Alfa pulang ke kos setelah selesai mengikuti demo KSR. Sepertinya dia akan ikut KSR untuk seterusnya, karena di kebidanan dia tidak akan mendapat ilmu tentang CPR sedetail itu. Saat sampai di depan kos, Hani sudah berdiri di sana lebih dulu, gadis itu tersenyum padanya sambil melambaikan tangan.
"Hai, Hani, kamu baru pulang juga, apa sudah dapat kerjaan?" tanya Alfa.
"Eng ... belum, besok aku akan mencari di tempat lain," ucap Hani.
Alfa ikut sedih mendengarnya, dia lalu menepuk punggung Hani.
"Sabar ya, jika kamu terus berusaha pasti akan ada yang mau memperkerjakanmu." Alfa menghibur.
"Ayo kita masuk."
Alfa melingkarkan lengannya di bahu Hani dan menariknya masuk ke dalam rumah. Gama tertegun karena kontak fisik itu. Tapi dia tidak melakukan apa-apa selain mengikuti Alfa masuk ke dalam rumah.
Mereka berpapasan dengan Nadia pegawai bank yang masih single, kamar itu berada di sebelah kamar Alfa dan Hani. Cewek itu tersenyum pada keduanya. Dia tampaknya hendak pergi suatu tempat dengan penampilannya yang luar biasa seksi dan bajunya yang ketat. Dia memakai tank top saja dengan rok mini sepuluh sentimeter di atas lutut. Belahan dadanya yang besar juga terlihat. Gama berupaya melihat ke arah lain.
"Hai, Alfa, hai, Hani," sapa cewek itu.
"Kak Nadia mau keluar?" tanya Alfa.
"Iyups."
"Ke mana?"
"Kencan dong!" ucap Nadia sambil menyibakan rambutnya centil.
"Oh, boleh titip nggak, alat mandiku habis."
"Boleh, tapi aku lama lho, mungkin nggak pulang, jangan bilang-bilang Auntie ya," kekeh Nadia.
Alfa melongo mendengar kata-kata Nadia itu.
"Dadah anak-anak manis," ucap Nadia sambil pergi meninggalkan dua 'cewek' itu.
Alfa menggaruk-garuk kepalanya yang tak gatal. Tak habis pikir degan kelakuan kakak kosnya itu. Hani juga mengelus dadanya. Keduanya lalu masuk ke dalam kamar mereka.
"Hm ... gak nyangka ya Kak Nadia ternyata begitu, apa dia tidur di kosan pacarnya?" tanya Alfa.
"Saya tidak tahu," jawab Hani sambil duduk di atas tempat tidurnya, di ranjang bawah.
Alfa menutup jendela kamar. Hani punya firasat buruk kalau Alfa sudah melakukan hal itu.
"Hani bisa hadap sana sebentar, aku mau ganti baju," kata Alfa.
Hani membalikkan badan ke belakang dan berupaya untuk tidak mendengarkan bisikan setan kali ini.
"Sudah selesai," kata Alfa.
Hani menoleh dan melihat Alfa yang sudah selesai mengganti bajunya dengan kaos oblong dan celana pendek.
"Kamu nggak ganti baju Hani?" tegur Alfa.
"Nanti saja."
Alfa tersenyum mendengar jawaban Hani.
"Kamu malu ya? ganti saja di depan jendela, nanti aku hadap belakang, aku nggak bakalan ngintip kok." Alfa menjamin.
"Beneran? Jangan menoleh ya!" kata Hani.
Alfa mengangguk mantap sambil tersenyum.
"Janji!"
Hani menuju lemari dan mengambil baju ganti. Sementara Alfa duduk di atas tempat tidur dengan menghadap pintu. Hani melepaskan wignya dan berubah jadi Gama. Dia melepaskan bajunya dan menggantinya dengan kaos oblong dan celana pendek juga.
"Jangan mengintip ya!" kata Gama.
Alfa tertawa. "Hm...."
"Benar-benar jangan menoleh lho ya," kata Gama lagi.
Alfa tidak bisa menahan tawa, akhirnya dia menoleh ke belakang, Gama belum memakai celana dan wignya, tapi refleknya cepat. Dia bersembunyi di belakang lemari dengan membawa wig dan celananya. Alfa tertawa terbahak-bahak. Sementara Gama kesal setengah mati.
"Kamu bilang tidak akan menoleh, pembohong!" geram Gama kesal sambil memakai celananya.
Alfa masih terbahak-bahak.
"Aku cuma bercanda, Hani ternyata lebih pemalu dariku ya, kita ini kan sama-sama cewek."
"Bukannya saya malu, saya lebih takut kamu akan terkejut," kata Gama jujur.
