satu sekolah sama adik tercinta lo itu, bego!” Gabriel lagi-lagi melakukan kekerasan pada Reygan dengan cara menoyor kepala sahabatnya itu. Membuat Reygan berhenti mengusap tulang keringnya dan melongo. Seolah-olah, dia baru saja mendapat pencerahan dari Tuhan. “Gimana bisa lo ngerahasiain pendekatan lo ke Shirena?!”             “Lah? Iya, ya?”             “Ya Tuhan!” Gabriel menepuk keningnya sendiri. “Lo juga ngapain, sih, pakai buat rencana sinting kayak gitu? Udahlah, biarin aja si Shirena. Dia juga udah kasih lo peringatan untuk nggak muncul di hadapan dia lagi, kan? Itu artinya, dia nggak mau berurusan sama lo, Rey? So, why you should get in her way?”             “Oh, nggak bisa!” Reygan menggebrak meja, lagi. “Dia udah bikin gue kesal. Siapa pun yang cari masalah sama Reygan Megantara, dia harus dapat balasannya. Gue nggak peduli Shirena itu cewek. Tapi, bukan berarti gue akan main fisik. Karenanya, gue akan bermain dengan cara yang sedikit halus.”             “Bikin dia jatuh cinta sama lo dan lo buang, kan?” ulang Gabriel, mengikuti ucapan sinting Reygan beberapa menit yang lalu.             Reygan mengangguk penuh semangat. “What a clever guy i am!”             Gabriel mendengus. “Bakka!” ### Gabriel nyaris terjungkal ke belakang.             Cowok itu mengusap keningnya dan mengumpat pelan. Dia baru saja menabrak punggung tegap Reygan yang mendadak berhenti di depannya. Sahabatnya itu nampak mematung dengan kedua tangan mengepal, namun tidak kuat. Sepertinya, Reygan sendiri tidak sepenuhnya sadar dengan tindakannya mengepalkan tangan tersebut. Karena itu, Gabriel membungkuk, memajukan tubuhnya lantas mendongak untuk menatap wajah Reygan.             Wajah yang terlihat bingung, kesal, penasaran dan bete yang bercampur menjadi satu.             Ada apa?             “Woi, Rey... lo kenapa, deh?” tanya Gabriel. Suara petir sesekali terdengar, menandakan hujan sedang bersiap-siap untuk mengguyur bumi. Semua murid SMA Alvendia berhamburan di sekitar keduanya, berlomba-lomba menuju gerbang sekolah dan pelataran parkir agar bisa cepat pulang. Tapi, Reygan justru mematung di sini. “Ada apa, sih?”             Karena tidak mendapat jawaban, Gabriel memutuskan untuk menegakkan tubuh. Selain mulai pegal, dia juga penasaran dengan arah yang ditatap oleh Reygan. Cowok itu kemudian mulai mencari objek yang ditatap Reygan dan mengangkat satu alis.             Di gerbang sekolah, Shirena sedang mengobrol dengan seorang cowok. Shirena tersenyum sesekali dan mengangguk, kemudian membiarkan cowok itu, yang sepertinya beberapa tahun di atas mereka, merangkul pundaknya. Tak lama, Shirena mengikuti cowok itu ke arah motor Revo yang terparkir di dekat gerbang sekolah, membiarkan cowok tersebut memakaikan helm ke kepalanya kemudian naik di boncengan motor itu. Melingkarkan kedua tangannya di pinggang si cowok, Shirena kemudian hilang dari pandangan Reygan dan Gabriel.             “WHAT THE HELL?!” teriak Reygan. Dia menoleh, menatap Gabriel yang mengerjap kaget akibat makian Reygan barusan. “Lo liat barusan, kan?! Liat kan, Iel?! Jangan bilang lo nggak liat! Apa-apaan tuh, cewek? Pura-pura jual mahal gitu maksudnya di depan gue?! Terus, sekarang dengan gampangnya dia boncengan sama cowok yang lebih tua?!”             “Rey, Rey....”             “Sumpah ya! Shirena itu kayaknya cewek licik dan gampangan, Iel! Untung rencana sinting gue baru berupa rencana, belum gue realisasikan! Sialan banget tuh cewek emang!”             “Reygan!”             “Apa, sih?! Apa?! Lo nggak liat gue lagi emosi?” tanya Reygan dengan suara tersengal. Cowok itu berusaha mengatur napas dan memejamkan mata. Ditariknya napas panjang, dibuangnya dengan keras. Masih belum mereda. Ingin rasanya dia berdiri di depan Shirena kemudian mengatai cewek yang berpura-pura dingin di depannya. Bersikap seolah jual mahal, tapi nyatanya gampang didekati.             Reygan membuka kedua mata saat tidak mendengar suara Gabriel lagi. Cowok itu mengerutkan kening ketika Gabriel menutup wajah dengan sebelah tangan dan mendesah berlebihan seraya memejamkan mata.             Lalu, hawa dingin itu membelai tengkuknya.             “Sejak kapan gue sok jual mahal di depan lo? Dan atas dasar apa lo bilang kalau gue ini licik serta gampangan, Reygan Megantara?”             DEG!             Segera, Reygan menoleh ke belakang. Di sana, sosok Shirena berdiri tegap. Wajah datarnya ditemani oleh mata dingin dan tajam, seperti biasa. Ada kobar kebencian dan amarah pada manik cokelat terang cewek tersebut, tapi Reygan tidak peduli. Dia bersedekap, menyeringai sinis dan mengangkat satu alis.             “Bukannya lo yang sok jual mahal ke gue tadi pagi, hmm? Lo bersikap seolah nggak tertarik sama gue, tapi sekarang—barusan—lo ngobrol sama cowok di sana,” tunjuknya ke arah motor Revo yang beberapa menit lalu menghilang, tapi sekarang sudah terparkir manis lagi di tempatnya semula. “Senyum, biarin dia pegang-pegang lo. Apa namanya kalau lo bukan sok jual mahal ke gue? Bukannya itu sikap seseorang yang licik, Shirena? Bukannya itu menunjukkan sikap seorang cewek gampangan?”             Shirena diam. Cewek itu tetap memasang wajah datarnya. Hal yang sejak kecil selalu dia lakukan pada orang lain. Mata cokelat terang yang berkobar penuh emosi itu semakin menyorot dingin ke arah Reygan. Namun, Reygan balas menantang. Dia kesal bukan main dengan kenyataan ada seorang cewek yang tidak jatuh dalam pesonanya dan justru menyuruhnya untuk menghilang dari muka bumi, meski dalam arti tersirat.             “Ya, gue emang cewek licik dan gampangan!” Shirena berkata tegas. Dia maju, mendekatkan tubuhnya pada tubuh Reygan, kemudian mendongak agar semakin bisa menatap dingin manik Reygan. “Karena itu, jangan buang-buang waktu berharga lo untuk muncul di hadapan cewek licik dan gampangan ini, juga repot-repot mengurusi urusannya!”             Selesai berkata demikian, Shirena dan Reygan sama-sama menguliti manik masing-masing. Di mata Reygan, Shirena adalah cewek sialan yang membuatnya kesal bukan main. Di mata Shirena, Reygan tidak lebih dari seekor nyamuk yang senang mengganggu manusia.             Mereka langsung saling membenci detik itu juga.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN