“Elizabeth! Hey kaki jerapah tunggu aku.” Seorang gadis memanggil dengan suara nyaringnya membuat Elysia yang merasa terpanggil menghentikan langkahnya dan menoleh ke belakang dan mendapati Hellen berlari mengejarnya. Hellen merupakan teman pertamanya di perguruan tinggi ini dan mereka sudah cukup saling mengenal selama setengah semester ini.
Saat gadis itu tepat berada di depan Elysia, Elysia menunjukkan wajar cemberutnya. “Berhenti memanggillku Elizabeth jika kamu mau harimu menyenangkan, Hellen.”
Bagi Elysia, dia tidak ingin dipanggil Elizabeth walau namanya sekarang Elizabeth Elysia. Elysia terdengar lebih baik baginya dibanding Elizabeth karena panggilan itu banyak menyimpan kenangan pahit dan jika ada yang memanggilnya Elizabeth dia akan marah. Sekarang dia hidup penuh cinta dan diajarkan banyak hal untuk memulai hidup di dunia luar dan semua yang dilihatnya di sini berbanding terbalik dengan kota kecilnya dulu.
Kehidupan Elysia menjadi manusia ya kau tahulah maksudnya hidup berbaur dengan manusia tanpa ada embel-embel serigala, jauh lebih baik. Bagi Elysia ini kehidupan yang dia dambakan dan manusia-manusia yang dia temui di masa junior high school dan high school benar-benar berbeda dengan manusia serigala. Mereka jelas berbeda, lebih ramah, lebih baik dan lebih bisa mengerti dirinya. Di sudut hatinya dia tidak bisa menghilangkan perasaan benci akan kaumnya dan sekarang Elysia sudah melanjutkan ke perguruan tinggi dengan mengambil jurusan Ilmu Lingkungan Hidup, keputusannya memilih jurusan itu atas dasar Elysia ingin menyelamatkan buminya, terdengar lucu dan menggelikan memang namun faktanya memang seperti itu.
“Ok, ok nona… maafkan aku.” ucap Hellen dengan wajah menyesalmu. “Aku melakukan itu karena wajah cemberutmu benar-benar membuatku tertarik.” perkataan Hellen membuat Elysia mencibirnya saat itu juga.
“Tentu saja kau tak akan membuatku jengkel setiap hari jugakan.”
Hellen tersenyum jahil. “Entah, aku sendiri tidak tahu. Tergantung suasana.”
Dengan sedikit bertenaga Elysia meninju lengan Hellen membuat gadis itu mengaduh, sebelum Hellen sempat membalasnya Elysia memilih untuk kabur dari hadapan Hellen. Mereka ada kelas beberapa saat lagi dan Elysia tidak ingin terlambat, karena kelas yang di ambilnya ini sama dengan senior di atasnya, senior yang menjadi incaran di jurusannya.
“Astaga pukulannya seperti kingkong. Hey, Elysia, tunggu aku!” Hellen lagi-lagi berlari mengejar Elysia yang meninggalkannya.
Dengan susah payah Hellen mengejar Ellysia. “Kamu tahu, kampus ini luas dan hey kamu selalu meninggalkanku dengan kakiku yang pendek ini susah untuk mengejarmu.”
Tanpa sadar Elysia menghela napasnya. “Kamu selalu berhenti jika melihat yang menurutmu menarik, ayolah aku tidak ingin telat di masa awal-awal perkuliahan.”
Mendengar itu Hellen sontak tertawa. “Mereka terlalu menawan untuk dilewatkan.”
“Tidak semenawan seseorang yang ada di kelas kita hari ini.”
Tawa Hellen pecah saat itu juga. “Yang bener aja Elysia, kamu sudah terang-terangan menunjukkan rasa sukamu itu? OMG!”
“Entahlah, aku rasa dia mulai tertarik padaku. Kamu bisa melihatnya.”
“Ya Tuhan, rasa percaya dirimu ini siapa yang mengajarkannya. Kamu bukan Elysiaku, kemana perginya Elysiaku!” pekik Hellen heboh. Selama dia mengenal Elysia dari awal semester, Elysia tak pernah seperti ini. Hanya hari ini gadis di sampingnya ini dengan percaya dirinya disukai oleh senior yang memiliki kasta di atas mereka.
Elysia menghentikan langkahnya sesaat berada di ambang pintu kelasnya. “Kamu bisa melihatnya sekarang.” bisik Elysia pada Hellen. Elysia menarik lengan Hellen saat itu juga untuk mengikuti langkahnya untuk memilih tempat duduk.
