Part 1. Layani Aku!
"Lihat ke arah sini, Rumi! Jangan berani tutup matamu!"
Suara Jagad Syailendra membelah ruangan. Dia duduk di sofa, diapit dua wanita dengan pakaian minim yang menggerayangi tubuh kekarnya penuh syahwat. Mata tajamnya yang bak elang, tepat menghujam ke manik mata indah seorang gadis yang berdiri tidak jauh di depannya.
Bibir lelaki itu menyeringai seram, saat melihat gadis yang dipangillnya Rumi itu, balik menatap ke arahnya tak kalah tajam.
Rumi membalas tatapan itu, amarahnya berkelebat cepat sebelum mual menguasai perutnya. Pemandangan yang tersaji di depannya, d**a telanjang Jagad yang berotot, perut kotak-kotaknya dan tangan-tangan liar yang menyentuhnya, merupakan siksaan visual yang dipaksakan untuk dia lihat.
Yang aneh, Jagad sama sekali tidak merespon sentuhan dan gerayangan liar pada tubuhnya, karena dia hanya fokus pada gadis manis yang berdiri di depannya, yang dia paksa untuk menonton pertunjukkan gila ini untuk kesekian kali : bahwa dia mampu untuk membayar sebanyak apa pun w************n untuk memuaskan dirinya! Sentuhan buas para wanita itu bagaikan angin lalu untuknya. Seluruh fokusnya terkunci pada Rumi, sebuah pertunjukan gila yang dia rancang untuk memamerkan kendali dan kekayaannya.
Salah satu wanita bayaran itu menciumi d**a Jagad dengan rakus, lenguhan dan desahan terdengar dari bibirnya, tubuhnya bergerak gelisah mencari pemuasan. Sia-sia saja. Jagad bahkan tidak meliriknya. Lelaki yang sudah membayar jasa mereka dengan nominal yang luar biasa besar itu, hanya terfokus pada gadis manis yang berdiri dengan kaki gemetar melihat ke arah mereka! Dipaksa untuk melihat kebinalan mereka menggerayangi tubuh Jagad.
Keheningan tegang memenuhi ruangan, hanya diisi oleh suara napas berat dan gesekan pakaian. Sudah sepuluh menit lebih wanita-wanita ini coba membangkitkan gairah lelaki super tampan ini, hingga kemudian karena sudah tidak mampu lagi menahan, salah satu dari mereka menyentuh juni.or Jagad, dengan niatan agar lelaki itu segera membawa mereka ke langit ke tujuh. Sayangnya, dia salah. Karena kesabaran Jagad putus saat itu juga.
Cengkeraman tangan Jagad mengunci lengan wanita itu. Jeritan kecil kesakitan terdengar memenuhi ruangan.
"Sudah kubilang jangan sentuh area itu! Kalian dibayar untuk jadi tontonan, bukan menyentuh area privasiku! Keluar!" Bentaknya menggelegar, marah dan membuat dua wanita tadi ciut nyalinya. Jagad hanya menatap Rumi saat mengucapkan kalimat itu.
“T-tapi… Tuan, tolong Tuan, puaskan kami! Jangan nanggung seperti ini, Tuan. Rasanya sungguh tidak enak.” Pinta salah satunya, penuh permohonan. Dia bahkan sudah meloloskan kemeja yang dia pakai, siapa tahu bisa membangkitkan syahwat Jagad padanya.
Nyatanya…, “Dikta! Seret dua wanita ini dari hadapanku dan jangan sampai aku melihat wajah mereka lagi!”
Entah pada siapa Jagad berteriak memberi titah, tapi kemudian, pintu terbuka dan satu sosok pemuda yang tidak kalah tampan masuk, sedikit melirik dan menunduk ke arah Rumi tapi segera menyeret paksa dua wanita bayaran tadi yang menjerit tidak rela dan bersumpah serapah, tentu saja menyumpahi Jagad.
"Satu kata lagi menyumpahiku, sobek bibir mereka!" Aura gelap Jagad merayap, membungkam jeritan dua wanita itu menjadi ketakutan yang hening.
Jagad bangkit. Tubuh kekarnya memancarkan bahaya, bergerak mendekati Rumi yang berdiri terpaku di tempat. Rumi mundur, punggungnya membentur dinding dingin. Jagad menjebaknya, menyandarkan lengan kekarnya di kedua sisi kepala Rumi. Aroma maskulin yang khas menyeruak, memenuhi ruang sempit di antara mereka.
Rumi diam membisu, hanya matanya yang mencerca, penuh kemuakan.
Jagad menyeringai seram, tubuh atasnya yang telanjang menekan Rumi ke dinding. Ibu jari dan telunjuknya mencengkeram dagu Rumi, memaksa mata mereka bertemu.
"Bagaimana dengan apa yang kamu lihat tadi, Rumi? Kenapa mata indahmu menatapku seperti itu, heum? Memangnya kamu tidak ingin menyentuh tubuhku? Jangan munafik, kalau kamu sentuh, sentuh saja." Suara Jagad bergetar, campuran amarah dan kerinduan yang membuncah.
