bc

Dikejar Pinangan Sang Pewaris

book_age18+
137
IKUTI
1.5K
BACA
HE
age gap
arranged marriage
badgirl
heir/heiress
sweet
bxg
witty
like
intro-logo
Uraian

(Novel sudah dalam versi revisi, silakan baca dari awal)

Kode: Revisi (plot baru), Normal (lanjutan plot baru)

.

.

.

Perebutan kekuasaan dan penyakit membuat hidup hedon dan harta melimpah putri pertama Adiyaksa terpaksa menikahi sepupunya sendiri. Tentu Maureen tidak mau. Hidupnya terlalu bebas dan bersenang-senang, bekerja karena hobi lalu tiba-tiba disuruh menikah? Hell no! Dia pun masih diurus oleh nanny, maminya selalu babying dia sampai bosan.Semuanya karena persoalan penyakit sialan membuat Maureen terjebak dengan hubungan pernikahan yang bersifat mutualisme. Sepupunya memang baik, tapi rasanya kurang jika tidak ada cinta. Itu hanyalah prediksi Maureen tanpa mengetahui kebenarannya, apalagi setelah pernikahan sikap Chester Harold Adiyaksa—sepupunya—mendadak berubah. Lantas, bagaimana Maureen menyikapi perihal pernikahan ini? Bencana atau gwenchana?