Apa yang Elysia ingin perlihatkan pada Hellen benar-benar terjadi, Hellen melihat itu semua, bagaimana Andrew alias senior yang disukai Elysia yang awalnya tengah sibuk dengan ponselnya sekarang menatap Elysia dengan memberikannya senyuman. Tak ada yang menyadari itu dan Hellen melihat dengan jelas bagaimana kedua orang itu berinteraksi dengan saling memberikan tatapan mata.
Saat setelah duduk di tempat yang tak jauh dari tempat duduk Andrew, Hellen berbisik, “Aku tak percaya ini.”
Senyum Elysia mengembang, dia tak bisa menyembunyikan rasa senangnya. Karena penantiannya selama setengah semester itu membawanya pada kajadian ini, di mana Andrew tertarik padanya. Seorang senior yang memiliki banyak penggemar wanita itu tertarik padanya. Oh tapi bukan karena ketampanan dan kepopuleran Andrew yang Elysia sukai tapi Andrew, lelaki itu begitu gantle. Mengingat kembali bagaimana Andrew selalu sigap menolongnya dibeberapa kesempatan membuat Elysia semakin merona.
“Aku senang dengan kemajuan ini. Tapi, tidakkah kamu takut dia hanya akan mempermainkanmu? Apalagi dia populer, dia bisa mendapat apa yang dia suka begitu saja.”
“Kamu belum mengenal dia saja.” bela Elysia.
Seketika Hellen mencibir. “Dan kamu sudah akrab begitu?”
Anggukan Elysia membuat Hellen tepuk jidat. Elysia tak memperdulikan Hellen yang mencibirnya. Bukankah Hellen dan dia sama saja, Hellen juga suka dengan beberapa lelaki populer dari jurusan yang lain, apa bedanya dengan Andrew? Mereka sama-sama ramah dan selama ini dia tak pernah mendengar komentar buruk pada Andrew. Dan bagi Elysia, mengulangnya Andrew pada mata kuliah ini adalah rencana Tuhan untuk mendekatkannya dengan Andrew.
Di sela-sela kelas yang tengah berlangsung Elysia mendapat pesan. Sebuah pesan yang membuatnya seketika tersenyum. Pesan dari Andrew yang memintanya menonton pertandingan basket yang akan berlangsung antar fakultas. Tidak di suruh menontonpun Elysia sudah pasti akan menonnton pertandingan basket yang akan dilakukan nanti siang itu. Tapi saat Andrew secara khusus mengajaknya seperti ini membuat Elysia tentu saja senang setengah mati.
“Lama-kelamaan bibirmu akan sobek karena terus tersenyum.” Bisik Hellen yang membuat Elysia terlonjak kaget.
“Sekarang aku sangat senang, jadi wajar saja bukan.” Balas Elysia. “Jika kamu terus mencibirku, kita bisa saja dikeluarkan dari kelas.”
Kelas yang Statistika yang banyak orang benci benar-benar terasa menyenangkan bagi Elysia karena keberadaan Andrew. Kelas yang berlangsung selama dua jam itu akhirnya selesai. Selama dua jam di kelas itu Elysia tidak terlewatkan untuk mencuri pandang ke arah Andrew dan beberapa kali merekapun ke dapatan saling memandang dan hanya bisa tersenyum kecil saat.
Saat akan keluar kelaspun Elysia juga tak ingin melewatkan jalan beriringan menuju pintu keluar, Andrew terang-terangan menyentuh jari-jari Elysia yang membuat tubuh Elysia tegang. Elysia benar-benar tak percaya bahwa kemajuan dalam hubungannya dengan Andrew secepat ini, walau mereka belum ke tahap yang serius.
“Kamu melihatnya, Hellen?” tanya Elysia sesaat setelah mereka akhirnya terbebas di rungan yang penuh dengan angka-angka itu.
“Aku tidak melihatnya, maaf kepalaku sekarang penuh dengan angka.”
Dengan sengaja Elysia mengetuk kepala Hellen. “Hallo, apa di dalam ada angka?”
Langkah kaki Hellen terhenti. “What the f**k… Elysia, sumpah ya, kamu nyebelin banget.”
Reaksi Hellen membuat Elysia berlari, dia tahu apa yang selanjutnya Hellen perbuat dan sebelum sahabatnya itu melakukan itu Elysia memilih untuk berlari meninggalkan Hellen.
“Kaki jerapah, jangan meninggalkanku.”