Sungguh, di masa lalu, dia hanya mimpikan Rumi yang menjadi istrinya, menghangatkan ranjang mereka, menjadi ibu bagi anak-anaknya dan menjadikannya sebagai pasangan hidupnya hingga akhir hayat. Nyatanya, perempuan manis ini tega berkhianat! Rumi mengkhianatinya tepat saat dia sedang mencari penghidupan yang lebih baik di negara orang dengan kuliah sekaligus bekerja.
Wajah Jagad maju, mengikis jarak. Dia menciumi sisi wajah Rumi. Aroma sampo dan parfum manis Rumi yang tidak berlebihan, seketika membakar syahwatnya. Padahal Rumi tidak melakukan apa-apa, tapi gairahnya meledak, minta dipuaskan. Sungguh hebat yang mampu dilakukan Rumi pada naluri primitifnya.
Tangan Jagad terulur, jemarinya sedikit gemetar saat membelai pipi Rumi yang terasa sedingin es. Tapi Rumi tidak berteriak juga tidak menolak. Hanya menatapnya penuh kebencian.
“Aku tahu, kamu juga ingin menyentuh tubuhku kan, Rumi?” tanyanya dengan suara menggoda tapi Rumi malah membuang muka.
Mengira Rumi sedang bermain-main, Jagad menempelkan bibirnya ke bibir Rumi, mencecap bibir manis yang dirinduinya selama ini. Rumi tetap diam, tidak membalas ciumannya. Kesabaran Jagad yang setipis tisu dibelah tujuh, terkoyak.
"Aku tidak bicara dengan boneka. Jawab, Rumi! Kamu punya mulut, kan?!" desisnya, menekan Rumi lebih kuat dan sedikit mengangkat tubuh gadis itu hingga Rumi reflek berpegangan pada pundak Jagad agar tidak jatuh.
Dia bahkan sempat memekik kecil karena kaget, “aah…”
"Tidak usah malu-malu. Bukankah kamu sudah sering lakukan ini? Melayani lelaki lain? Memuaskan lelaki lain dengan tubuhmu yang seharusnya hanya milikku! MILIKKU, Rumi! Sentuh aku!" bentaknya.
"Tidak mau!" akhirnya Rumi bersuara, suaranya bergetar menahan emosi.
"SENTUH AKU, KATAKU! Atau..."
“Atau apa? Kamu akan menodaiku seperti yang berkali-kali kamu katakan selama ini?” Rumi menahan napasnya, suaranya memang bergetar tapi dia berusaha singkirkan ketakutannya. Bahkan kini suaranya dipenuhi sarkasme yang tajam, “sudah selesai dramanya, Jagad? Atau kamu mau tambah pemain supaya lebih meyakinkan?”
Jagad menyentuh pipi Rumi, matanya berkilat penuh amarah. Jemarinya terasa dingin, kontras dengan panas tubuhnya sendiri. Tubuh Rumi menegang hebat, jadi kaku, tapi dia tidak menepis. Kedua pergelangan tangannya sudah terkunci di dinding, membuatnya tak berdaya.
“Aku benci kamu yang diam seperti ini,” bisik Jagad, suaranya terdengar serak, menahan hasratnya.
“Aku benci kamu tidak menolak. Aku benci kamu tidak berteriak. Karena itu membuatku bertanya-tanya…” suaranya menurun menjadi geraman rendah, “apa kamu juga diam seperti ini saat dia menyentuhmu?”
Rumi memejamkan mata, kengerian mencengkeramnya. Dia tahu siapa 'dia' yang dimaksud Jagad. Air mata panas merembes dari sudut kelopak matanya.
Melihat mata terpejam itu membuat amarah Jagad meledak, "BUKA matamu!" Mau tidak mau Rumi membuka matanya.
Seringai Jagad berubah mengerikan, "kamu yang meminta ini, Rumi! Kamu yang menentang dan menantangku! Jadi, jangan salahku lakukan ini!”
BREETT!!
Suara kain kemeja Rumi yang ditarik paksa terdengar keras, menampakkan pemandangan yang menghampiri Jagad dengan ingatan masa lalu, sebuah pemandangan yang selalu ada di mimpi liarnya. Yaa, dulu. Rumi selalu menjadi gadis yang hadir dalam setiap mimpinya.
Tanpa ampun, tangan kekarnya kemudian menarik paksa rok panjang Rumi ke bawah. Pemandangan yang tersaji di depannya itu semakin memanaskan darahnya. Dia membuka celananya sendiri yang seketika terasa sesak.
Jagad menciumi Rumi penuh kerakusan, penuh hasrat juga keputusasaan. Ketakutan jika Rumi akan meninggalkannya lagi mencabik-cabik logikanya. Hanya ada satu cara untuk membuatnya tetap di sisinya, menjadikan Rumi miliknya seutuhnya.
“Layani aku!” bentaknya, napasnya memburu. “Seperti kamu melayani laki-laki sialan itu yang telah merenggutmu dariku!”