chap-preview
Pratinjau gratis
Bab 1. Ajakan Menikah
REVISI “Ayo menikah!” Raut terkejut Maureen sangat kentara jelas. Dia memang sudah tahu tepat pada usia 17 tahun bahwa dirinya dijodohkan dengan sepupu yang tidak lain adalah Chester. Masalahnya Maureen tidak menyangka ajakan menikah spontan dari laki-laki itu terlontar. Sialnya saat Maureen menatap wajahnya terlihat tidak ada keraguan sama sekali. “Hah?” Maureen merespon bingung. Semua orang yang ada di sana pun mendadak bungkam. Terlebih Jeevika yang juga menuntut jawaban pada Sindy—dokter yang menangani Maureen merupakan keponakannya. “Mba setuju sama usulan Mas Ester, Reen. Kita sudah lakukan USG transvaginal, hasilnya sel telur kamu banyak dan kecil-kecil. Ini bahaya kalau tidak segera ditangani bisa menyebabkan diabetes, kolesterol, kerusakan hormon obesitas, dan trombosit berkurang, Maureen. Mba menyayangkan karena kamu telat menyadari, seharusnya jika dilihat dari siklus menstruasinya segera diperiksakan,” jelas Sindy panjang lebar sebab dia yakin sekali sepupunya yang planga-plongo pastinya tidak paham. “Tapi, kenapa harus menikah?” todong Maureen tidak puas. Dia menyuarakan kebingungan Jeevika dan Inez yang menyimak sedari tadi, lain hal dengan Chester yang diam menggenggam tangan Maureen karena laki-laki itu sudah diberitahu lebih dulu oleh Sindy. Sebelum Sindy kembali menjelaskan gadis itu menghela napas pelan lalu tersenyum sopan. Yang di depannya ini pasien. “Karena dengan menikah kalau Maureen hamil kan nggak menstruasi jadi bisa meminimalisir. PCOS itu seharusnya segera ada pembuahan, Maureen. Takutnya kalau terlalu lama tidak ada pembuahan nanti akan susah hamil.” “OH MY GOOD!” teriak Jeevika menutup mulut usai mendengar penjelasan keponakannya. Kepala wanita itu menggeleng tidak terima, bahkan matanya melotot bak leser menatap Sindy seolah perkataan dokter mengada-ngada. “Orang awam akan langsung menyebutnya mandul padahal tidak semengerikan itu. PCOS masih bisa hamil asal diupayakan sembuhnya,” lanjut Sindy seolah belum puas padahal orang-orang di situ sudah pias, termasuk Maureen yang tidak sadar meremas genggaman tangan Chester. Maureen menggigit bibir bawahnya, bohong kalau dia tidak takut, Maureen pikir yang dialami selama ini wajar-wajar saja karena dia seringkali stres, apalagi kalau ada peluncuran terbitan buku baru, bisa seminggu seperti zombie. Makanya jadwal menstruasi yang tidak teratur dia anggap remeh. Puncaknya adalah saat ini, dia pingsan setelah berhasil bertahan selama satu jam di atas panggung. Beruntunglah karena Inez langsung membawanya ke rumah sakit. “Aku pikir sakit perut dari pagi karena mau menstruasi, Mba. Bahkan aku jaga-jaga supaya nggak tembus,” cicit Maureen. Kepalanya mendongak dengan pandangan sayu. “Selain itu apa nggak ada jalan lain?” Dari pertanyaan Maureen yang terlihat putus asa membuat Sindy iba. Dia juga perempuan pastinya bisa merasakan kesedihan Maureen. “Reen,” panggil Sindy pelan beringsut duduk di brankar. “Ada cara lain, hidup sehat termasuk olahraga dan batasi makanan junk food. Tapi, menurut Mba kalau kalian mau menikah itu lebih baik. Pelan-pelan diperbaiki sambil program hamil, jadi sekali jalan usahanya. Syukur-syukur saat kamu dinyatakan sembuh langsung hamil. Katakanlah kamu nggak menikah, dinyatakan sembuh, suatu saat bisa kembali lagi PCOS itu kalau hidupnya jor-joran. Seperti yang Mba bilang di awal, opsi ini lebih baik. Sekali jalan agar tidak berakhir sia-sia.” Maureen meneteskan air mata usai dijelaskan dengan sangat lembut. Matanya mengerjap saat kepalanya diusap oleh Chester. Mata mereka saling mengunci dalam diam, lalu tiba-tiba Jeevika mendekati brankar dan mengusap lengan sang putri. “Jangan khawatir, Mami janji nggak akan terjadi sesuatu sama kamu, Kak. Tunggu, Mami telepon papi dulu. Mas Ester, tolong temani Maureen ya,” ujar Jeevika menepuk bahu Chester. “Iya, Tante. Ester di sini,” jawab laki-laki itu dengan sopan. Jeevika tersenyum menanggapi, dia nggak akan rugi kalau memiliki menantu seperti Chester, sangat patuh kepada orang tua dan tentunya sopan. Sudah bukan rahasia umum kalau Chester dengan lapang d**a menerima perjodohan dari Inka dan Raeyadewi, berbeda dengan Maureen yang menolak terang-terangan. Alasan lain karena putrinya masih muda, belum siap berumah tangga. Ah perbedaan usia mereka membuat Jeevika paham. Dia tersenyum di depan pintu memperhatikan Chester yang tak melepaskan