Jika membandingkan diri Elysia dengan yang dulu tentu akan terlihat sangat berbeda karena dulu dia terlihat begitu kecil dan rapuh untuk sesusia anak yang baru saja masuk ke junior high school. Perubahan yang cukup drastis namun pada dasarnya Elysia hanya lebih terawat dan hidup seperti yang didambakannya membuat dirinya tampak seperti sekarang.
Cukup jauh Elysia meninggalkan Hellen, namun Elysia bisa melihat jelas bagaimana Hellen yang tampak berjalan santai dan dari kejauhan memberikannya sebuah tanda bahwa dia akan memberikan pukulan.
“Bisa tidak kamu tidak lari?” pinta Hellen dengan wajah tak sukanya sesaat setelah dia berhasil sampai di tempat Elysia menunggunya. Elysia mengendikan bahunya dan mereka kembali melanjutkan langkah mereka yang akan pergi ke kafetaria.
Ponsel yang sedari tadi Elysia genggam bergetar menampilkan pesan masuk dari Ruby. “Ruby bilang dia sudah di kafetaria dengan Tiyas.”
“Tanyakan ada makanan apa di kampus.”
Elysia memberikan tanpa ‘ok’ pada Hellen. Saat membicarakan makanan Elysia dan Hellen akan sangat akur. Mereka memiliki selera yang sama jadi saat makan akan membuat mereka lebih akrab dibandingkan membicarakan lelaki.
“Katanya kesukaan kita. Ayo percepat langkahmu.” Elysia tak segan mengambil lengan Hellan dan mengajaknya berjalan lebih cepat lagi. Hellen tak masalah dengan itu dan tambah bersemangat saat tahu makanan kesukaannya ada di menu kafetaria sekarang.
Kafetaria fakultas mereka tidak terlalu ramai hari ini yang membuat Elysia dan Hellen tidak sulit menemukan kedua temannya yang lain. Tiyas dan Ruby dua orang dari negara yang berbeda itu merupakan salah satu teman yang dikenalnya semenjak masa orientasi, namun sayangnya mereka kompak bolos hari ini karena datang terlambat. Setelah mendapatkan makan siang yang begitu menggiurkan bagi Elysia dan Hellen, keduanya bergegas menghampiri Tiyas dan Ruby yang tampak asik mengobrol.
“Bagaimana setelah keluar dari kelas profesor?” tanya Tiyas dengan pandangan jahilnya pada Hellen. Delikan tajam Hellen membuat Tiyas tertawa.
“Kalian selama bolos di sini?” Tanya Elysia penasaran. Tiyas dan Ruby kompak mengangguk.
Di sela-sela kunyahannya Hellen berucap, “Dan kalian sudah melewatkan momen yang berharga.”
“Momen di mana kamu dipanggil oleh prof?” ejek Ruby.
“Aku jadi malas menceritakannya.” ucap Hellen dengan nada merajuknya.
Elysia tahu dirinya akan diceritakan oleh Hellen dan dia hanya diam sambil menikmati makan siangnya. Dia butuh tenaga untuk memberikan dukungan pada Andrew. Membayangkan Andrew yang akan bermain basket dengan keringan yang mengucir dari dahi membuat Elysia tak bisa menahan senyumannya. Pikirannya yang berkelana terlalu jauh di sela-sela menyatap makan siang itu membuat Ruby dan Tiyas menatapnya heran.
Hellen menunjuk Elysia. “Ini yang ku maksud, sahabat kita satu ini tengah jatuh cinta.”
Di antara mereka berempat, mereka sama-sama tahu orang yang disukai. Tapi, Elysia yang seperti ini benar-benar bukan seperti biasanya.
“Kemajuannya sangat pesat.” sambung Hellen.
“Ya benar, sangat pesat.” timpal Elysia yang menjadi bahan pembicaraan.
Mendengarnya membuat Ruby dan Tiyas tampak tertarik. Mereka tak pernah membayangkan akan ada kemajuan yang pesat antara Andrew dan Elysia, karena mereka hanyalah gadis yang tak populer.
“Elysia, cepat ceritakan semuanya.” Pinta Ruby.
“Iya, jangan menyimpannya sendirian, aku penasaran.” sambung Tiyas.
“Nanti ku ceritakan, sekarang aku butuh asupan tenaga untuk menonton pertandingan basket.” Balas Elysia dengan senangnya.
Siapapun yang melihat Elysia untuk saat ini dia benar-benar terlihat seperti orang yang tengah jatuh cinta. Tersenyum sendiri dan tak memperdulikan keadaan di sekitarnya. Bahkan sedari tadi dia terus-terusan melihat ke arah ponselnya, selain fokus dengan menyantap makan siangnya itu. Selama ini Elysia tidak pernah merasa tertarik seperti ini. Baginya Andrew berbeda dengan yang lainnya.
Sebenarnya Elysia dekat dengan Andrew sudah cukup lama namun awalnya Andrew memperlakukan Elysia layaknya junior yang sering bertanya ke senior, namun beberapa minggu yang lalu Andrew mulai mengirimnya pesan-pesan di luar konteks mengajari Elysia. Saat itu tentu saja Elysia senang bukan kepala, membayangkan senior yang ditaksirnya memberikan sinyal-sinyal perhatian. Dan saat Andrew mendekatinya dalam beberapa minggu
Setelah beres menyantap makan siang, di perjalanan menuju gedung olahraga Elysia menceritakan semuanya. Menceritakan hal-hal yang terjadi selama beberapa minggu ini antara dirinya dan Andrew. Hellen, Tiyas dan Ruby awalnya hanya mengira bahwa Elysia hanya suka sekedar suka seperti yang mereka lakukan saat melihat senior yang menurut mereka tampan, menjadi penggemar mereka dan hanya itu. Untuk menjadi pacar mereka tentu ingin tapi tidak terlalu berharap, tapi Elysia ternyata beruntung.
“Entah kenapa aku memiliki pandangan yang berbeda terhadap senior ini.” Ucap Hellen setelah Elysia menceritakan semuanya.
Elysia terkekeh mendengar ketakutan Hellen. “Kita sudah mengenalnya selama setengah tahun, tidak ada yang mesti di takutkan.”
“Ya, apalagi dia sebaik itu.” Sambung Tiyas.
“Karena itu, dia terlalu baik hingga membuatku curiga.”
Elysia merangkul Hellen dan berucap, “Aku terharu kamu sepeduli ini, tapi kamu jangan khawatir aku akan berhati-hati.”
Hellenpun tidak bisa melakukan apapun lagi. Dia hanya bisa berdoa semoga gadis seperti Elysia yang sama sekali tidak pernah berpacaran tidak mengalami patah hati yang teramat sakit jika kisah percintaan yang di dambakannya kandas begitu saja. Bukankah putus pada kekasih pertama akan meninggalkan bekas yang dalam?
Mereka berempat akhirnya sampai di gedung olahraga yang sudah ramai oleh penonton yang ingin menonton pertandingan basket yang dilakukan antar jurusan itu. Pertandingan basket ini adalah pertandingan yang selalu dilakukan setiap tahun sekali dan beruntung bagi Elysia bisa menyasikkan pertandingan basket yang di mana Andrew ada di sana.
Masih ada beberapa puluh menit sebelum pertandingan benar-benar dilakukan, tapi penonton yang memenuhi gedung olahraga sangat banyak. Bagaimana tidak lelaki dari kedua jurusan ternyata sangat tampan-tampan dan baru pertama kali Elysia melihat lapangan basket di isi oleh lelaki-lelaki yang tampan.
“Lihat otot-otot lengan itu.” Ucap Tiyas yang terpana akan otot-otot lengan yang dengan kerennya melempar bola basket ke ring. Semuanya hanya bisa mengangguk setuju dengan ucapan Tiyas.
“Bukankah dia terlihat bersinar?” Tunjuk Elysia dengan dagunya ke arah Andrew yang tengah melakukan pemanasan.
“Semuanya bagiku terlihat bersinar.” Balas Ruby yang sedari tadi tak berhenti memotret pemandangan yang sangat jarangan ditemuinya itu.
“Kamu benar baby.” Sambung Hellen yang juga melakukan hal yang sama, memotret pemandangan yang sangat memanjakan mata itu. “Kenikmatan masa muda.” kekeh Hellen saat melihat hasil jepretannya.
Elysia diam-diam mengangguk setuju dengan ucapan Hellen. Kenikmatan masa muda, bukankah saat masih memeiliki tenaga dan waktu seperti ini dia harus menikmati masa mudanya dengan sepenuh hati. Bersenang-senang dengan teman-teman dan keluarganya dan mencari cinta sejatinya yang entah siapa, tapi untuk saat ini Elysia tengah jatuh cinta dengan Andrew. Perasaan itu terasa memenuhi hatinya sehingga saat dia memandang Andrew, Elysia tidak bisa menyembunyikan senyumannya.