Hani terkekeh. "Kenapa? Apa dadamu lebih besar dari Kak Nadia?"
Gama memegangi dadanya yang rata. Kalau besar bahaya donk. Gama kemudian memakai kembali wig-nya dan keluar dari tempat persembunyiannya. Alfa masih tertawa sambil memandangi dirinya.
"Lain kali saya akan ganti di kamar mandi saja," kata Hani serius.
Alfa terbahak. Dia kemudian melihat baju biru kotak-kotak dan celana hitam yang di bawa Hani. Dia sekarang ingat mengapa Gama terasa begitu familiar baginya.
"Lho, itukan baju yang tadi dipakai Gama!"
Hani melotot sampai matanya hampir keluar mendengar kata-kata Alfa itu. Dia menoleh pada Alfa yang memandangnya dengan curiga. Hani sebisa mungkin bersikap wajar..
"Siapa itu Gama?" tanyanya.
"Temanku satu kampus," kata Alfa, ekspresinya berubah tersenyum.
"Pantar saja aku merasa Gama familiar, ternyata baju yang dipakainya tadi sama denganmu."
"Oh...."
Hani mengelus d**a, bersyukur. Alfa ternyata belum sadar ... Lain kali Gama akan memakai baju lain agar Alfa tidak curiga lagi. Alfa membuka tas dan mengeluarkan sebuah nasi bungkus. Hani memegangi perutnya yang lapar lalu duduk di meja belajar membelakangi Alfa sambil membaca buku yang disampulinya warna coklat. Hani belum makan dari tadi pagi, uang bekalnya dari rumah juga sudah menipis. Dia berniat meminjam uang pada Maimunah, tapi sangsi apa Maimunah akan memberinya.
"Hani, kamu sudah makan?" tanya Alfa.
"Sudah," dusta Hani.
"Oh ya sudah, aku makan ya."
Lalu tiba-tiba perut Hani berbunyi. Hani memengai perutnya dengan kesal karena tidak bisa diajak kompromi. Alfa menghampiri Hani, menatapnya sambil berkacak pinggang.
"Kamu bohong kan bilang sudah makan, pembohong! Ayo kemari kita makan sama-sama," kata Alfa.
"Tidak usah terima kasih," tolak Gama.
"Cih! Ayo." Alfa menarik Hani.
Hani mau tak mau mengikutinya. Mereka berdua duduk di atas lantai. Alfa membuka nasi bungkusnya. Di sana hanya ada satu sendok plastik. Alfa mengambil sesendok nasi campur itu dan memasukkannya ke dalam mulutnya.
"Hm ... ini enak sekali!"
Dia mengambil sesendok nasi lagi kemudian membawanya ke depan mulut Hani. Hani memandanginya dengan terkejut.
"Ayo buka mulutmu, A...," kata Alfa.
Hani terdiam dan memandangi Alfa. Alfa jadi kesal pada 'cewek' yang tidak penurut ini.
"Aaaa!" titah Alfa.
Hani terpaksa membuka mulut dan menerima sesuap nasi dari Alfa itu. Alfa tersenyum karena Hani akhirnya mau disuapinya. Hani lalu berdiri.
"Kenapa tidak enak?" tanya Alfa.
"Saya akan mengambil sendok sendiri," ucap Hani.
Hani keluar kamar menuju dapur untuk mengambil sendok sementara Alfa memakan nasi bungkusnya. Tak lama kemudian Hani kembali dengan membawa satu sendok.
"Ayo cepat makan, nanti kuhabiskan," kata Alfa.
Hani tersenyum kemudian duduk di sebelahnya.
"Terima kasih, Alfa, karena memberi saya makanan," ucap Hani.
"Itulah gunanya teman!" kata Alfa sambil tersenyum.
"Aku dan Alda juga sering makan sepiring berdua begini. Oh iya aku belum pernah cerita tentang Alda ya. Dia sahabat baikku sejak SMA. Dia itu jarang makan karena takut berat badannya naik. Pernah dia nggak makan sampai akhirnya mag-nya kambuh dan masuk rumah sakit. Sejak itu kalau dia nggak mau makan aku pasti memaksanya!"
Hani tersenyum. Alfa memang sangat peduli pada teman-temannya. Hani mengambil sesuap nasi lagi kemudian memakannya. Alfa menoleh dan melihat ada nasi yang menempel di bibir Hani. Dia lalu mengambil nasi itu dengan tangannya. Hani terkejut dan melongo melihat hal yang dilakukan Alfa itu.
"Makanmu belepotan! Seperti adikku saja," kata Alfa sambil tersenyum.
Hani terdiam, dia merasakan getaran-getaran aneh di dadanya.
***