genggaman tangannya. Mungkin keputusannya kali ini akan mendapat debatan dari sang putri, tapi dia tidak peduli. Apa pun akan Jeevika lakukan demi Maureen. “Mau makan sesuatu, nggak?” tanya Chester memutus keheningan yang ada. Sejak ditinggal berdua mereka ini sama-sama diam. Tautan tangannya sudah lebih dulu dihempaskan Maureen sesaat sadar dengan tindakan spontanitasnya. Gadis yang saat ini berbaring membelakangi Chester sedang scroll sosial media. Video dirinya tranding satu di salah satu aplikasi sumber berita. Maureen hanya bisa menghela napas pendek-pendek terlihat frustasi, keningnya pun tak luput dari perhatian. “Video aku yang pingsan di tangga sudah nyebar, Mas,” ujarnya lalu terlentang mengabaikan ponsel yang masih mengulang video. “Duh malu banget.” “Kenapa harus malu?” Chester mengorek. “Yang ada mereka khawatir sama kamu, Reen.” Maureen cegukan, dengan sigap Chester memberinya minum. Membantu gadis itu duduk. “Kaget banget sampai cegukan gini, ya?” Belum sempat Maureen minum tiba-tiba pintu ruangan dibuka kencang oleh Jeevika. Ibu kandung Maureen menghampiri Chester setelah melirik sekilas pada sang putri. “Saat ini kamu bawa barang berharga apa, Mas Ester?” tanya Jeevika buru-buru. “Ester nggak bawa apa-apa—” “Jam!” potong Jeevika cepat lalu mengambil gelas yang dipegang tangan kanan Chester. Bukan hanya itu saja Jeevika mencopot jam tangan laki-laki itu tergesa. “Ini mahal, ‘kan? Maksud Tante bisa dijadikan mahar, nggak?” “Hah?” “Bisa!” Sahutan bersamaan antara Maureen dan Chester. Jika Maureen terlihat melongo maka lain hal dengan Chester yang mengangguk dengan senyum pasti. “Mami!” panggil seseorang masuk ke kamar rawat Maureen. Suara cegukan Maureen kembali datang saat sosok Sagara masuk, tidak sendirian karena dia masuk bersama mbah kung dan sosok asing memakai kopiah serta sarung. “Cepat juga Papi sudah sampai. Ayo mulai saja, Pi. Panggil Inez sama Sindy untuk jadi saksi—” “Mi,” panggil Maureen. “Hik!” Gadis itu cegukan lagi. Sangat menyiksa. Tak ingin kehilangan kesempatan dia menodong kedua orangtuanya dengan tatapan tajam penuh selidik. “Siapa yang … hik, Mi. Hadeh nikah,” katanya terbata. Melihat sepupunya yang kesusahan membuat Chester kasihan. Dia sodorkan air putih yang ditenggak habis oleh Maureen. Sepertinya orang-orang di situ tak ada yang meminta pertimbangan darinya karena di balik gelas yang Maureen gigit sosok Inez dan Sindy sudah hadir. “Langsung dimulai saja, Pak. Ini dia pengantinnya,” kata Sagara menunjuk Chester yang masih di sisi Maureen. Sagara dan mbah kung sudah duduk di sofa. “Papi, apa-apaan, sih?!” bentak Maureen. “Kalian semua serius mau nikahin aku sama Mas Ester?!” “Mas, cegah mereka, dong,” pinta Maureen dengan wajah memelas. Belum sempat Chester memberi jawaban tiba-tiba suara tegas Sagara terdengar dingin. "Papi yang akan menikahkan kalian," ujar Sagara mantap. "Papi nggak akan menikahkan siapa-siapa saat ini! Jangan harap ada pernikahan paksa, ya! Aku akan menikah saat sudah siap." Suara Maureen yang keras tiba-tiba memecah atensi semua orang termasuk penghulu dan petugas KUA terkesiap. "Maureen Sayang ini cuma menikah secara agama saja. Nggak pa-pa, ya? Mami rasa kalian lebih baik menikah cepat soalnya tadi—" "Aku dinikahi siri?! Wah! Papi kasih izin?" potong Maureen tanpa peduli sopan santun pada ibunya. Wajahnya sudah terpampang kesalnya karena tingkah semena-mena keluarganya. Bahkan demi pernikahan konyol ini mbah kung pun turut hadir. Benar-benar membuat Maureen pusing. Perutnya sedang sakit, emosinya sedang naik turun jadi pas rasanya kalau dimuntahkan sekarang. Situasinya pas. “Maureen yang menikah. Mungkin Papi berhak dan boleh-boleh saja menikahkan anak gadis, tapi pernikahan yang tidak disetujui dua belah pihak bukankah tidak sah? Pernikahan ini bisa dianggap nggak sah, bahkan aku berhak mengajukan pembatalan pernikahan ke pihak KUA. Benar begitu, Pak Penghulu?” Arah tatapan Maureen jatuh pada sosok berkopiah hitam dengan sarung dan jas rapi.

editor-pick
Dreame-Pilihan editor

bc

Hasrat Meresahkan Pria Dewasa

read
30.3K
bc

TERNODA

read
198.6K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
233.7K
bc

Sentuhan Semalam Sang Mafia

read
188.5K
bc

B̶u̶k̶a̶n̶ Pacar Pura-Pura

read
155.8K
bc

Setelah 10 Tahun Berpisah

read
57.1K
bc

My Secret Little Wife

read
132.0K

Pindai untuk mengunduh app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook